AKHIR-akhir ini begitu gencar diberitakan tentang isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat tinggi di negara ini. Terlepas benar atau tidaknya penyadapan tersebut, yang jelas telah berhasil mengundang perhatian banyak pihak, hingga berbagai pandangan pun bermunculan.
Salah satunya adalah pandangan seorang tokoh wanita "pejuang" kedaulatan rakyat Indonesia, Ratna Sarumpaet, menilai hal tersebut sebagai "Sandiwara Sadap dari Istana Presiden", yang dituangkannya dalam Fanpage-FB miliknya. Berikut secara lengkap kutipan "Press Release" Ratna Sarumpaet:
--------------
SUDAH seminggu Menteri Luar Negeri Indonesia, saudara Marty Natalegawa sibuk dan sangat murka karena Presiden, Isteri Presiden, Wakil Presiden dan para anggota Kabinet konon disadap oleh Amerika - Australia. Presiden pun marah besar konon, karena Isteri beliau termasuk yang ikut disadap.
Apa maksud semua kemarahan itu? Supaya seolah-olah para penyelenggara Negara telah bekerja? Supaya seolah-olah mereka telah maksimal menjaga negeri ini? Atau ini hanya kemarahan sandiwara, sekadar menunjukkan (seperti biasa) bahwa mereka sedang teraniaya oleh ulah Australia?
Sebab kalau penyadapan adalah melanggar Konvensi Internasional, kenapa pemerintah melalui saudara Marty atau Melu RI hanya meminta penjelasan? Kenapa tidak punya keberanian dengan tegas memutuskan hubungan ekonomi politik dengan Australia, misalnya?
Sebenarnya, suka atau tidak, negeri ini sudah terjajah dan yang membuat negeri ini terjajah adalah pengkhianatan, ketamakan dan kebodohan para penyelenggara Negara. Jadi adalah aneh apabila SBY menganggap diri masih berhak marah atas adanya penyadapan Australia karena dia sendiri sebagai kepala Negara nyaris tidak pernah membuat langkah yang menunjukkan ia dengan sungguh-sungguh menjaga “rahasia” Negara Bangsa dari sentuhan Negara-negara Asing.
“Rahasia Negara” tidak semata dokumen inteligen. Kekayaan bangsa ini secara ekonomi, social budaya juga “rahasia Negara” yang harusnya dijaga dan dikelola semata-mata demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa dan itu betul yang secara sadar telah digadaikan. Betul proses menggadaikan kekayaan bangsa ini pada Kapitalis Global sudah berlangsung sejak rezim-rezim sebelumnya, namun penggadaian itu memuncak dan jadi brutal pada rezim Yudhoyono – Boediono dan itu kunci Indonesia tidak lagi mandiri.
Sejak rezim Yudhoyono - Boediono menerbitkan Undang-undang Investasi, rezim ini telah secara sadar membiarkan Modal Asing masuk hingga ke sendi-sendi ekonomi politik bangsa Indonesia dan membiarkan kontrol ekonomi berada di tangan asing. Sejak itu, Indonesia sudah tidak punya kemandirian dan kedaulatan secara ekonomi dan politik. Itu fakta kita.
Jadi, adalah memalukan apabila Pemerintah terus ribut mempersoalkan sadap Negara asing, sementara Pemerintah sendirilah yang membiarkan bangsa ini terjajah oleh kapitalis asing. Suka atau tidak, modal asing telah menguasai Migas kita hingga 70%, Minerba hingga 89%, Sawit 75%, Kelautan 65%, sementara regulasi kita memungkinkan BANK boleh dikuasai asing hingga 90% dan Farmasi/Medis terbuka untuk dikuasai asing, dst.
Jadi Istana, Kabinet dan DPR sebaiknya berhenti meributkan sadap dan bercerminlah. “Kalau tidak ingin kecolongan, kunci Rumah!” Itu seminim-minimnya kesadaran yang masih bisa dilakukan, kecuali ada keberanian mengubah Undang-Undang Investasi Asing, kembali pada amanat para pendiri bangsa ini.
------------
Sumber:
Fanpage (FB) Ratna Sarumpaet / 2A9DE50E. Ketua Presidium Pusat Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H