Lihat ke Halaman Asli

Banda Aceh - Sabang Day 4: Rumah Cut Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Kapal Diatas Rumah, PLTD Apung, Museum Aceh

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Plesiran Tempo Doeloe
Banda Aceh-Sabang
Day-4 :
14 October 2012

HARIke4,Minggu14 Oktober 2012

Acara kami dihari terakhir di Banda Aceh adalah mengunjungi beberapa obyek yang telah direncanakan dan berpedoman pada itinerary yang telah disusun dan dibagikan kepada para peserta. Selesai sarapan kami mulai plesiran ke rumah Cut Nyak Dhien.

RUMAHCUT NYAK DHIEN

Rumah Cut Nyak Dhien terletak di pinggir jalan ke arah pelabuhan Ulee Lheue. Bangunan ini merupakan bangunan baru karena bangunan yang aslinya sudah tidak ada lagi dan bangunan baru ini merupakan replica dari rumah aslinya. Akan tetapi bangunan replica ini sudah disesuaikan dengan bentuk rumah tradisional Aceh atau disebut juga Rumoh Atjeh. Rumah ini difungsikan sebagai museum berisi beberapa perobotan rumah, barang-barang pusaka Aceh lainnya dan terbuka untuk umum. Cut Nyak Dhien adalah seorang pejuang Aceh melawan penjajahan Belanda. Atas muslihat licik Belanda Cut Nyak Dhien kemudian ditangkap dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Pada waktu Sahabat Museum mengadakan PTD ke Sumedang tahun 2006 yang lalu, kami berkesempatan mengunjungi makam Cut Nyak Dhien yang masih terpelihara dengan baik. Perjalanan kami lanjutkan untuk mengunjungi obyek lainnya yaitu Masjid Raya Baiturrahman.


MASJID RAYA BAITURRAHMAN.

Sesampai di gerbang Masjid Raya Baiturrahman kami berjumpa kembali dengan Bapak Ramli, narasumber kami selama di Banda Aceh. Beliau memandu kami di hari terakhir kami di Banda Aceh. Masjid Raya Baiturrahman ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh, terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan kebanggaan rakyat Aceh dan merupakan symbol religious, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Masjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904). Pada saat terjadi Perang Aceh tahun 1873, masjid ini di bakar habis oleh Tentara Belanda. Pada saat itu May Jen Kohler tewas tertembak di dahi oleh pasukan Aceh di pekarangan masjid. Untuk mengenang peristiwa tersebut di bangun sebuah monumen kecil disebelah depan masjid raya tepatnya di bawah Pohon Ketapang. Enam tahun kemudian untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui MayJen Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid Raya telah mengalami 6 kali renovasi dan perluasan.

Masjid Raya ini merupakan salah satu masjid terindah di Indonesia, memiliki 7 kubah, 4 menara dan 1 menara induk. Pada saat kami berkunjung banyak peserta memasuki masjid dan diizinkan memotret ornament-ornament yang cantik. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 2.760 m2. Sangatlah merasa sejuk bila kita berada di dalam ruangan masjid. Masjid Raya inidapat menampung hingga 9.000 jamaah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias. Tak lupa kami foto bersama di depan Masjid Raya Baiturrahman ini dengan spanduk PTD untuk kenang-kenangan. Selesai mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman, kami naik bus lagi dan plesiran dilanjutkan ke objek Kapal di Atas Rumah.

KAPAL DI ATAS RUMAH.

Kapal yang mendarat di atas rumah penduduk pada saat tsunami adalah kunjungan kami yang ke 3 dihari terakhir PTD ke Banda Aceh. Situs ini tetap dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengenang musibah tsunami yang melanda kota Banda Aceh 8 tahun silam. Sebuah kapal yang terbawa gelombang tsunami dan terdampar dirumah penduduk di kawasan Gampong Lampulo kecamatan Kuta Alam.

Menurut cerita penduduk yang selamat dari amukan tsunami, pada waktu tsunami menerjang daerah ini banyak sekali korban yang meninggal, dan sebagian penduduk yang sedikit selamat pada waktu itu, mereka menaiki rumah yang berlantai 2, kemudian air pun dengan cepat terus naik sampai ke lantai 2. Dalam waktu sekejap air sudah sampai sebahu orang dewasa di lantai 2 tersebut atau sekitar 10 m dari permukaan tanah dan mereka menjerit-jerit minta tolong. Dalam waktu yang sangat genting orang-orang yang naik ke atas atap rumah melihat sebuah kapal menuju mereka dan nyangkut di atas rumah. Beberapa orang yang berada diatas atap terus berusaha sekuat tenaga naik ke kapal tersebut dengan maksud menyelamatkan diri. Begitu dahsyatnya tsunami sehingga airnya berwarna hitam pekat,sangat kotor dan penuh dengan kayu, sampah dan bekas-bekas puing rumah yang hancur dan dihanyutkan air. Kira-kira 30 menit kami melihat-lihat kapal di atas rumah ini, dan setelah puas mengambil foto kenangan, kami kembali ke bus dan meneruskan perjalanan ke lokasi berikutnya PLTD Apung

PLTD APUNG.

Monumen kapal PLTD Apung memiliki luas lahan lebih kurang 2 ha berlokasi di desa Punge Blang Cut, kecamatan Jaya Baru. Monumen ini dimiliki oleh pemerintah kota Banda Aceh, diperuntukkan sebagai kawasan wisata. Kapal besar berwujud PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) ini dibuat di Batam pada tahun 1996, dibangun untuk mengatasi krisis pembangkit listrik di Pontianak (1997), Bali (1999), Madura (2000) dan Banda Aceh (2003). PLTD Apung ini beroperadi di perairan Ulee Lheue, namun pada saat Tsunami menerjang Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, kapal tongkang dengan berat 2600 ton ini terdampar dengan jarak perjalanan 2,5 km dari pelabuhan Ulee Lheue ke desa Punge Jurong yang sekarang ini. Peristiwa ini kembali menggambarkan betapa dahsyatnya bencana tsunami ini.

Disebelah kiri PLTD Apung ini telah selesai dibangun Monument Edukasi Tsunami. Ditaman ini wisatawan dapat melihat sejarah, pengetahuan mengenai tsunami dan dokumentasi/foto-foto peristiwa tsunami. yang berisi catatan sejarah dan foto-foto tentang tsunami. Selesai berfoto ria, kami meneruskan plesiran ke Museum Aceh.

MUSEUM ACEH.

Masih tetap didampingi Bapak Ramli, kami menuju Museum Banda Aceh. Museum ini didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan diresmikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A.Swart pada tanggal 31 Juli 1915 yang berlokasi di sebelah timur Blang Padang. Setelah Indonesia merdeka Museum Aceh diambil alih oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Banda Aceh. Pada tahun 1969 atas prakarsa T. Hamzah Bendahara, Museum Aceh dipindahkan dari tempatnya yang lama ke tempatnya yang sekarang ini di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tanah seluas 10.800 m2 yang terdiri dari Rumoh Aceh, Gedung Pameran Tetap, Gedung Pertemuan, Gedung Pameran Temporer, Perpustakaan, Laboratorium, Rumah Dinas dan Gedung Galeri. Setelah pemindahan ini pengelolaannya diserahkan kepada Badan Pembina Rumpun Iskandarmuda (Baperis) Pusat. Kemudian sesuai peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi, maka kewenangan penyelenggaraan Museum Negeri Propinsi Daerah Istimewa Aceh berada dibawah Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang sekarang bernama Propinsi Aceh.

Karena keterbatasan waktu kami hanya sempat melihat-lihatRumoh Aceh, Gedung Galeri yang mendisplay koleksi Museum Aceh yang mengelola sebanyak 6.038 koleksi benda budaya. Rumoh Aceh sendiri dulunya merupakan media atau paviliun untuk menempatkan, memajang, dan menyimpan koleksi.

Hari sudah menjelang siang, cuaca sangat panas dan perut sudah mulai minta diisi, maka kami melanjutkan dan mengarahkan bus menuju ke Restoran Ayam Tangkap Rayeuk, yaitu restoran tempat kami di hari pertama makan siang. Ayam Tangkap ini sangat terkenal di Aceh. Sajian makanan yang satu ini amat menarik, yaitu ayam yang digoreng bersama daun rempah-rempah yang beraroma harum dan tentu saja menggugah selera.


PENUTUP.

Selesai sudah kami menjelajah Banda Aceh dan Sabang dengan program Plesiran Tempo Doeloe yang sangat menarik ini. Kami sekarang menyadari bahwa berkunjung ke Banda Aceh dan Sabang ternyata sudah cukup aman dannyaman, dimana penduduk setempat yang kami temui semua ramah tamah, dan menyambut kedatangan kami dengan tangan terbuka.

Pada kesempatan ini kami dari panitia PTD, Adep, Pak Amran, Bu Wisda dan Olive mengucapkan terima kasih pada peserta dan sekaligus memohon maaf jika selamaplesiran ini ada hal-hal yang mungkin kurang berkenan di hati rekan peserta PTD terhadap kondisi di lapangan seperti kondisi kendaraan angkot dari Pelabuhan Balohan ke Hotel Sabang Hill yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, karena pada waktu survey kami dijanjikan akan dijemput dengan Innova dan Avanza, ternyata kami diangkut dengan angkot butut..keluhhh.

Pada kesempatan ini pula kami juga menyampaikan ucapan terima kasihpada Bapak Ramli, Bapak Zulfikar, Bapak Fahmi dan Bapak Yudi .dari Dinas Pariwisata Banda Aceh (wuiiih makanan di Resto Daus uenakk sekali) dan Bapak Udi yang telah membantu rekan kami untuk Diving, rekan kami Putri yang semuanya dari Banda Aceh, sdr Alfi dan sdr Helmi dari Sabang, yang keduanya sangat bersahabat dan sangat kocak yang kesemuanya rekan kami tersebut telah turut bekerja keras dalam mensukseskan PTD ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para pengemudi Bus Dosen di Banda Aceh dan pengemudi Bus Sekolah di Sabang yang telah dengan ramah dan sabarmelayani kami. And last but not least, sampai jumpa di PTD-PTD Batmus lainnya.

Referensi.


  1. Panduan Perjalanan Banda Aceh dari Dinas Pariwisata Banda Aceh
  2. Brosur2 Banda Aceh dan Sabang yang didapatkan dari Dinas Pariwisata Banda Aceh

Penulis

Drs. Amran Rusid, MCom
Ketua Yayasan Sahabat Museum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline