Lihat ke Halaman Asli

amuk nalar

advokat

Sore di Jaksa Agung S 21 Surabaya

Diperbarui: 14 Desember 2023   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Kamis, Pukul 15.45 WIB, Lantai 2 Jaksa Agung Suprapto 21 Surabaya. Saya sadar ini tempat apa dan apa resikonya jika berlama diam disini, apalagi jika karyawan sudah pulang semua. Minimal seklebat bayangan, atau ada barang dilempar tanpa terlihat wujud si pelempar, dan kejadian-kejadian lain. 

saat ini saya ingin betul-betul merasakan bagaimana awal mula saya ikut numpang di kantor Pak Nyalla. Yang tinggal dikantor saat itu ada Pak Heri, Nugi, Enal, Anhar dan saya. Kami selalu mengawali hari dengan bersih-bersih kantor, Pak Heri di lantai di lantai 2, Nugi ngepel bagian belakang, Anhar dan Enal bagian tengah dan saya bagian halaman. Selepas bersih-bersih kita cari makan. Kalau lagi kaya, kita makan soto "otot" Jimerto. Tapi kalau lagi "kismin" kita buka bon di Cak To depan hotel Royal.

Jika tiba masuk jam kantor, kami siap di tempat masing-masing. Pak Heri, Nugi bagian depan, bagian penerimaan tamu. Kata Pak Richi, tarif parkir mobil disini pantes kalau dimasukkan rekor MURI, alias mahal. Kenapa bisa gitu? yang parkir motor sambil sindir-sindir,"masa gak gogrok blas". Pak Heri punya tugas khusus dan terkesan eksklusif, hampir tidak boleh digantikan oleh orang lain, yakni bikin kopi dan suguhkan ke tamunya Pak Nyalla. kenapa gak mau digantikan? karena dia ingin memastikan "kopi" yang keluar dari dapur kantor Jaksa Agung aman dan rasanya tidak mengecewakan. Anhar dan Enal? Dua mahasiswa Unitomo yang sama-sama anak Lampung yang punya ciri khas. 

Anhar punya sikap yang lucu dan unik. Kalau kita lagi dibagiin duit sangu oleh Pak Nyalla, dia tanya ke yang lain, "kamu dapat berapa?" kalau bagiannya beda, dia langsung naik ke Pak Atjo. Dia minta kekurangannya, walaupun hasilnya dapat dipastikan, disemprot Pak Atjo. Kalau disuruh beli rokok ama tamu, dia lebihkan satu untuknya, buat apa? kalau ada orang butuh rokok, bisa dia jual. Dia punya helm merah yang tidak bisa disentuh yang lain. 

Enal? tampang gateng mirip koko-koko ini bertampil laiknya benar-benar mahasiswa, walaupun rupanya tidak sedikit korban. Silih berganti korban diajak ke kantor, dan selalu baru. Kini dia seorang pengacara, semoga kebiasaan memburu korbannya sudah berhenti. 

Dan saya punya kesibukan sendiri. Pilihannya, kalau ndak cari tempat makan baru ya nonton bioskop di Delta. Sampai yang jaga hapal, "mas iki rek, langganan". 

Kita sama-sama pernah bertanya,"apa kita bisa jadi orang ya?" (maksudnya sukses seperti tamu-tamunya Pak Nyalla). Waktu itu kami hanya penonton, kami hanya pengagum yang entah kapan bisa mencapai puncak sukses seperti mereka. Sementara kami hanya menyimpan respect, mau jadi seperti mereka rasanya juga tidak mungkin, bapak saya tani emak saya pedagang sayur di pasar Kanigoro Blitar.

Sebelum tamu Pak Nyalla pulang kita jaga di depan. sengaja kami lempar senyum, barangkali ada lemparan balik lembaran kertas. Yah, kalau gak dikasih apa-apa juga gak papa. Sampai akhirnya kita betul-betul hapal, mana petinju dan mana pesilat. Kalau Petinju dia tidak akan membuka jarinya alias ndak mungkin kasih/ pelit. Tapi kalau pesilat, dikit-dikit panggil dan kasih uang. 

Hari menggembirakan jika Pak Nyalla pulang sore. Hampir dipastikan, kalau ndak makan di "Ayam Goreng Pemuda" ya Nasi Goreng Walikota Mustajab "Nasi Goreng dan Mie Atreop". Kadang-kadang pula ke Soto Ayam Pak Sadi Ambengan. Yang jelas, di kantor ini, urusan makan, Pak Nyalla tidak pernah melupakan kita. Tidak pandang kita apa, siapa, punya apa, semua diajak makan. Dan Pak Nyalla tidak pernah ngasih perintah atau minta tolong ke orang yang sedang makan. Pasti dia minta selesaikan makan sampai habis, baru dia minta tolong. Yah, kebahagiaan-kebahagiaan kecil itulah yang kita kumpulkan dari hari ke hari. 

Kembali ke Lantai 2 Jaksa Agung Suprapto. Disinilah saya dipanggil ke ruangan (sekira tahun 2009), itu momen setelah kelulusan S1. Pak Nyalla ngomong "setelah ini kamu mau kemana? kalau bisa teruskan sekolahmu, mumpung saya masih bisa biayai." Disinilah, saya sebagai anak seorang yang dulu Guru dan Petani, Seorang emak yang pedagang pasar, merasa diangkat derajatnya. Saya tidak pernah disuruh kerja di kantornya, saya justru disuruh untuk belajar dan belajar. Walhasil, saya bisa menyelesaikan dan mendapat gelar Magister Hukum Unair dan diangkat sumpah sebagai advokat tahun 2014.

Dan di jam 16.03 wib ini, rasanya ingin melihat rekam laku dan jejak langgah dimana saya "ngenger" belajar tertatih tatih dengan pengawasan dan bimbingan Pak Nyalla. Dan kami sadari bahwa proses pelatihan itu pasti pahit, tapi hasilnya inysa Allah akan lebih manis dari lautan madu.   

Jaksa Agung Suprapto 21 ini menyimpan banyak cerita..... tunggu ya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline