Sejak jaman penjajahan Belanda perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh dan memperbaiki nasib mereka sudah dimulai dengan adanya gerakan yang dipelopori oleh R.A Kartini yaitu "emansipasi". Tujuan utama gerakan ini yaitu untuk memperjuangkan nasib perempuan yang saat itu sangat terbatasi oleh budaya patriarki. Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak menemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Karena dalam pandangan masyarakat, anak laki-laki lebih dapat diandalkan daripada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap sebagai pribadi yang kuat dan bertanggung jawab, tidak heran jika anak laki-laki selalu menjadi kebanggaan keluarga.
Sebaliknya, anak perempuan selalu dipandang sebelah mata karena dianggap lemah dan tidak mampu untuk menjadi pemimpin. Maka sering kita jumpai ada orang tua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah anak. Inilah yang disebut budaya patriarki, yakni budaya yang memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum perempuan. Sehingga para perempuan tidak memperoleh hak akses mereka terhadap pekerjaan, pendidikan, maupun bidang lainya. Kesetaraan gender merupakan persamaan kondisi antara laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan hak-hak yang setara sebagai manusia. Sebagaimana yang tercantum dalam sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain diartikan bahwa hak-hak perempuan itu sebetulnya setara dengan laki-laki.
Namun pada kenyataanya, keterlibatan wanita dalam setiap bidang sangat rendah. Konteks permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana upaya agar kesetaraan gender dalam masyarakat dapat terwujud. Pandangan masyarakat terhadap hal ini, bahwa apabila dalam masyarakat membutuhkan perbaikan situasi dan kondisi, maka yang menjadi sasaran perubahannya adalah aspek dibidang hukumnya. Karena hukum dapat menjadi sebuah alat untuk mengubah pola pikir masyarakat . Sudah menjadi suratan bahwa perempuanlah yang melahirkan anak, membesarkan serta mengurus generasi bangsa yang secara alamiah ia memiliki hubungan emosional yang paling dekat dengan anak. Dengan harkat, martabat, dan kodratnya, perempuan mempunyai peran penting dalam membentuk, menentukan, dan memberikan warna terhadap kualitas generasi bangsa.
Dalam perspektif pemikiran Islam isu gender kemudian menjadi kajian yang menarik, sebab selama ini diasumsikan bahwa dalam beberapa teks ayat Al-Qur'an maupun hadits dianggap terdapat perspektif yang keliru dalam menempatkan peranan perempuan yang cenderung terabaikan. Kemuliaan di sisi Tuhan dapat diukur dengan prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin (Q. S. Al-Hujurt/49:13). Al-Qur'an tidak menganut faham the second sex yang memberikan keutamaan terhadap jenis kelamin tertentu, atau the first ethnic yang mengistimewakan suku tertentu. Pria dan wanita dan suku bangsa manapun memiliki potensi yang sama untuk menjadi 'abid dan khalfah(Q. S. Al-Nis/4:124 dan Al-Nahl/16:97).
Kemerdekaan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan banyak dijelaskan dalam beberapa Hadits, seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat wanita yang menyerupai diri dengan kaum laki-laki, demikian pula sebaliknya, tetapi tidak dilarang mengadakan perserupaan dalam hal seperti kecerdasan dan amal ma'ruf. Islam merupakan agama ke-Tuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan (Q.S. al-Imran: [3] 112). Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba (bid) dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit.
Hal tersebut tersurat dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 13, yaitu:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki serta seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
Islam tidak pernah membenarkan berbagai bentuk penindasan. Begitupun hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Islam mengajarkan kepada kaum laki-laki untuk selalu memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya. Islam telah menetapkan agar laki-laki menyangga tugas sebagai pencari nafkah, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat serta bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga. Sedangkan peran perempuan sebagai ibu, dan istri bagi suami dapat bekerja sama dalam mengurus suami serta mendidik dan menjaga etika dalam keluarga. Oleh karena itu, peran yang diberikan pada perempuan memberikan penafsiran bahwa perempuan merupakan pilar penerus peradaban. Fungsi alami perempuan adalah sebagai mesin produksi untuk kelangsungan hidup peradaban, tanpa adanya perempuan maka dunia ini akan musnah tanpa regenerasi.
Oleh : Amirotul Bariroh (Mahasiswa FBIK UNISSULA, prodi Sastra Inggris)
Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H,M.H (Dosen FH UNISSULA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H