Lihat ke Halaman Asli

Mbah Marjan dan Bus Tuanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masa Muda
Alkisah, ada seorang juragan kaya raya, terpandang lagi kesohor. Ramah dan tidak sombong. Modern dan pintar. Semua perilaku yang baik melekat pada dirinya. Walhasil dia menjadi panutan, teladan lagi diturut perintahnya oleh bawahannya, dan didengar nasehatnya oleh khalayak ramai.. Baik oleh wong ndeso katro atau yang modern pendidikan tinggi sekalipun. Namanya tuan juragan bh ix.

Tuan bh ix memiliki banyak usaha, salah satunya angkutan bus. “Po Awas Merapi” namanya, jumlah busnya tidak banyak Cuma 1 (satu) buah saja. Tuan bh ix, memiliki seorang supir yang unik dan nyentrik untuk mengendaerai bus semata wayangnya. Pak marjan namanya. Pak marjan ini sangat kagum, memuliakan dan mengidolakan tuan bh ix. Ia menjadikan tuan bh ix sebagai teladan yang patut dicontoh.

Pak marjan adalah wong ndeso katro gak neko-neko, maka tak heran tuan bh ix pun sayang padanya, tapi sayang posisi yang sesuai dengan kemampuannya hanya supir bus. Karenanya tuan bh ix cukup memberi perintah sederhana kepada pak marjan; antarkan orang sampai tujuan dengan selamat dan rawat baik-baik bis ini.

Marjan yang bersahaja menjalankan tugasnya dengan baik. Bus dirawat penumpang diantar. Pribadinya yang nggak neko-neko membuat pak marjan menjadi orang yang ramah, suka menolong, dan terlihat begitu ikhlas, kelakuannya persis seperti tuanya, hanya beda nasib dan sekolahnya saja.

Akhirnya, sekian tahun berlalu tuan bh ix meninggal, namun tuan bh-ix yang berpoligami ini tidak membuat suatu surat wasiat, untuk menentukan siapa pengganti juragan berikutnya, memimpin dan menjalankan usaha-usaha yang banyak itu. Terjadilah sedikit friksi, tapi berdasarkan musyawarah dan mufakat akhirnya ditunjuklah salah seorang anak lelakinya. Namanya tuan bh x sebagai penerus sekaligus CEO usaha juragan tuan bh ix.

Pak marjan meskipun hanya seorang supir bus, tapi karena telah menjadi kepercayaan sejak lama, maka bisik-bisik tentang pergantian kekuasaan di seputaran majikannya tau juga. Ada juga ketidak-sregan dalam hatinya, tetapi sebagai supir apalah daya.

Dia tidak terlalu peduli, yang penting amanah tuan bh ix merawat “awas merapi” supaya tetap apik selalu dilaksanakan. Bus ini semakin lama memang semakin tua, tapi juga semakin nyentrik, senyentrik tampilan pak marjan. Pak marjan pun semakin disegani, baik oleh para penumpang maupun oleh siapa saja. Tidak heran akibat tingkah lakunya yang baik hati dan tidak sombong, suka membantu itu. Perlahan tapi pasti kearifan pak marjan menjadikannya tempat orang berkonsultasi tentang apa saja. Istilah sekarangnya adalah “local wisdom” alias kearifan lokal. Beliau juga diwawancarai oleh banyak media. Dan tak lupa tentunya; mereka yang datang menyempatkan diri berfoto ria bersama pak marjan didepan bus kebanggaan, ya layaknya sedang berfoto di depan kereta kencana.

Masa krisis 1

4 tahun yang lalu, Bus sudah semakin tua; walaupun jika kap mesin dibuka akan terlihat kinclong selalu karena perawatan pak marjan; tapi bagian dalam mesin menurut ahli permontiran; mesinya sudah waktunya diturunkan (over haul). Jika tidak dilakukan akan membahyakan pak marjan dan penumpangnya.

Sayangnya permintaan itu ditolak sama mbah marjan (yang sekarang dipanggil mbah kararena sudah tua). Wajar mbah marjan sekarang berani menolak perintah; karena sekian tahun merawat bus, tentulah sudah merasa bus “awas merapi “ adalah miliknya, dan mengetahui bahwa bus ini baik-baik saja. “Kalian orang muda tau apa?” Katanya. “ Saya sudah merawatnya sebelum kamu lahir”. “saya sudah merawat dan juga berdoa, bersemedi, memberikan sesajen ini dan itu supaya yang maha kuasa melindungi bus ini”. “mustahil bus kesayangan ku ini meledak”. “pergilah sana kalian” kata si mbah marjan.

Negoisasi gagal, sang montir yang cinta keselamatan, mencari akal. Maka mereka meminta bantuan tuan bh x untuk membujuk langsung si mbah. ternyata mbah marjan menolak. Katanya “tuan juragan bh x cuma anak juragan. Tuan juragan saya adalah bh ix, beliaulah yang berhak mengatur saya mesti begini dan mesti begitu”. Mungkin karena faktor “u” (alias umur), mbah marjan menjadi pikun dengan cara “mbalelo” lupa bahwa sekarang yang jadi juragan adalah bh x.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline