Netralitas birokrasi terhadap partai politik di Indonesia merupakan elemen kunci dalam menjaga profesionalisme dan efektivitas pemerintahan.
Birokrat harus bertindak sebagai pejabat yang tidak memihak dan bekerja berdasarkan kepentingan bangsa, bukan kepentingan partai politik tertentu.
Namun dalam praktiknya, netralitas birokrasi seringkali terancam oleh campur tangan politik, terutama menjelang pemilu atau ketika partai politik tertentu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemerintah.
Menurut saya, agar tindakan yang diambil tidak semata-mata bertujuan memperkuat posisi partai politik tertentu, tetapi benar-benar ditujukan untuk kepentingan masyarakat luas, maka netralitas birokrasi harus dijaga dengan ketat.
Ketika birokrasi terkena tekanan politik, keputusan kebijakan menjadi terdistorsi dan pegawai negeri menjadi kurang profesional.
Hal ini juga menciptakan ketidakadilan, khususnya dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri sipil, yang lebih dipengaruhi oleh afiliasi politik dan bukan kemampuan.
Studi kasus terkait adalah pengangkatan pegawai negeri sipil daerah di Indonesia, yang dalam beberapa kasus mempunyai unsur politik.
Misalnya, pada penyelenggaraan Pilkada 2020, banyak pemberitaan yang menyebut para pemimpin daerah menggunakan pengaruhnya untuk mengirimkan birokrat yang memiliki koneksi politik ke partai politik yang didukungnya.
Bahkan, ada dugaan sejumlah birokrat dikerahkan untuk memenangkan kandidat tertentu dengan memberikan keuntungan kepada partai politik pendukungnya.
Kasus lain yang sering dikaitkan dengan pelanggaran netralitas birokrasi adalah penunjukan pejabat senior pemerintah atau kementerian, dimana individu yang memiliki kecenderungan politik dipilih untuk posisi strategis tanpa memperhatikan kemampuan teknis yang diperlukan.
Situasi ini jelas mengganggu kinerja birokrasi dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.