MEREKA, "The Seven Sleepers". Personilnya; Maxalmena, Martinus, Kastunus, Bairnus, Danimus, Yathbunus dan Thamlika. Siapa mereka? tanya teman itu. Mereka bukan group band, kata saya. Seventeen, Sheila On-7, misalnya. Pula, bukanlah "The Seven Band", Langhorne, di Irlandia sana yang personilnya hanya lima. Tapi kata mereka, "kedua sisanya, siapa saja yang mau menikmati sajian musik kami". Dan "The Seven Sleepers", tujuh orang. Satunya lagi, Qithmir, seekor anjing.
Saking hebatnya, kisah "The Seven Sleepers", ikut diurai dalam -- surah ke-18 -- al-Qur'an. Masa sih? tanya teman itu, seolah tak percaya. Ya!, tegas saya. Mitologi Kristen menamai, "The Seven Sleepers". Tapi al-Qur'an menyebut, "Ashabul Kahfi". Para sahabat; "ashabul". Mitologi Kristen, menyebut tujuh orang. Tapi Al-Qur'an, tak menyebut jumlah pastinya. Andai ada disebut itupun asaathir, dongeng orang terdahulu. Tiga, lima, atau tujuh, juga seekor anjing. Allah maha tahu!.
Mereka, mitologi orang-orang terdahulu. Hidup di tahun 249-251 Masehi. Konon ada di Amman Yordania. Mereka, tulis Emha Ainun Nadjib -- caknun.com -- me-"Lockdown 309 tahun". Berbuat menyerupai apa kita lakukan saat ini. Era kecanggihan tekhnologi, kala Covid-19, si Coronavirus tak mewujud itu, datang. Kita "Stay at Home". Sementara mereka, Al-Qur'an mengurai, "Stay at Gua". Ketiduran selama 300 tahun dan sembilan tahun. 309 tahun? Ya! Lalu kita, sampai kapan?
Entah! Tak hanya Youval Noah Harari juga Karen Armstrong, dua ilmuan terkemuka itu, menulis di banyak buku. George Orwell saja, dalam novelnya, "Animal Farm" (2019) -- diterjemah dalam ragam bahasa dunia itu -- mengkapitalkan, demikian takdir seluruh mahluk hidup. Andai merasa terancam, melawan? Atau menghindar mencari perlindungan? Kepiting kecil di pantai, didekati, berlari masuk lubangnya. Daun putri malu mimosa pudica, jika hendak disentuh pun merunduk.
"The Seven Sleepers", oleh mitologi Kristen, menekankan perbuatan mereka. "Sleepers", orang ketiduran. Al-Qur'an menekan pada diksi tempat. "Kahfi", gua. Benar, mereka orang-orang yang ketiduran, memilih berlindung dalam gua. Mereka menghindari "virus" Kekaisaran Romawi, raja Diqyanus yang bengis dan batil itu. Jauh sebelum itu, manusia purba, juga dalam gua. Berteduh, berlindung dari binatang buas. Desain rumah di atas permukaan tanah -- juga maksudnya sama.
Dunia bintang mengenal hukum rimba, karnivora dan omnivore. Dunia manusia, "homo homini lupus" jelas Thomas Hobbes. Itulah kenapa Qithmir, seekor anjing, turut dalam hikayat. Mahluk hidup, jika gentar, khawatir bakalan ditakluk pihak pengancam, akan menghindar.
Andai merasa lebih kuasa, melawan! Bangkan memangsa! Kenapa? Tanya teman itu lagi. Makhluk hidup takut mati. Hmm ingin tetap hidup. Mempertahankan hidup, wajib! Juga menghadapi si Coronavirus?
Sedungu apa fikiran manusia purba, tidak plongo-plongo amat. Sebuas apa memangsa binatang buas, stay di gua juga. Sekuat apa, manusia memangsa, kala Covid-19, si Coronavirus yang takut busa sabun itu datang, manusia "Stay at Home" juga. Lebih lemah. Namun bukan gentar, itu ke-tawadlu-han. Tak ingin sehat sendiri. Takut menjangkiti. Bukan dijangkiti. Allah SWT (QS 18 : 16) menjanji "The Seven Sleepers" tak di gua lagi, sesuatu yang berguna bagi banyak urusan. Sabar!
Makassar, 06 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H