Memancarkan suara lewat sebuah kawat listrik bernama radio jelas sudah tidak asing bagi manusia. Tetapi ini tidak hanya sekadar radio yang diciptakan Guglielmo Marconi tetapi adalah perjalanan di kota sepi wisata dengan sejarah yang tidak diurus tampaknya.
Kegiatan susur gang yang berlangsung setiap hari Selasa dan Jum'at menjadi sesuatu hal yang menarik. Bagaimana tidak kegiatan yang biasanya dimulai dari Kedai Kopi Kuburan atau Red Front K.S. Tubun dalam ini membawa kita menyusuri lebih dalam kehidupan urban kota Samarinda.
Memasuki setiap sisi gang-gang kecil kota Samarinda dengan lajur bukit dan kelok-kelok kecil jelas jarang orang tau seperti apa manusia mahakam berkegiatan. Seperti yang sempat saya bincangkan dalam sebuah perjalanan susur ini dengan dosen saya ,Pak Vinco, "Kalo orang berani naik motor lewat sini pak, mentalnya udah jadi kalo hujan bisa-bisa nyemplung ke downhill PS2."
Selain kegiatan menyusuri gang kita dibawa melihat kehidupan masyarakat Samarinda pada umumnya yang jarang dijamah kehidupan jalan besar perkotaan. Bahkan dalam setiap perjalanan ada saja hal yang tidak terduga menemani kehidupan keseharian masyarakat tapi seperti ya sudah... terlewat begitu saja oleh kawula samarinda.
Dalam beberapa perjalanan bahkan membawa kita menemukan hal-hal tidak terduga. Misalnya pada sekitaran Jl. Raudah dan Siti Aisyah terdapat bukit yang membawa kita pada pemandangan indah dari gedung besar yang ikonik Big Mall hingga jembatan Mahkota II. Bahkan, di Jl. Bukit Barisan sekitar Rumah Sakit Dirgahayu terdapat sebuah sumur tua yang kalo katanya dapat jadi pelancar jodoh kalo kita mencuci wajah dengan airnya.
Namun, yang paling menarik dari banyak hal yang sempat saya temui dalam kegiatan ini adalah sebuah gedung tua. Gedung tua yang menjadi sebuah alat vital dalam menyampaikan informasi kepada rakyat Indonesia di Kota Samarinda melalui alat yang diciptakan Guglielmo Marconi yaitu radio.
Gedung tua ini kami susuri melalui jalur belakang yang terhubung dengan dinding sebuah warga yang bolong dan ternyata juga mengarah ke dalam PDAM Tirta Kencana Samarinda.
Ketika menginjakan kaki pertama kali ke sekitaran wilayah ini yang saya dapat lihat bahwa gedungnya memang sudah nampak tua, tetapi tampak gedung tua ini menjelaskan bahwa ini bukan gedung biasa. Pandangan depannya telah menunjukan gambaran sungai Mahakam yang luas dengan Gereja Katedral yang berdiri megah di depannya.
Mas Yus, acap kali di sapa begitu yang biasa menjadi pendamping dalam menyusuri kehidupan urban masyarakat samarinda sempat menduga, "gedung itu merupakan gedung tua bekas kolonial." Mengapa demikian? karena ia sudah beberapa kali melewati tempat tersebut, tetapi hanya dapat sekedar dugaan karena tidak ada informasi jelas tentang gedung ini.
Dugaan itu diutarakan oleh beliau karena kawasan PDAM Tirta Kencana ini dahulu merupakan sebuah kolam renang pertama di kota Samarinda yang berdiri 1932. Hal ini juga terdapat dalam tulisan beliau yang didukung oleh catatan seorang Belanda bernama Albert Gellisen (Belanda Loa Kulu) yang menjelaskan bahwa kolam itu tidak terlalu besar tetapi begitu jernih dan bersih. Tetapi itu awalnya hanya sebuah duga praduga seorang individu saja.
Ketika perjalanan pertama saya melewati gedung ini bersama kawan yang lain yang mungkin sudah beberapa kali melewati gedung ini tetapi tidak tau sebenarnya ini dahulu gedung apa. Maka kami mendapat keberuntungan hari itu karena bertemu seorang pria paruh baya yang sedang duduk memberi makan ayam-ayamnya disekitaran gedung tua tersebut.
Jelas sebagai manusia timur yang kata Soekarno, "memiliki kekuatan batin dan rasa ramah tamah kegotong-royongan," maka saling sapa menyapa romobongan susur gang dengan pria tersebut terjadilah hingga basa-basi yang menjadi pemantik sebuah informasi baru dan membawa pergi informasi yang sudah lama hanya jadi praduga. Sehingga dalam puncak basa-basi itu akhirnya menambah catatan baru dalam otak kami (rombongan susur gang) dengan ujarnya "Dahulu gedung tua ini adalah kantor lawasnya RRI, yang sekarang pindah ke M.Yamin."
Wah...fakta baru lagi bahwa kota Samarinda yang penuh dengan fakta yang jarang manusianya sendiri tau. Sebuah gedung bersejarah yang tidak terurus ini dapat dikatakan adalah sebuah arsip sejarah yang harusnya dapat dirawat, apalagi ini sebuah kantor radio yang merupakan alat komunikasi yang begitu penting bagi masyarakat bahari.
RRI (Radio Republik Indonesia) Samarinda sendiri melalui safari melalui internet telah berdiri sejak 20 Mei 1954 yang faktanya kekuatan listrik pemancarnya hanya 250 watt. Gedung ini sekarang tepat berdiri di Jl. Tirta Kencana No 01, Kelurahan Bugis, Kecamatan Samarinda Ulu.