Lihat ke Halaman Asli

Saba dan Indonesia: Sebuah Refleksi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada suatu masa di zaman dahulu kala, tersebutlah sebuah negeri dengan tanah yang subur dan rakyat yang makmur. Negeri tersebut memiliki 13 propinsi. Sebuah negeri yang penuh dengan taman-taman yang asri dan juga bangunan-bangunan yang artistik. Seluruh daratan di negeri tersebut senantiasa subur karena ditunjang dengan sistem irigasi yang modern untuk masa itu. Sehingga kebun-kebun dan taman-taman pun tetap terpelihara keindahan dan keasriannya. Salah satu penopang utama sekaligus andalan bagi bangsa negeri tersebut adalah bendungan yang bernama bendungan Ma‘rib. Bendungan ini mempunyai panjang sekitar 2 mil dan tinggi kira-kira 120 kaki. Kemudian Tuhan mengutus ke setiap propinsi dari negeri tersebut, seorang Rasul sebagai pemberi kabar gembira dan juga peringatan.
Sampai pada suatu masa, ketika penduduk negeri tersebut melanggar dan tidak lagi mengindahkan perintah Tuhan melalui Rasul-Nya, datanglah malapetaka yang menghancurkan tatanan peradaban negeri tersebut. Terjangan banjir dahsyat mengakibatkan jebolnya bendungan Ma‘rib yang mereka andalkan, sehingga air pun menggenangi seluruh wilayah negeri tersebut. Peristiwa ini terjadi pada sekitar abad pertama sebelum masehi. Kisah tentang negeri tersebut terekam dalam Al-Qur'an melalui surat yang dinamai sesuai dengan negeri tadi, yaitu Saba. Negeri ini digambarkan Tuhan sebagai negeri makmur dalam ampunan Tuhan. Negeri ini pula yang pernah diperintah oleh Ratu Bilqis yang kemudian diperistri oleh Nabi Sulayman. Saba merupakan sebuah kota di negara Yaman sekarang, yang terletak kurang lebih tiga hari perjalanan dari ibukota Sana‘a. Reruntuhan dan puing-puing kota akibat bencana besar tersebut masih dapat kita saksikan sekarang.
Kisah tersebut memperingatkan kita bahwa kemakmuran dan kesentosaan suatu negeri yang terjaga selama beberapa tahun lamanya, bisa sirna dan binasa hanya dengan sekali hentakan bencana. Bila kita kaitkan hal tersebut dengan kondisi dan situasi negeri kita sekarang ini, rasa-rasanya ada kemiripan dengan kondisi negeri Saba tadi. Sejak dahulu, Indonesia terkenal sebagai sebuah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi. Dalam prosesnya, Indonesia terus mengembangkan pembangunan di segala bidang baik itu yang sifatnya fisik maupun mental. Namun, ketika sebagian kita sudah mulai merasakan hasil pembangunan tersebut, ternyata Tuhan berkehendak lain. Kita diuji dengan berbagai musibah yang skalanya cukup besar. Terutama yang terjadi akhir-akhir ini berupa banjir besar dan belum ada akhirnya yang menerjang sebagian tempat-tempat sentral negara kita.
Sudah saatnya kita merenung bersama dan mengintrospeksi diri, apakah terjadinya bencana tersebut hanya bermuara pada ulah manusia semata? atau mungkin bencana tersebut merupakan “Rasul” yang diutus Tuhan untuk memperingatkan kita?. Tentunya sebagai orang yang memiliki keyakinan dan keimanan, kita bisa memandangnya dari dua tinjauan. Yang pertama tentunya sudah jelas, bahwa setiap perbuatan manusia akan mempunyai akibat bagi dirinya sendiri. Tuhan pun menandaskan bahwa kerusakan yang muncul baik di daratan maupun lautan adalah hasil perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebagian apa yang telah diperbuatnya. Hal tersebut berkait erat dengan pertanyaan kedua, yaitu bahwa Tuhan menimpakan suatu musibah atau bencana sebagai ujian. Apakah dengan musibah tersebut akan semakin mempertebal keimanan mereka atau justeru membuat mereka menganggap Tuhan tidak adil?. Berbagai bencana dan musibah tersebut ditimpakan Tuhan agar manusia diharapkan kembali kepada-Nya .
Kita bertanya sekali lagi, apakah kondisi bangsa kita sudah patut kita sejajarkan dengan kondisi Saba yang legendaris tadi?. Dimana sebuah negeri yang makmur dan sentosa berubah menjadi negeri yang tinggal dongeng belaka. Begitu banyak bangsa yang dulu sempat memiliki peradaban tinggi seperti bangsa 'Ad, Tsamud, Sadum (Sodom), atau Madyan, bisa binasa karena perilaku bangsanya. Semoga kita dapat mengkhawatirkan hal tersebut dan mempunyai harapan terhadap negeri ini. Semoga kita semakin bisa bergaul dengan baik terhadap alam yang kita cintai sebagaimana Tuhan pun telah menatanya dengan penuh cinta.
Ibnu ‘Arabi pernah berucap, “‘abadtani qabla an a‘buda ilaika". “Engkau telah berkhidmat kepadaku, sebelum aku bisa mengkhidmati-Mu”. Tuhan menyediakan alam ini dan mengatur segala ciptaan-Nya dalam tata kosmos keseimbangan untuk kita manfaatkan bukannya disalahfungsikan atau bahkan dirusak. Semoga kita semakin teliti dalam melihat hak-hak orang lain yang belum terpenuhi ataupun terampas oleh kita. Sebab, kezaliman merupakan sesuatu yang dapat mempercepat turunnya peringatan Tuhan, baik itu zalim pada diri sendiri, orang lain, sesama makhluk Tuhan atau bahkan kepada Tuhan itu sendiri. Kita pun harus mewaspadai sebuah ujian yang tidak ditimpakan hanya kepada orang-orang yang berbuat zalim semata . Oleh sebab itu, jangan segan-segan untuk saling mengingatkan diantara kita apabila terdapat suatu kezaliman. Sehingga,- tanpa menafikan peranan Ratu Adil yang entah akan kita alami atau tidak - harapan kita akan terciptanya suatu keadilan dan kedamaian semesta dapat terwujud. Semoga musibah nasional yang sedang kita alami bersama menjadikan kita semakin bisa menangkap makna di balik peringatan Tuhan dan menindaklanjutinya dengan semakin meningkatkan kualitas penghambaan kepada-Nya.
Bandung, 2001




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline