Lihat ke Halaman Asli

Banda Aceh-Sabang Day-3: Sabang, Benteng Jepang, Danau Aneuk Laot

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Plesiran Tempo Doeloe
Banda Aceh-Sabang
Day-3 :
13 October 2012


HARIke 3,Sabtu 13 Oktober 2012


Selesai sarapan nasi goreng hotel yang lumayan, peserta sudah siap lagi untuk plesiran di hari ke 3 masih di Kota Sabang, Pulau Weh. Bus yang akan membawa kami berplesir hari ke 3 ini pun sudah stand by di halaman hotel dan selanjutnyakami langsung check out dengan ucapan terima kasih pada staf hotel yang ramah.


TOUR KOTA SABANG

Plesiran dimulai dari pusat kota Sabang yang bernuansa kolonial dengan gedung-gedung lawas bergaya Indie, berikut dengan jalanan yang rada sepi dan dinaungi oleh pohon-pohonbesar yang amat rindang dan berudara sejuk. Rombongan diajak melihat-lihat satu lobang perlindungan Jepang sisa masa PD II yang lalu. Beberapa peserta bahkan memasuki lobang yang mirip lorong yang menurun dari satu sisi ke sisi lainnya untuk tempat keluar.Letak lobang pertahanan ini persis di pinggir jalan utama di kota Sabang yaitu jalanDiponegoroyang diseberangnya berdiri deretan rumah-rumah tua tadi. Sebenarnya ada banyak sekali bunker Jepang berserakan diseantero pulau Weh ini. Bunker-bunker ini dibangun antara tahun 1943 dan tahun 1945. Dulunya bunker-bunker tersebut dihubungkan satu sama lain akan tetapi sekarang sudah ditutup. Atas izin dari petugas penjaga gedung kami memasuki beberapa gedung tua tersebut dan para peserta asyik mengambil foto untuk mengabadikan moment-moment penting dari gedung-gedung tersebut dan tidak lupa foto bersama dengan spanduk PTD.

Selanjutnya kami menyusuri bagian kota lainnya yang terletak di bagian atas kota dan disini kami kembali mengunjungi beberapa gedung tua yang dulunya berperan penting dalam sejarah kota Sabang. Masih disekitar gedung tua disini, kami menyeberangisebuah jalan yang terdapat tangga menurun ke pasar bawah yang mengingatkan kami kepada janjang 40 (ampek puluah) di kota Bukittinggi, tapi di sini kayaknya lebih banyak anak tangganya.Beberapa peserta lagi-lagi berburu oleh-oleh khas Sabang.

Cukup melelahkan tour dalamkota ini karena kami banyak berjalan kaki sambilmenikmati apiknya penataan KotaTua Sabang yang hampir masih asri seperti halnya di Kota Banda Neira, Maluku. Kami baru kembali lagi menaiki busuntuk melanjutkan plesiran ke salah satu Benteng Jepang yang terletak 11 km dari Kota Sabang.


BENTENG JEPANG

Benteng ini terletak di daerah Anoi Itam kira-kira 10 menit perjalanan dengan bus yang menyusuri pantai yang indah. Mendekati benteng bus berhenti dan para peserta semuanya turun dan dilanjutkan berjalan kaki kepinggir pantai. Dari bibir pantai menuju kebenteng yang terletak di ketinggian sekitar 300 meterdi perbukitan menghadap pantai, para peserta menaiki tangga yang telah dibangun oleh Pemda Pulau Weh. Sesampai di atas benteng yang bersejarah tersebut masih terdapat meriam PD II dan beberapa bunker. Kami yang sudah lansia memutuskan tidak ikut menaiki tangga. Pak Amran, Bu Wisda, Bu Anita, Bu Fauziah, Bu Yanty dan Bu Rini hanya bersantai di pinggir pantai ditemani oleh minumanAqua dan makanan kecil. Kami berleha-leha sambil menunggu peserta yang naik ke benteng dan turun kembali. Dan anehnya seperti tidak ada kelihatan yang turun kembali. Mereka ternyata menggunakan sisi lain dari benteng untuk turun. Untunglah kami memutuskan kembali ke posko sementara yang berupa satu warung dipinggir jalan yang menjual beberapa jenis minuman dingin dan cemilan.

Menjelang siang kami menuju restoran Tuna Paradise untuk makan siang. Lokasi restoran ini tidak jauh dari Benteng Jepang yang arahnya balik ke Kota Sabang. Menu masakannya berupa ikan bakar, ikan asam manis dan sayuran sungguh lezat dan nendang banget. Selesai makan siang kami masih tetap berada di restoran ini menunggu rekan kami Sonya dan Didith serta bang Udi yang kembali diving dari ditempat lain dan bergabung kembali serta makan siang sebelum melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ferry Balohan untuk kembali ke Banda Aceh.

DANAU ANEUK LAOT

Dalam perjalanan menuju pelabuhan ferry Balohan, bus kami berhenti sebentar di pinggir jalan. Kami menyeberang jalan dan ada apa gerangan ?. Melongok ke bawah dari dipinggir jalan tersebut terdapat sebuah danau yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota.Diselimuti olehrimbunnya dedaunan pohon di hutan disekitar danau, kami hanya melihat dari ketinggian (jalan raya) permukaan danau yang airnya jernih. Danau Aneuk Laot ini merupakan sumber air bagi Perusahaan Air Minum Kotamadya Sabanguntuk mensupply air bersih/minum kota Sabang dan sekitarnya. Bahkan di masa periode kolonial Belanda banyak kapal-kapal yang berlayar di selat Malaka mengisi tangki air kapal mereka dari air yang berasal dari danau ini.

Sekitar pukul 13.00 kami sampai di pelabuhan ferry Balohan, Masuk ke waiting room, beli tiket dan mengaso sebentar sebelum naik ferry. Di atas ferry Pulo Rondo, kami lagi-lagi memilih tempat duduk di lantai 2 dengan barang bawaan kami. Di atas kapal ferry inilah saatnya kami mengadakan Ice Breaking, perkenalan sesama peserta yang tadinya tertunda yang sedianya kami rencanakan sebelum berangkat ke Pulau Weh ini. Kami satu persatu memperkenalkan diri, nama, profesi, berapa kali ikutan PTD dan sebagainya. Ruangan lantai 2 kapal yang kami isi ternyata masih banyak yang kosong bangkunya sehingga penumpang lain berbaur dengan kami. Mereka pada heran namun takjub dan senang mendengar cerita kami yang telah mengunjungi daerah mereka beramai-ramai. Salah seorang penumpang menyarankan kami agar datang lagi di waktu yang akan datang, agar menurut bapak penumpang tersebut, publik di Jakarta dan daerah lain mengetahui bahwa Aceh dan Sabang sudah aman dan nyaman dikunjungi turis.

Merapat di pelabuhan Ulee Lheue sekitar pukul 4.00 di sore hari, kami kembali di jemput oleh rekan Zulfikar masih tetap dengan bus Dosen Universitas Shiah Kuala, kami langsung menuju Hotel Madinah untuk beristirahat sebentar, mandi, sholat dan siap-siap keluar hotel lagi untuk makan malam. Makan malam di Restoran Daus yang terkenal dengan nasi goreng yang dihidangkan bersama-sama dengan sayuran, ayam goreng, burung punai goreng, martabak telur khas Aceh dan lainnya. Kali ini kami diundang makan malam di resto ini oleh Bapak Fahmy dan Pak Yudi dari Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh dan sungguh hidangan yang lezat dan kami sangat menikmatinya, apalagi kami ditempatkan di ruangan ber- Ac. Setelah sedikit berbasa- basi dengan menceritakan pengalaman kami selama 3 hari ini, yang disambut pula ucapan terima kasih dari dinas pariwisata Kota Banda Aceh atas kunjungan komunitas Sahabat Museum sehingga akan lebih membuka mata publik untuk berkunjung ke Tanah Rencong Nanggre Aceh Darussalam, kami menghadiahkan baju Kaos PTD Aceh kepada Bapak Fahmi dan Bapak Yudi dan kemudian kami berpamitan. Sebelum menuju ke hotel, acara selanjutnya tentu saja beli oleh-oleh lagi dan selesailah acara untuk hari ke 3 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline