Lihat ke Halaman Asli

Penerbangan Berisiko

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422618721410096436

[caption id="attachment_348722" align="alignnone" width="622" caption="Photo: suaracomunikasi.com"][/caption]

Oleh Armin Mustamin Toputiri

Kisah tragis jatuhnya pesawat (terbang) komersil, Air-Asia QZ8501, di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalteng, saat penerbangan dari "Juanda" Surabaya menuju "Changi" Singapura, yang menelan korban 165 penumpang dan crew itu, benar-benar memilukan. Di balik duka cita mendalam, belakang hari terungkap jika penerbangan yang naas itu, terjadi kesalahan prosedur. Jadwal terbang bukanlah Minggu tapi mestinya Sabtu.

Sebagaimana terungkap dalam pemberitaan media, penerbangan AirAsia QZ8501 yang naas 28 Desember 2014 hari itu, juga tidak sedang mengantongi izin dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub RI, untuk berada di jalur itu. Tak hanya merubah jadwal terbang yang sedianya Sabtu dipindah ke Minggu, tetapi juga karena AirAsia memang tak memperoleh izin terbang di rute penerbangan internasional, datang dan pergi, Surabaya-Singapura.

Bagaimana mungkin kekekeliruan yang nyata seperti itu bisa terjadi dalam penerbangan yang mengangkut ratusan jiwa untuk melintasi udara di wilayah dua negara berdaulat. Tapi fakta seperti itu memang telah terjadi. Pihak Otoritas bandara dan Air Navigation, sekalipun mengetahui jika penerbangan AirAsia QZ8501 di jalur itu illegal, tetapi tak juga mengambil sikap dan tindakan. Tentu adalah juga pelanggaran telah melakukan pembiaran.

Bahkan setelah Kemenhub RI menelisik lebih jauh, tersingkap bahwa ternyata bukan hanya AirAsia melakukan pelanggaran sama, tapi juga ada sekian maskapai domestik. Terbukti ketika Kemenhub RI menjatuhkan sanksi pembekuan rute lima maskapai domestik yang melanggar. Garuda Indonesia (4 pelanggaran), Lion Air (35), Wings Air (18), Trans Nusa (1), dan Susi Air (3). Jika dijumlah, ada 61 rute illegal yang sekian waktu berlangsung.

Artinya bahwa berdasar sanksi pembekuan rute lima maskapai yang diterbitkan Kemenhub RI, semakin memberi bukti nyata, bahwa telah sekian lama perlintasan penerbangan di negeri ini, berlangsung tidak semestinya. Berada di jalur illegal dan melintas di waktu yang memang bukan semestinya. Sungguh suatu kekeliruan yang memiliki risiko besar. Dan semua itu terjadi, konon karena telah terjadi praktek “mafia” penerbitan izin rute.

Itu sebab, sehingga Menhub RI, lgnasius Jonan, sesegera mungkin melakukan evaluasi dan audit kinerja bawahannya di Indonesia Slot Coordinator (IDSC), bahkan menjatuhkan sanksi kepada sekian orang bawahannya. Tentu patut diberi apresiasi dan dukungan sepenuhnya. “Mereka patut mendapatkan sanksi berat, sebab mengatur rute penerbangan, bukanlah sesederhana mengatur jalur angkot semaunya kondektur”, tegas Jonan dengan nada tinggi.

Tetapi disaat mantan Dirut Kereta Api itu bertindak tegas, sebaliknya mendapat protes pengamat penerbangan. Menurut mereka, pembekuan izin penerbangan dilakukan Jonan tidaklah bijak, karena akan memperburuk citra maskapai penerbangan domestik di mata internasional. Alhasil, Jonan belakangan menganulir sanksi yang ditimpakan pada sekian maskapai. Audit dilakukannya terbukti keliru. Sungguh kekeliruan yang juga berisiko besar.

Makassar, Januari 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline