Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Syam

Terus menulis untuk perubahan

Tolong JK Janganlah "Bermimpi Menjadi” B.J. Habibie atau Arung Palakka!

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TUBUH Jusuf Kalla (JK) memang boleh dikata kerdil dan usianya juga terbilang sudah cukup sepuh, tetapi sebetulnya ia adalah sosok politikus tangguh, tak mudah menyerah karena punya semangat dan kapasitas yang tinggi dalam mencapai cita-cita dan harapannya.

Sayangnya, dalam memainkan perannya sebagai politikus, JK kerap memperlihatkan mentalitas dan jatidirinya sebagai seorang “pedagang” (pengusaha) yang lebih condong mendahulukan kepentingan dan keuntungan kelompok serta dirinya sendiri. Ambisinya untuk meraih tempat dan kekuasaan tertinggi juga tak bisa disembunyikannya, sungguh sangatlah besar.

Ia pernah berhasil menjadi Wapres pendamping Presiden SBY pada Pilpres 2004, lalu “berpisah” dengan SBY dengan mencoba peruntungan di posisi yang lebih tinggi sebagai Capres berpasangan Wiranto pada Pilpres 2009.

Meski saat itu (2009) ia gagal, tetapi bukan berarti gelora ambisinya memudar. Terbukti ia berhasil “merayu” Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, untuk dijadikan sebagai Cawapres mendampingi Capres Jokowi pada Pilpres 2014 kemarin, lalu berhasil menaklukkan rival tunggalnya Prabowo-Hatta. Maka jadilah ia kembali Wapres. Sebuah pertanyaan pun muncul: Mengapa dan ada apa JK begitu berambisi, dari Wapres, Capres, lalu kok sang saudagar itu rela turun tangga kembali jadi Cawapres ?

Analisa pun bermunculan, bahwa justru antara ambisi dan atributnya sebagai seorang pedagang itulah yang membuat JK sangat mudah ditebak oleh banyak pihak sebagai sosok oportunis. Artinya, kekuasaan dalam dunia politik yang ingin dicapainya seakan-akan lebih cenderung dimanfaatkan untuk lebih membesarkan grup perusahaan bisnisnya.

Tak heran ketika JK sudah mencapai kedudukan dan kekuasaan di dunia politik, misalnya di saat berhasil menjadi Wapres mendampingi SBY, JK tak tanggung-tanggung menolak bahkan dikabarkan sempat ngotot meminta kepada SBY agar tidak memasukkan tokoh-tokoh aktivis berhaluan Trisakti serta pejuang ekonomi kerakyatan ke dalam kabinet karena dikuatirkan dapat menjadi penghambat dan penghalang langkah “bisnis” JK. Dan salah satu tokoh yang dimaksud adalah ekonom senior, Dr Rizal Ramli.

Saat itu, menurut Abdul Rochim (salah seorang staf Rizal Ramli) seperti dilansir Tribunnews menyebutkan, campur tangan Wapres Jusuf Kalla dalam menentukan calon menteri pada Kabinet Indonesia Jilid I tahun 2004 sangat kental terasa.

Rizal Ramli, kata Abdul Rochim, sudah dipilih dan ditempatkan oleh Presiden SBY sebagai Menko Perekonomian. Namun beberapa saat sebelum pengumuman menteri, 21 Oktober 2004, JK menganulir keputusan SBY tersebut.

“Saya mendengar cerita Pak Rizal Ramli, memang tahun 2004, saat penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, intervensi Pak Jusuf Kalla sangat kuat. Saat itu Pak Rizal Ramli sudah ditunjuk Pak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, itu tertulis lho, bukan lisan,” ungkap Abdul Rochim dalam perbincangan via telepon dengan Tribunnews, Kamis (23/10) siang.

Namun, lanjut Abdul Rochim, satu jam sampai 45 menit terakhir sebelum pengumuman menteri, nama Pak Rizal Ramli “ditorpedo” oleh Jusuf Kalla, digantikan dengan Aburizal Bakrie.

Alasan yang dikemukakan JK kepada SBY untuk menerima Ical, sapaan Aburizal Bakrie, sebagai Menko Perekonomian, adalah karena Ical selaku pengusaha nasional telah menyokong secara politik dan banyak mengeluarkan materi membantu biaya kampanye SBY-JK. Abdul Rochim pun menyebut angka sokongan materi dari Ical yang sangat besar jumlahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline