Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Syam

Terus menulis untuk perubahan

Hasil Pileg “Kolaps”, Bukti Rakyat Tolak Capres Parpol, Jangan Dipaksakan Maju!

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Abdul Muis Syam.

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam."][/caption] LINGKARAN Survei Indonesia (LSI) telah merilis 10 besar hasil quick-count perolehan suara Pemilihan Legislatif (pileg) 2014, berikut adalah hasilnya: 1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP): 19,53% 2. Partai Golongan Karya (Golkar): 15,43% 3. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 11,76% 4. Partai Demokrat: 10,32% 5. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): 9,40% 6. Partai Amanat Nasional (PAN): 7,38% 7. Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 6,91% 8. Partai Keadilan sejahtera (PKS): 6,21% 9. Partai Nasional Demokrat (NasDem): 6,01% 10. Partai Hanura: 5,31% Dari hitung cepat tersebut, terdapat tiga parpol yang berhasil menduduki papan atas perolehan suara, yakni PDIP, Golkar, dan Gerindra. Sayangnya, ketiga parpol papan atas tersebut, tak satu pun yang bisa mengusung pasangan calon (capres-cawapres) karena ketiganya tidak mencapai ketentuan/aturan presidential-threshold. Sehingga, semua parpol papan atas itu dipaksa untuk membentuk koalisi dengan parpol lainnya jika ingin mengusung satu pasang capres. Tapi adakah kita sadari, makna apa sebetulnya yang terkandung dari hasil Pileg 2014 sampai-sampai tak satu parpol pun yang berhasil mencapai presidential-threshold? Mari kita menggali apa maknanya di balik perolehan suara pada Pileg 2014 terhadap seluruh parpol. Bahwa, hampir semua parpol sudah banting tulang (peras otak, peras keringat, peras kantong) dan telah melakukan banyak cara agar dapat mendulang suara maksimal dalam Pileg guna pemenuhan syarat presidential-threshold. Salah satu cara yang dilakukan oleh hampir semua parpol tersebut, adalah dengan tergesa-gesa dan penuh rasa percaya diri memajukan dan “menjual” capres masing-masing melalui etalase publik di berbagai media (elektronik, cetak, online, dsb), yakni beriklan. Selain itu, sebagian besar parpol juga jauh-jauh hari telah mengerahkan mesin politiknya dengan membentuk tim untuk melakukan “gerilya” ke berbagai pelosok tanah air (juga menjelajah di seluruh penjuru dunia internet) sebagai upaya mendekati serta “membujuk” rakyat. Bahkan, ada sejumlah parpol yang begitu gencar “memperkosa” kesucian (idealisme) media massa miliknya demi mewujudkan ambisi kekuasaanya, yakni dengan beriklan (pun berita pesanan) pagi-siang-malam sebagai bentuk pencitraan dan populeritas agar dapat memperoleh simpati pemilih, sekaligus hal itu tentu juga bertujuan agar bisa menaklukkan lawan-lawan politiknya. Lalu setelah itu, apa kemudian hasil dari semua pencitraan yang telah dilakukan oleh para parpol tersebut??? Hasilnya: jumlah suara dari rakyat kepada seluruh parpol pada Pileg 2014 menunjukkan kondisi “kolaps”. Atau dengan kata lain, perolehan suara Pileg tidaklah sebanding dengan besaran usaha keras dari para parpol serta sangat jauh meleset dari yang ditargetkan oleh masing-masing parpol. Yakni, suara Golput (Golongan Putih) menjadi pemenang Pileg 2014, mencapai sekitar 34%, jauh mengungguli suara PDIP, Golkar, dan Gerindra. (klik sumber: LSI). Mengapa sampai bisa begitu??? Begini jawaban sederhananya. Ketika hasil Pileg 2014 dinilai kolaps, di mana tidak satu pun parpol yang bisa mencapaipresidential-threshold dan hanya menempatkan Golput sebagai pemenangnya, maka itu adalah bukti, sekali lagi sebagai bukti yang sangat kuat, bahwa sebetulnya seluruh Capres yang telah diajukan oleh parpol sama sekali dinilai tidak akan mampu mengatasi masalah-masalah bangsa dan negara kita. Bahkan diyakini, para capres tersebut nantinya hanya akan menambah banyak masalah bagi rakyat. Sampai itu tidak sedikit rakyat yang lebih memilih untuk Golput. Padahal, sejumlah parpol sangat optimis dengan disodorkan dan ditetapkannya sosok capres sebelum Pileg, maka sosok tersebut diyakini akan mampu mendongkrak perolehan suara. Tetapi nyatanya, tidak satupun capres yang mampu membawa parpolnya tembus di presidential-threshold. Padahal para capres tersebut sudah sangat banyak menghabiskan biaya beriklan dan pencitraan sajungan puji-pujian ke mana-mana, tetapi hasilnya: ZERO EFFECT. Mengapa??? Sebab, seluruh capres yang telah ditetapkan dan ditonjolkan secara berlebih-lebihan oleh parpol masing-masing tersebut, masih dinilai amat kurang memiliki kompetensi, kredibilitas, dan keahlian yang mumpuni. Sehingga, diyakini seluruhnya tidak akan mampu memberi perubahan signifikan, terutama dalam hal perbaikan dan penegakan kedaulatan ekonomi rakyat di negeri ini. Olehnya itu, rakyat sesungguhnya dengan penuh kesadaran telah menggunakan “kekuasaannya” dengan lebih memilih menjadi Golput sebagai bentuk PENOLAKAN terhadap seluruh capres yang telah ditetapkan oleh para parpol tersebut. Ingat, kondisi kemenangan Golput itu tidaklah timbul dari alam bawah sadar, melainkan telah lama bersemayam di pikiran serta di hati rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya di negara ini. Dan betapa telah cukup lama rakyat menyusun “bangunan” (harapan) Perubahan di alam pikiran dan di hati masing-masing. Sehingganya, rakyat tak rela jika “bangunan” itu ditumbangkan dan runtuh kembali akibat nafsu dari para elit parpol yang hanya memburu kedudukan dan kekuasaan. Pada Pemilu kali ini, rakyat sangat menghendaki lahirnya pemimpin ideal dari daerah (atau pulau) mana pun, asalkan sesuai dengan tuntutan bangsa. Yakni, pemimpin yang mampu menangani dan menyelesaikan masalah-masalah di negeri ini. Dan bukan pemimpin yang dilahirkan secara "paksa", yakni dari hasil deal-deal koalisi atau berdasar "jasa" karena bisa memenuhi presidential-threshold. Dan cukuplah itu terjadi di masa-masa lalu. Bukan pada Pemilu 2014 ini..!!! Sehingga itu, sebaiknya parpol jangan sekali-kali mengabaikan “penyebab” terjadinya Golput, apalagi ingin memaksakan kehendak dengan hanya menuruti hitung-hitungan koalisi belaka tanpa mau mendahulukan selera rakyat, termasuk adanya dengan keinginan kaum Golputers tersebut. Sekali lagi, ini hanya mengingatkan dan sekadar saya sarankan kepada para parpol papan atas dan menengah, bahwa tolong dengan serius direnungi penyebab tingginya angka Golput pada Pileg 2014 ini, untuk dapat disikapi secara cermat oleh para parpol agar tidak hanya seenaknya sendiri menetapkan pasangan capres (tidak sesuai dengan tuntutan zaman yang menuntut kemajuan ekonomi bangsa). Jika hal ini diabaikan karena telah diperbudak oleh nafsu kekuasaan, maka hasil PILPRES 2014 saya yakini dengan seyakin-yakinnya akan menemui kegagalan besar. Semoga artikel ini bisa menjadi bahan introspeksi dan pertimbangan yang bermanfaat dalam mewujudkan KEDAULATAN EKONOMI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA YANG KITA CINTAI BERSAMA DI PEMILU 2014 KALI INI! -------------- SALAM PERUBAHAN 2014...!!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline