[caption caption="Photo: Liputan6.com/Angga Yuniar"][/caption]
Selama sepekan, 8–13 Februai 2016 yang lalu, Toyota Motor Corp menghentikan sementara aktifitas produksi di seluruh pabriknya di Jepang. Keputusan diambil produsen mobil terlaris di dunia itu ---- di 2015 rata-rata terjual 1 unit mobil Toyota tiap 3 detik --- diakibatkan oleh meledaknya pabrik baja, Aichi Steel, yang menjadi pemasok utama bahan baku digunakan memproduksi suku cadang, mesin, transmisi hingga sasis mobil berlogo kepala kijang itu.
Kabar buruk tentang industri otomotif, tidak hanya tersiar dari negeri matahari terbit, tetapi juga di Indonesia. Produsen otomotif asal Amerika Serikat, Ford Motor Company mengambil sikap untuk menarik perusahaannya di Indonesia. Bahkan juga di negeri Sakura, Jepang. Lea Kartika Indra, Direktur Komunikasi Ford di Indonesia, berdalih bahwa hengkangnya mereka karena operasi bisnis mobil Ford di kedua negara itu, tidak lagi memiliki prospek yang cerah.
Berdasar data disampaikan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAKAINDO), menunjukkan jika penjualan mobil Ford di Indonesia memang tiap tahun terus tergerus. Di tahun 2015 lalu, penjualan mobil Ford hanya 4,986 unit. Menurun 58,4 % dari capaian 2014, yaitu 1.008 unit. Dan Lea Kartika tidak menampik data GAKAINDO, bahkan membenarkan jika data seperti itu menjadi alasan utama perusahaan mereka hengkang dari Indonesia.
Tapi pada perkembangan terakhir, tidak hanya Ford Motor Company yang mengambil sikap keluar dari Indonesia, belakangan diketahui bahwa sejak April 2016 nanti, dua perusahaan raksasa di bidang elektronik asal Jepang, Panasonic dan Toshiba, juga menegaskan sikapnya yang sama untuk segera hengkang dari Indonesia. Pabrik kedua perusahaan itu, mengambil langkah sama dilakukan produsen mobil Ford. Menghentikan operasinya di Indonesia.
Alasan penutupan pabrik Panasonic dan Toshiba, nyaris sama dengan Ford, tidak lain adalah juga karena melemahnya daya beli masyarakat Indonesia diakibatkan persaingan pasar yang sangat beragam. Apalagi persaingan produksi elektronik negara lain, mulai mendominasi pangsa pasar di Indonesia. Akibanya, penjualan produk mereka secara drastis ikut menurun. Terlebih lagi pelemahan ekonomi dunia ikut mempengaruhi investasi sektor manufaktur.
Jika hengkangnya sejumlah perusahaan raksasa itu dari tanah air dengan dalih karena daya beli masyarakat menurun, tentu akan ikut memberi dampak pada tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional, yang dipatok 5,3 % dalam APBN 2016. Padahal pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat memberi keleluasaan dan keringanan bagi para pengusaha untuk berinvestasi secara baik di Indonesia
Memang sangat anomali, lain diharap, justru sebaliknya terjadi. Bahkan risiko paling berat dihadapi Indonesia ke depan akibat hengkangnya Ford, Panasonic dan Toshiba, perusahaan raksasa itu, karena melahirkan puluhan ribu penganggur akibat pemutusan hubungan kerja. Hendak ke mana mereka disalurkan?. Menteri Perdagangan RI, Thomas Lembong hanya bisa berucap, “Hengkangnya investor kelas kakap itu, tentu kita patut sesali”. Hanya sebatas itu.
Makassar, 11 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H