Lihat ke Halaman Asli

Akun Anonim, Antara Belenggu Pujian dan Semangat untuk Terkenal

Diperbarui: 20 Mei 2016   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, http://ardachandra.files.wordpress.com

Kisah sukses bitcoin menjadi mata uang virtual dunia yang membuat “sistem ekonomi sendiri” yang sangat menakutkan hampir seluruh Negara sampai saat ini masih meninggalkan misteri besar tentang Penemu Algoritma Bitcoin. Menjadi menarik ketika disatu sisi begitu banyak orang biasa-bisa yang tiba-tiba menjadi luar biasa terkenalnya karena media sosial dan disisi kutub yang lain tidak sedikit yang hanya meninggalkan jejak kebesarannya di dunia maya yang terus memaksa kita untuk mencoba menyibak rahasia sosok misterius di balik jejak yang ditinggalkan. Satoshi Nakamoto nama yang disebut sebagai penemu bitcoin menjadi nama yang begitu anonim di dunia maya tanpa diketahui dengan pasti sosok orangnya.

Akun Anonim, akun palsu, akun abal-abal akun tidak jelas atau apapun namanya yang jelas mereka adalah orang-orang yang  menulis, beropini dan memanfaatkan media sosial dan beraktifitas di dunia maya tanpa ingin diketahui identitas pribadi mereka oleh orang lain. Bisa dimengerti dengan perilaku banyaknya orang  yang memanfaatkan media sosial dan berlindung di balik akun palsu untuk melakukan hate speech kepada orang lain maupun kelompok lain dan kita pun sangat mahfum apa sebenarnya tujuan orang-orang tersebut

Tetapi tidak semua yang bersembunyi di akun anonomi mempunyai otak kotor hanya untuk sekedar mengumpat, memaki dan memuaskan nafsu kebencian. Mereka rela untuk tidak mempunyai nama dan berusaha untuk selalu jujur dalam menuangkan ide, analisis, pikiran mereka serta karya-karya yang bisa dibilang sangat brilian.

Dengan menggunakan akun anonim mereka bisa merasakan free feel dalam menulis, beropini dan berkarya tanpa terbelenggu oleh pujian dan terhidar dari semangat untuk terkenal. Dalam keseharian pun kita mengenal banyak orang-orang yang meng-anonim-kan dirinya dengan hanya menggunakan nama Hamba Allah meskipun menyumbang dalam jumlah yang banyak, Eduard Douwes Dekker bisa menjadi contoh bagaimana seorang yang jelas-jelas londo melawan negaranya sendiri dengan menyamarkan dirinya dengan nama Multatuli dalam tulisannya tidak lain hanya untuk mengungkapkan kesewenang-wenangan dan korupsi pejabat belanda di Indonesia.

Tulisan Akun Anonim di Media Sosial

Banyak yang menggunakan akun anonim yang menulis dan beropini dengan sangat lugas dan benar-benar  “dalam” dalam menjelaskan mengungkapan sesuatu. Mungkin karena tanpa beban, iklhas dan tanpa mengharapkan pujian sehingga lahirlah tulisan yang enak untuk dibaca, alasan lain mungkin mereka menulis dengan menggunakan akun anonim agar karya mereka tetap menjadi milik mereka sendiri tanpa seorang pun yang dapat menjadikan daftar pustaka, bagaimana bisa dijadikan rujukan penulisnya saja tidak jelas. Untuk dijadikan kutipan saja sudah tidak mungkin, kutipan kok sumbernya anonim.

Apalagi hendak dijadikan sebuah buku sungguh sangat mustahil, tidak bisa di pungkiri itulah cita-cita sebagian besar penulis di media sosial ingin terkenal kalau bisa tulisannya menjadi sebuah buku atau minimal bisa menjadi kutipan bagi penulis-penulis lain. Sedari awal penulis dengan akun anonim sadar dengan sebanar-benarnya sadar bahwa sebaik apapun yang ditulis, mereka tidak akan terkenal tapi disitulah seninya menjadi penulis dengan akun anonim, mereka dapat terus ikhlas menulis tanpa mengharapkan Pujian.

Bukan berarti tulisan dari akun yang jelas benar penulisnya tidak lugas dan tajam, sangat banyak bahkan lebih banyak dari akun anonim tulisan yang sangat “renyah” untuk dibaca, tapi kalau dengan menggunakan akun anonim bisa dipastikan bahwa tulisan Assaro Lahagu akan lebih tajam dari yang saya baca, dan tulisan Si Angry Bird Merah tidak akan segahar sekarang kalau berani menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.  Salam santun dari saya Seorang Petani benaran bukan petani Anonim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline