Lihat ke Halaman Asli

Masyarakat Rendah Zaman ini

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13103922131573974894

Seorang pelajar yang baru lulus dari sekolah menengah keatas (SMK) menghampiri sebuah perusahaan, dengan niat untuk melamar pekerjaan. Sesampainya di pos security, dan bertanya kepada petugas security “maaf pak apa ada lowongan pekerjaan disini ?” lalu jawab bapak security “ada dik.. kebetulan disini sedang membutuhkan karyawan. Apa kamu membawa surat lamaran ?” jawab si anak itu “ada pak, saya sudah mempersiapkanya”.

Dengan hati senang mendengar ada lowongan kerja disini. Lalu diantarlah anak itu ke bagian HRD, setelah menunggu lama dengan wajah penuh percaya diri. Seseorang menghampiri dan bertanya “apa adik ini yang ingin melamar pekerjaan ?” jawab “iyah benar pak ini saya membawa lamaran saya”.

Satu persatu berkas dibaca oleh pimpinan HRD, dan tidak lebih dari 5 menit surat lamaran itu dikembalikan kepada anak itu dengan jawab si bapak “maaf dik disini hanya menerima karyawan yang lulusan Diploma III (D3) dan Sarjana (S1) saja !” seketika suasana berubah, dan si anak tersebut tertunduk lesu sambil mengatakan “apa tidak ada kesempatan bekerja pak, untuk anak lulusan (SMK)? bapak orang ke lima yang sudah mengatakan hal seperti ini kepada saya. Terima kasih.” dengan perasaan kesal anak itu meninggalkan ruangan.

[caption id="attachment_122063" align="aligncenter" width="270" caption="sumber; google images (melamar kerja)"][/caption]

Illustrasi dari seorang pelajar yang baru lulus sekolah (SMK) dengan niat mencari kerja tetapi di tolak mentah-mentah oleh personalia perusahaan tersebut, hanya karna ijasah (SMK). Padahal belum tentu yang punya gelar matang dalam kemampuannya. (jawab si anak dalam hati)

Penting-nya jenjang pendidikan pada zaman sekarang ini membuat dunia industri (dunia kerja) menetapkan bahwa, hanya yang mempunyai ijazah (D3) dan (S1) saja yang bisa menjadi karyawan. Bagi yang lulusan (SMK) hanya membantu saja, tidak lebih. (Karyawan Harian)

Melihat akan mahalnya biaya pendidikan membuat sebagian orang mengundurkan diri untuk melanjutkan sekolahnya. Gelar dan jabatan yang dikejar-kejar, status social yang tinggi, materi yang berlimpah. Itu kesuksesan. Paradigma umum yang sangat diakui saat ini.

Dalam anggaran biaya pendidikan tahun 2011 Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengusulkan sebesar Rp 63 triliun yang diantaranya, untuk program taman kanak-kanak dan pendidikan dasar totalnya adalah Rp 23,1 triliun (36,5 %), program pendidikan menengah totalnya Rp 3,1 triliun (5 %), program pendidikan tinggi totalnya Rp 19,8 triliun (31 %), program pendidikan formal dan informal Rp 2,8 triliun (4 %).

Sedangkan untuk penigkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan Rp 11,5 triliun (18 %), program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis Rp 1,22 triliun (1,9 %), program penggawasan dan akuntanbilitas Rp 0,23 triliun (4 %), program penelitian dan pengembangan Rp 1,25 triliun (2 %). “ Total keseluruhan adalah Rp 63 triliun (100 %)” kata Mentri Kependidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh kepada Komosi X DPR RI, dalam rapat kinerja tentang rancangan pendidikan tahun 2011. (did-plp)

Semoga semua itu terealisasi bukan hanya rancangan saja, dan tidak disalahgunakan tikus-tikus kantor yang hanya mementingkan kepentingan individunya saja. Intinya pemerataan hak mendapatkan pendidikan dan pemerataan pendidikan dari pada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. (Konsep pendidikan Negara Jerman)

Lalu mau di kemanakan ijazah (SMK) ?

Jangan khawatir untuk yang mempunyai ijazah (SMK), terus asah kemampuan anda dan mengembangkanya. Tanamkan kepercayaan bahwa anda punya kemampuan untuk bersaing di dunia industri dan yakin anda bisa, yang punya gelar bukan berarti yang mumpuni dalam kemampuannya.

Contohnya seperti usaha dalam bidang perdagangan, pertanian, peternakan, jasa dll, yang bisa membuat anda usaha mandiri dan menjanjikan pastinya, lalu tidak menutup kemungkinan anda menjadi manager (bos). Tidak perlu dengan modal besar, yang diperlukan adalah sejauh mana keberanian anda dalam melakukan usaha tersebut. Jangan lupa Percaya Diri dan berdoa.

Berdagang misalnya, saya hanya lulusan (SMK T&I) pernah bekerja menjadi buruh pabrik yang ahirnya memutuskan untuk keluar dari perusahaan, karna diskriminasi dan manipulasi di dalam perusahaan tersebut. Dengan tekat dan semangat yang kuat saya beralih profesi menjadi pedagang. Dari hasil berdagang saya, saya juga bisa melanjutkan kuliah. Saat ini baru menginjak semester 2, insya allah lulus..amin. Semoga anda sukses dengan apa yang anda pilih dalam kehidupan anda..amin. (Amrillah Fajri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline