JOKO Widodo (Jokowi) sesungguhnya adalah seorang presiden yang sangat memimpikan terwujudnya perubahan positif yang besar di negeri ini. Buktinya, ia sejak awal telah memilih dan bertekad untuk menjalankan “Revolusi Mental”, terutama di lingkungan pemerintahan dan juga di dunia pendidikan.
Sayangnya, sampai hari ini mimpi Presiden Jokowi tersebut masih sangat sulit untuk dapat diwujudkan. Lihat saja, di lingkungan pemerintahan hingga hari inipun masih saja terlihat adanya sebagian besar pejabat yang bermental “raja”, bermental “bisnis”, dan bermental “manis kata”.
Disebut bermental “raja” karena sebagian besar pejabat negara saat ini masih bertindak seolah-olah sebagai raja yang harus mendapat pelayanan penuh dari negara dan rakyat.
Disebut bermental “bisnis”, karena saat ini masih saja ada pejabat yang memanfaatkan jabatannya sebagai kesempatan untuk membesarkan bisnisnya demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dari negara.
Sedangkan disebut bermental “manis kata”, karena masih saja ada pejabat negara yang saat ini tahu dengan banyaknya situasi dan kondisi buruk yang bermunculan dalam ruang lingkup tugasnya namun hanya pandai “bermanis” kata, --dulu dikenal dengan istilah “ABS: Asal Bapak Senang”.
Dan, ketiga mental pejabat tersebut di atas itulah sesungguhnya yang membuat Indonesia sangat sulit untuk menjadi negara hebat yang berkembang pesat, dan bahkan menjadi penghambat utama dalam mewujudkan kecerdasan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Lihat saja! Karena mental para pejabat yang bobrok tersebut, rakyat dan kondisi negara ini kini makin menjadi kacau dan sangat memprihatinkan. Di mana-mana terjadi tindakan kriminal, tidak hanya di lakukan oleh para penjahat ulung, tetapi juga telah banyak dilakoni oleh para pelajar: seperti pemerkosaan, pembunuhan, pelecehan seksual, pesta seks serta narkoba, dan lain sebagainya.
Sungguh, kondisi bangsa dan rakyat saat ini bagai anak ayam yang kehilangan induknya! Rakyat ditekankan agar membayar pajak, namun sejumlah pejabat negara tinggi malah menghindari pajak (misalnya, panama papers); juga rakyat ditekankan agar tidak melakukan pelecehan seks dan mengonsumsi narkoba, namun sejumlah pejabat tinggi malah ikut melakukannya.
Kondisi buruk tersebut kemudian diperparah dengan adanya pejabat negara yang hanya memandang situasi tersebut dengan “bermanis” kata dan juga bersilat lidah.
Misalnya di dunia pendidikan, sudah tahu jika saat ini betapa banyak bermunculan peristiwa kriminal yang dilakukan oleh sejumlah pelajar, namun pejabat berkompeten (seperti menteri pendidikan) hanya terlihat “tenang-tenang” saja tanpa buru-buru mengambil langkah perbaikan yang mendasar, bahkan terkesan melemparkan penanganannya kepada pihak lain.
Seperti diketahui, bahwa hati rakyat saat ini sangat tersayat-sayat dan amat resah dengan banyaknya peristiwa kriminal yang bermunculan di kalangan pelajar, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Sementara, Menteri Pendidikan Anies Baswedan tak bisa berbuat banyak kecuali hanya “bermanis” kata dan “bersilat” lidah. Jika hanya mampu demikian, orang awam pun bisa menjadi menteri pendidikan.