Lihat ke Halaman Asli

Abdul Muis Syam

Terus menulis untuk perubahan

Miris! Jokowi “Melindungi” Nilai Tukar Rupiah dengan Menambah Utang

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1421718654512465757

[caption id="attachment_347109" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam."][/caption]

PASCA Jokowi-JK dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, nilai tukar rupiah terus melemah. Bahkan nilai tukar rupiah pernah hampir menyentuh Rp. 13.000 per Dolar AS, yakni pada Selasa (16/12/2014) menembus level Rp.12.937 per Dolar AS.

Ketika itu, Bank Indonesia pun dikabarkan melakukan intervensi. Sehingga nilai Rupiah pun sedikit menguat. Meski tidak jor-joran, namun intervensi tersebut dipastikan bisa membuat jumlah cadangan devisa (cadev) negara menjadi susut.

Menyikapi pelemahan nilai tukar Rupiah, Presiden Jokowi pun menggelar rapat terbatas bidang ekonomi. Ia menegaskan,  pelemahan Rupiah tidak akan berlangsung lama karena fundamental ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan.

“Ini memang di seluruh negara. Pelemahan mata uang di negara-negara yang lain pun sama karena memang mulai ada penarikan Dolar kembali ke Amerika. Tetapi dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan nilai fiskal kita, ya moga-moga di Indonesia tidak berjalan lama. Tahun depan mulai berjalan baik,” tutur Jokowi, Rabu (17/12/2014).

Namun pernyataan Jokowi yang menyebut fundamental ekonomi Indonesia baik mendapat kritik dari Rizal Ramli. Sebab, jika fundamental ekonomi Indonesia baik, tidak mungkin rupiah terpuruk terhadap dolar.

Menurut Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah akibat pengetatan suku bunga yang dilakukan Bank Sentral AS, Federal Reserve Bank, sebenarnya bisa dihindari apabila fundamental ekonomi Indonesia kuat.

Dan nyatanya, fundamental ekonomi Indonesia memang sedang tidak sehat.  Pada minggu kedua Januari 2015, nilai rupiah kembali melemah. Tercatat, pada Rabu Sore (7/1/2015) nilai tukar Rupiah menunjukkan tren pelemahan, yakni berada pada level Rp.12.732 per Dolar AS dibandingkan hari sebelumnya, Selasa (6/1), masih di posisi Rp12.658 per dolar AS. Hal itu, menurut sejumlah ekonom bank, adalah merupakan  akibat akumulasi sentimen negatif, baik dari dalam negeri maupun secara global.

Dari dalam negeri, ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk komoditas atau produk mentah yang harganya dipastikan tertekan karena faktor penurunan harga minyak dunia. Apabila hal ini terjadi terus menerus, bukan tidak mungkin kinerja ekspor Indonesia akan tertekan,  dan hal ini salah satunya yang bisa semakin memperburuk nilai tukar Rupiah.

Celakanya, Pemerintahan Jokowi-JK dalam menyikapi kondisi sulit tersebut tak mampu berbuat banyak untuk menyelamatkan nilai Rupiah selain menambah tumpukan utang luar negeri.

Pengamat politik dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng  mengatakan, pada tanggal 8 Januari 2015 waktu New York, pemerintah Indonesia telah melakukan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN) valuta asing (global bond) dalam denominasi dolar AS sebesar US$ 4 miliar. Penjualan global bond tersebut merupakan bagian dari Program Global Medium Term Notes Indonesia sebesar US$ 30 miliar atau sekitar Rp 360 Triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline