Lihat ke Halaman Asli

Bulan suro

Diperbarui: 6 Oktober 2015   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bertepatan dengan menyambut tahun baru islam yg di kenal dengan nama jawanya bulan suro atau bulan muharam. Sebuah tradisi jawa bisa di katakan budaya bukan keyakinan tapi tradisi yang sering di lakukan secara tradisional menurut adat dan budaya daerah jawa khususnya jawa timur. Ada yang namanya larung sesaji yang berupa hasil bumi dan kekayaan lainnya yang di hiasi sedemikian rupa berbentuk gunungan hasil bumi yang di letakkan diatas perahu yang terbuat dari batang pisang, atau juga rakit bambu. 

Adapun maksud dan tujuan sesaji dari hasil bumi merupakan tradisi untuk mengenang pengorbanan dan rasa syukur kepada sang penguasa dalam hal ini adalah pencipta semesta alam. Kadang kala masyarakat sekarang sulit membedakan keyakinan dan budaya, terkadang budaya menjadi sumber keyakinan itupun berlangsung turun temurun. Karena pemegang budaya dan tradisi tersebut menganut keyakinan jawa sehingga yang terjadi adalah sudut pandang yang berbeda dan menjadikan serta menimbulkan delema, sementara sudut pandang pemuka agama sebagian mencemooh tradisi tersebut. 

Mari kita melihat tradisi kuno dan sekarang yang di lihat dari sudut budaya modern dan budaya islam, kita kadang berfikir bahwa tradisi dan budaya harus di lestarikan dan sementara peradaban modern yang lebih banyak ketidak manfaatannya di banding budaya kuno yang dengan cara halus dan lembut mengenang kulturisasi sebuah tradisi. 

Hakekat sebuah tradisi ini sesungguhnya begitu dalam dan kental dengan makna bersyukur dan berkorban, karena bila di hayati kenapa hasil bumi di buat gunungan dan di susun dengan susunan seni yang menyejukan kemudian di buang ke tengah lautan ?. Inilah gambaran manusia hidup di muka bumi dengan menumpuk harta dan kekayaan kemudian di simpan dan di manfaatkan untuk semesta di mana kekayaan itu tadi di dapat dan luasnya samudera tempat membuang gunungan harta tadi kalau kita lihat tidak ada apa-apanya di bandingkan luasnya lautan. 

Kesimpulan dari sekelumit sudut pandang ini menuntun kita pada sifat rendah hati dan mengagungkan kekuasaan tuhan, bahwa sebuah pengorbanan dan dari hasil perjuangan membentuk kemakmuran adalah keseragaman menuju ke dasar keluasan kekuasaan tuhan dan ke agunganNya. Budaya adalah cara mengenang sebuah tradisi sekelompok masyarakat berdasarkan kebiasaan yang mengandung nilai-nilai luhur sebuah perjuangan. Keyakinan merupakan cara hati manusia meletakan diri secara menyeluruh dari hati dan jiwa serta raga pada titik di mana dia memohon dan mengagungkan kekuasaan yang luas dan semesta keagungan yang tak ada tandingannya. Hati adalah cermin sedang raga adalah tempat di mana jiwa bersemayam. Tradisi adalah wadah sedangkan budaya adalah urutan dari awal dan akhir mengingat tradisi. 

Sudut pandang seorang musafir di tengah perjalanan menuju kesempurnaan dan bukan mencari pertentanga tapi sudut pandang dari cara mengintip sebuah tradisi.semoga bermanfaat untuk hati yang masih belum suci ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline