Lihat ke Halaman Asli

Kukuh Merevisi UU KPK

Diperbarui: 8 Oktober 2015   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo: KOMPAS/RODERICK ADRIAN MOZES"][/caption]

Pekan ini, Badan Legislasi DPR-RI kembali menunjukkan kekukuhannya untuk merealisasikan niat yang sejak mula telah diagendakan dalam Prolegnas. Merevisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal salah satu materi Prolegnas 2015 itu, telah disepakati pada pertengahan tahun, antara DPR-RI dan Presiden RI, untuk menunda rencana revisi itu. Alasannya bahwa UU dimaksud masih tetap relevan dan sesuai kebutuhan saat ini.

Entah karena pertimbangan apa, karena usul untuk merevisi UU ini sebelumnya datang dari pemerintah, tapi pada perkembangannya justru berubah menjadi hak inisiatif anggota DPR-RI. Salah satu diantara empat fraksi yang setuju melakukan revisi, adalah Fraksi PDI-P paling kukuh untuk mewujudkan niat itu. Anggota Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu mengemukakan bahwa semangatnya adalah untuk memperkuat KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Kekukuhan Fraksi PDI-P, sejalan dengan keinginan Menkumham, Yasonna Laoly. Kader PDI-P di pemerintahan itu berdalih, bahwa UU KPK masih punya masalah kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi. Untuk itu, ia berharap agar sekian kewenangan KPK ditinjau ulang. Diantaranya kewenangan penyadapan agar tak berimplikasi pelanggaran HAM. Juga tentang penuntutan agar sejalan kewenangan kejaksaan, serta KPK membentuk Dewan Pengawas.

Menindaklanjuti usulan Yasonna itu, maka terbilah draf RUU revisi UU nomor 30 tahun 2002 yang setidaknya berisi sekian pasal yang kontroversial. Pertama, membatasi keberadaan KPK hanya berusia 12 tahun. Kedua, KPK tak boleh lagi menangani kasus korupsi di bawah Rp. 50 Milyar. Ketiga, boleh menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Keempat, Penyidikan KPK harus seizin Ketua Pengadilan. Kelima, KPK tanpa kewenangan penuntutan.

Mencermati usulan sekian pasal revisi itu, sulit dingkari bahwa baik pemerintah dan sekian anggota DPR-RI, memiliki niat untuk melucuti kewenangan dimiliki KPK. Bahkan punya niat membubarkan lembaga anti rasuah itu hanya berusia hingga 12 tahun ke depan. Itu sebab, Wakil Ketua non-aktif KPK, Bambang Widjojanto mencurigai ada kepentingan lain dibaliknya yang justru mengatasnamakan bahwa revisi UU KPK dilakukan demi penguatan peran KPK.

Para pimpinan KPK, pun menyadari adanya kepentingan lain di balik revisi itu. Makanya KPK mengeluarkan sikap resmi yang berisi enam poin penolakan revisi UU KPK. Mereka tak sudi kewenangan KPK dilucuti. Pelaksana Tugas Ketua KPK, Taufieqrachman Ruki, berpendapat t bahwa untuk merevisi UU KPK lebih baik menunggu dituntaskannya revisi UU KUHP, KUHAP, Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, serta revisi UU Pencucian Uang.

Tapi sekuat apapun penolakan yang dilakukan, PDI-P tetap bersikukuh. Anggota Fraksi PDI-P, Arteria Dahlan, bahkan menjanjikan jika fraksinya akan mengerahkan kekuatan penuh untuk merevisi UU KPK secepatnya, sekalipun langkah dilakukan tidaklah populis. Adakah upaya itu sejalan dengan apa pernah diungkap Megawati, bahwa KPK memang hanya lembaga ad-hoc, setiap saat bisa dibubarkan. Lalu apa maksud dilakukan revisi disaat PDI-P sedang berkuasa?

Makassar, 08 Oktober 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline