Lihat ke Halaman Asli

Gerakan Menanam Cabai

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa kantukku sudah tak tertahan. Tapi, masih ku sempatkan menulis surat untukmu Ri. Sebab, aku pernah janji akan berkirim surat padamu.

Ri, kamu sehat kan? Semoga kau baik disana.

Ada yang ingin aku ceritakan padamu. Tadi pagi, aku berkunjung ke salah satu sekolah di kotaku. Bangunnya biasanya saja. Tempatnya diperbukitan batu. Jadi dari atas sekolah itu bisa memandang persawahan.

Sekolahnya pun bersih. Rindang, soalnya banyak pohon besar tumbuh disekitar sekolah itu. Di halam sekolah itu ada semacam gazebo dari bambu. Biasanya digunakan untuk pembelajaran atau kadang untuk cangkurak siswanya.

Oiya sampai lupa. Itu hanya lembaga pendidikan SD. Milik salah satu yayasan di kotaku. Bagiaman menurutmu Ri? Pasti kamu bisa membayangkan sekolah itu sangat nyaman sekali untuk tempat belajar.

Bahkan, saat aku kesana ada belasan siswa sedang berada di kebun sekolah. Mereka sedang menanam cabai. Keceriaan para siswa itu terpancar diwajahnya. Mereka menikmati sekali saat tanaman dari polibek mulai dilepasnya lalu dimasukkan kedalam lubang tanah yang telah meraka gali.

Senyuman mereka lepas Ri. Kelihatannya mereka puas dengan pelajaran menanam saat itu. Setelah usai menanam. Sang guru yang mengenakan jilbab itu perlahan menjelaskan manfaat menanam.

Kalimat terkahirnya dia meminta agar para siswa membiasakan menanam tanaman-tanaman seperti cabai itu dihalaman rumahnya. Kalau tidak ada cabai bisa cari tanaman lainnya. Dia bilang ke siswa itu bisa menggatinya dengan tanaman yang sering digunakan untuk kebutuhan di dapur. Seperti bawang merah, bawang putih, tomat, atau yang lainnya.

Aku tak bisa membayangktaan Ri bisa semua penduduk di kota ku setiap halaman rumahnya ditanami tumbuhan cabai atau tomat. Setidaknya, ada 5 sampai 10 pohon disetiap rumah ada tumbuhan itu.

Kamu tahu sendiri kan Ri. Kadang harga cabai bisa meroket tajam. Sampai tembus Rp 90 ribu perkilogram. Kalau sudah seperti itu orang semakin sulit mencari cabai.

Meski aku tahu, harga cabai itu juga dikendalikan orang para mafia. Mereka sengaja mempermainkan harga pasar. Agar petani cabai merugi. Dan orang-orang tertentu yang diuntungkan. Siapa lagi kalau tidak tengkulak nakal.

Ri, jika semua orang bisa menanam cabai setidaknya bisa membantu produksi cabai setiap bulannya. Jika ada 2 juta penduduk maka akan ada ratusan ton lebih cabai yang akan dihasilkan oleh kota ku.

Jika, pemkab di kotaku cerdas mereka bisa mengusahakan tata niaga yang sehat dan menguntungkan bagi para penjual dan pembeli.

Tapi, aku tidak yakin mereka akan perduli dengan hal-hal seperti itu. Apalagi, hanya soal menanam cabai.

Ri, sudah dulu ya maaf menggu malammu. Oiya besok organisasi mahasiswa tertua Himpunan Mahasiswa Islam 5 februari 2015 mereka ulanga tahun ke 68. Semoga organisasi itu semakin Hebat. Dan tak ada lagi kadernya yang terlilit kasus korupsi seperti mantan ketua umumnya Anas Urbaningrum.

Oiya, kalau ada waktu buku-buku tentang HMI ya Ri. Karangan siapapun tidak masalah.

Tuban, 4 Februari 2015

Salam,

AAM

Catatan: Mampirlah ke stasiun Babat Lamongan. Disana ada nasi pecel pincuk yang enak. Piringnya pakai daun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline