Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Syam

Terus menulis untuk perubahan

Jangan Sampai Pemerintahan Jokowi-JK “Berjalan Bagai Mumi”

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14112594301494478690

[caption id="attachment_324817" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Desain-repro: Abdul Muis Syam"][/caption]

RODA pemerintahan Indonesia untuk periode 2014-2019 sebentar lagi akan segera dimulai oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Jokowi-Jusuf Kalla.

Dan sebelum roda pemerintahan baru ini dijalankan, tentunya tidak sedikit pihak yang jauh-jauh hari sudah menaruh harapan besar agar Jokowi-JK bisa benar-benar serius mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan kelompok atau partai tertentu.

Sebab, harus disadari benar, bahwa Jokowi-JK bisa terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden adalah bukan karena partai (atau dengan kata lain bukan melalui pemilihan di tingkat DPR), tetapi berkat amanah dalam bentuk suara yang telah rakyat berikan (secara langsung) dalam pemilu presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 lalu.

Jika saja partai yang menjadi pemilik kedaulatan di negeri ini, maka dalam Pilpres 2014 kemarin tentunya yang menjadi pemenang bukanlah Jokowi-JK, melainkan bisa dipastikan adalah Prabowo-Hatta. Sebab sebagai capres, Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 ini mendapat dukungan dari 7 parpol dengan perolehan suara untuk legislatif sebesar 63,54%.

Olehnya itu, pemerintahan Jokowi-JK tak perlu terlalu risau dengan jumlah kursi legislatif yang hanya bisa dicapai sebesar 36,46% dari para parpol pendukung Jokowi-JK. Sebab terbukti perolehan jumlah kursi di legislatif bukanlah jaminan sebuah pasangan capres bisa memenangkan Pilpres.

Dan hal itu makin membuat saya bisa menarik kesimpulan, bahwa Pilpres 2014 kemarin tersebut sesungguhnya telah berhasil memunculkan “fakta politik dan fenomena demokrasi” yang sehat, yakni di mana rakyat adalah benar-benar telah menjadi “roh-nya” demokrasi, dan parpol adalah “jasadnya” demokrasi.

Perlu digarisbawahi, bahwa fakta politik dan fenomena demokrasi ini tidaklah muncul dengan sendirinya. Tetapi kemunculan fakta dan fenomena tersebut adalah sebetulnya lebih dipengaruhi oleh “kejenuhan dan kekecewaan” rakyat terhadap pola pemerintahan sebelumnya.

Untuknya itu, Jokowi-JK harus bisa mempertahankan serta pula perlu lebih menghidupkan fakta politik dan fenomena demokrasi tersebut, yakni dengan cara menjalankan secara utuh Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti yang menjadi ideologi dalam mencapai misi-visi Jokowi-JK.

Jika demikian, fakta politik dan fenomena demokrasi ini sangat “wajib” dijadikan dasar bagi Jokowi-JK dalam menyusun struktur kementerian di kabinetnya. Yakni dengan menunjuk dan menempatkan lebih banyak orang-orang profesional yang benar-benar diyakini pro-rakyat untuk bekerja sebagai menteri.

Menurut saya, 18 orang dari profesional dan 16 orang dari parpol yang akan mengisi kabinet Jokowi-JK itu masih boleh dikata belum mencerminkan fakta politik dan fenomena demokrasi yang telah “menjadikan” Jokowi-JK sebagai pasangan presiden.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline