Lihat ke Halaman Asli

Pandemi Covid-19: Momen Situasional Menguatkan Jati Diri Manusia

Diperbarui: 29 Oktober 2020   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dunia sedang dihantam oleh wabah covid 19. Peristiwa ini merebak hingga sedemikian telah mendatangkan perubahan-perubahan yang signifikan pada diri manusia dan realitas kehidupan di sekitarnya. Perubahan yang paling nampak terlihat yaitu pada keterjalinan relasional antar satu sama lain. 

Misalnya, manusia yang  biasanya bebas bepergian ke mana-mana kini harus membatasi dirinya untuk lebih banyak menyendiri di rumah, ia hanya terlibat sedikit dalam aktifitas kantor, bahkan terlebih lagi ia harus membatasi pertemuannya dengan orang lain. Hal yang menarik adalah perihal relasi dimana setiap orang harus membatasi kontak atau pertemuan langsung dengan sesamanya karena faktor situasi. 

Aristoteles, seorang filsuf Yunani Kuno, murid Plato mengatakan bahwa manusia adalah Zoon Politicon,  artinya makhluk yang selalu hidup bermasyarakat. Pandangan ini mengandung dua unsur penting yaitu unsur individualitas dan sosialitas. 

Unsur individualitas menunjuk pada diri setiap pribadi manusia, sementara sosialitas menunjuk pada keterlibatan dan keterhubungan antara manusia maupun antara manusia dengan alam dan dengan setiap peritiwa-peristiwa kehidupan yang terjadi dari waktu ke waktu. 

Artinya, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Manusia selalu ada dalam relasi dengan dunia dimana ia hidup. Itulah mengapa dengan munculnya Covid 19 yang  membatasi manusia untuk berjumpa dengan sesamanya bahkan telah ikut membuat manusia sendiri menjadi "bingung" dengan realitas yang dihadapinya. 

Ia harus hidup dalam ruang dan waktu yang sunggu berbeda dari biasanya. Hal ini terungkap lewat perasaan-perasaan yang muncul dari dalam dirinya seperti ketakutan, kecemasan, gelisah, dan bahkan jengkel entah karena ingin agar wabah ini cepat berakhir ataupun mungkin saja disebabkan karena manusia sendiri belum bisa menerima kenyataan ini.

Pergumulan manusia berhadapan dengan Covid 19 menunjukan bahwa situasi ini menyentuh hakekat terdalam dari diri manusia dalam hal ini menyangkut esensi dan cara bereksistensi manusia sebagai substansi yang sesungguhnya. Menurut Thomas Aquinas, esensi berarti prinsip batasan pada substansi yang membuatnya dapat bereksistensi secara mandiri dan berbeda dengan substansi lainnya.

Esensi dalam arti tertentu bisa menunjuk pada kodrat, juga ciri khas ataupun juga prinsip batasan pada substansi. Sedangkan eksistensi berarti cara berada atau cara mengada sebuah substansi. 

Jadi menurut esensinya, manusia selalu ada bersama dengan sesamanya. Dalam relasi itu, manusia harus menerima orang lain dengan baik dan bukan justru menguasai hidupnya, menindas, menganiaya ataupun membunuhnya melainkan harus memelihara kehidupannya. Emmanuel Levinas menyebutnya sebagai tanggungjawab. Setiap manusia memiliki tanggungjawab itu ketika berhadapan dengan sesamanya yaitu memelihara.  

Menurut Levinas tanggungjawab ini merupakan sebuah sikap moral yang telah ada di dalam diri setiap manusia ketika ia berjumpa secara langsung dan konkret dengan sesamanya, karena sesama adalah "dia atau dirinya yang lain" yang mengundang untuk dilindungi, dirawat dan dihormati.

Wabah Covid 19 memang senyatanya telah membatasi manusia untuk bebas bergerak dan beraktifitas sebagaimana biasanya terjadi. Akan tetapi disadari pula bahwa wabah Covid 19 ini merupakan sebuah peristiwa momental atau situasional. Artinya sebuah peristiwa yang bukan terjadi selamanya, melainkan hanya terjadi unuk sementara waktu sehingga akan lenyap juga dari muka bumi ini seiring perjalanan waktu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline