Hoaks dan politik pecah belah menjadi tontonan publik hari ini. Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab. Singkatnya, pemerintah dan partai pengusung utamalah yang seharusnya menjadi sorotan. Sebagai kader dan partai yang membawa embel-embel demokrasi, seharusnya keberadaban demokrasi menjadi ujung tombak perjuangan.
Isu Prabowo sebagai personal yang bertanggung jawab atas peristiwa penembakan pada tahun 98 kembali dihidupkan. Isu ini dianggap senjata ampuh untuk mendegradasi elektabilatas Prabowo. Pada tahun 2014, isu ini sukses mengantarkan petugas partai yang berasal dari PDIP menjadi orang nomor satu di republik ini.
Kini di tengah trend petahana yang menurun dan penantang yang merangsek naik, isu ini kembali digulirkan. Apa tujuannya? Tentunya bukan untuk mencari pembuktian, tapi lagi-lagi untuk menjungkal lawan politik.
Jikalah ingin berlaku adil, seharusnya Megawati dan PDIP adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk membuktikan kebenaran kesimpang siuran isu ini. Alasannya sederhana, karena Megawati adalah Presiden 'satu setengah' pasca reformasi. Kepemimpinan Megawati saat menjadi Presiden RI sangat dekat dengan jarak waktu peristiwa reformasi. Artinya, sangat memungkinkan bagi Megawati saat itu untuk menuntaskan kasus HAM yang terjadi pada saat reformasi.
Namun apa yang terjadi? Ada persepsi, seolah-olah Megawati dan PDIP dengan sengaja memelihara isu ini untuk kepentingan politiknya. Bahkan asusmsi yang berkembang, PDIP sengaja memelihara isu ini untuk menyandera lawan politiknya dengan kesamaran yang tidak pernah diselesaikannya.
Sebuah catatan penting, partai yang mengusung demokrasi sebagai embel-embel partainya, PDIP pernah menggandeng Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. Tepatnya pada Pemilu 2009. Ironinya, tidak satupun kader PDIP saat itu yang berteriak kalau Prabowo adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus HAM yang terjadi saat reformasi.
Begitu juga saat PDIP mendorong Walikota Solo saat itu, Joko Widodo, menjadi rising star Ibu Kota. Lagi-lagi PDIP menjadikan Prabowo sebagai magnet untuk kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Jika lah PDIP benar besikap di atas semangat demokrasi yang diusungnya, maka Megawati harus membuka suara untuk menjernihkan isu yang sifatnya merugikan seseorang secara personal tersebut. Jangan sampai karena kepentingan politik kolega-kolega yang diduga sebagai pelanggar HAM yang 'nangkring' di kubu petahana, Megawati menggadaikan spirit demokrasi yang diusung partainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H