Lihat ke Halaman Asli

KMP Akhirnya Hancur Lebur

Diperbarui: 3 Februari 2016   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo: VIVAnews/Anhar Rizki Affandi"][/caption]

Melalui Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), di Jakarta, akhir pekan kemarin, Partai Golkar akhirnya bersepakat, mereposisi sikap politiknya. Jika sebelumnya ikut bergabung bersama sejumlah partai politik dalam kelompok Koalisi Merah Putih (KMP), untuk berposisi sebagai partai penyeimbang, yang berada di luar kekuasaan pemerintahan Jokowi-JK, maka setelah Rapimnas, Partai Golkar berbalik arah menjadi salah satu partai penyokong pemerintah.

Langkah ditempuh Partai Golkar, menyusuli langkah yang lebih awal telah ditempuh sekian mitra koalisinya di KMP, seperti PAN, PPP dan kemungkinan juga PBB. Maka praktis, partai politik di KMP hingga saat ini, hanyalah tersisa Gerindra dan PKS. Keduanya tetap kukuh dan merasa lebih tepat dan nyaman untuk tetap saja menjadi partai politik penyeimbang. Guna mengemban peran oposisi, dalam rangka menjalankan fungsi politik chekc and balances.

Setelah hengkangnya sekian partai politik mitra koalisi KMP itu, maka praktis keseimbangan kekuatan politik nasional menjadi buyar. Padahal kekuatan KMP sebelumnya jauh dominan dibanding gabungan partai politik seterunya di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebagai partai penyokong pemerintah. Maka praktis pula kekuatan Gerindra (73 kursi) di DPR-RI, dan PKS (40) makin melemah untuk mengimbangi kekuatan gabungan partai penyokong pemerintah.

Jika sebelumnya partai penyokong pemerintahan Jokowi-JK, hanya 202 kursi, yakni dari PDIP 109 kursi, PKB (47), Nasdem (36), dan Hanura (10), maka setelah Partai Golkar (91), PPP (39) dan PAN (48) menyatakan ikut bergabung menjadi penyokong, maka praktis kekuatan partai penyokong pemerintah makin menguat dengan 410 kursi. Sementara gabungan KMP yang semula 243 kursi, kini tersisa hanya 113 kursi. Demokrat 61 kursi, memilih berada di tengah.

Berdasarkan pergeseran kekuatan politik nasional seperti itu, maka kekuatan pemerintahan Jokowi-JK dengan sendirinya semakin kuat, sehingga dalam menjalankan pemerintahannya, juga dengan sendirinya akan jauh lebih stabil. Sebab seperti dipahami, terbelahnya kekuatan politik nasional, pada mulanya bersumber dari perbedaan dukungan partai politik pasangan kandidat Pilpres 2014, yakni antara pasangan Jokowi-JK (KIH) versus Prabowo-Hatta (KMP).

Perpindahan haluan dukungan politik Partai Golkar, PPP dan PAN, seperti jauh sebelumnya telah diramalkan oleh sejumlah pengamat, bahwa pilihan partai politik untuk berada di luar pemerintahan tidak akan berlangsung lama. Tak lain karena partai politik di Indonesia masih memiliki ketergantungan politik pada kekuasaan. Baik berupa ketergantungan yang bersifat idealis, terlebih lagi pada ketergantungan pada kepentingan yang praktis, bahkan pragmatis.

Salah satu bentuk ketergantungan itu, bahwa partai politik di Indonesia belum sepenuhnya memiliki otonomi. Bahwa sekalipun seluruh partai politik mengatur kedaulatannya berada di tangan masing-masing anggotanya, tapi posisi pemerintah tetap sebagai penentu keabsahan kelembagaan dan pengakuan kepengurusan partai politik. Bergesernya haluan Partai Golkar, PPP dan PAN, tidak lebih kurang karena soal itu, sehingga KMP sendirinya juga hancur lebur.

Makassar, 28 Januari 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline