Lihat ke Halaman Asli

Kakak Pasti Orang Jogja Ya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salam,

Kisah ini sebelumnya pernah saya tulis dalam forum kaskus.us dan saya mencoba berbagi cerita ini kepada kompasianer sebagai post pertama saya.

Sebenarnya pengalaman ini sudah agak lama, sekitar 1,5 bulan yang lalu. Saya orang bekasi yang kebetulan kuliah di Kota Jogja, 1 bulan lalu ketika liburan setelah UAS saya pulang ke bekasi, kebetulan naik Fajar Utama Yogya dari Jogja ke Jatinegara. Saya ketika itu mendapat kursi yang sampingnya kosong. Menjelang kereta berangkat, saya melihat ada seorang perempuan yang membawa koper kecil, tapi dia meminta dibawakan oleh kuli angkut stasiun, padahal kopernya kecil. Dalam hati saya berpikir "yaelah koper kecil gitu pake dibawain segala, manja banget sih!". Begitulah pikiran saya, karena jujur saya kuran suka melihat perempuan yang terlalu manja. Setelah itu saya perhatikan ternyata perempuan itu juga tidak ada teman disampingnya.

Kereta berangkat, saya seperti orang lain di gerbong kereta itu, berusaha tidur supaya perjalanannya tidak terasa lama. Ternyata saya tidak bisa juga tidur, maka saya coba mengamati orang-orang di sekitar saya, sesekali orang berjualan makanan/minuman masuk (padahal kelas bisnis). Saya lihat perempuan tadi, kenapa setiap dia membeli makanan/minuman, dia selalu menanyakan ke pedagangnya tentang uang yang dia beri ke pedagang. Saya bingung.

Masuk Cirebon semakin banyak pedagang yang lewat, dan pengemis juga mulai masuk. Lagi-lagi perempuan tadi kembali menayakan tentang uang yang dia beri ke pengemis. Saya makin bingung. Ada yang aneh, dari tadi dia selalu menggenggam beberapa lembar uang yang bervariasi dari Rp.1000 - Rp.10.000.Semakin membuat saya berpikir, untuk apa dia menggenggam uang-uang tersebut. Dan saya pun mendapetkan jawabannya. Ketika dia hendak mengambil makanan di meja kecil depannya, air mineral botolnya jatuh, perempuan itu meraba-raba mencarii botol itu dengan kepal tetap menghadap ke depan.. oh Tuhan.. ternyata dia buta...

Seketika mata saya basah melihat itu, ya Tuhan, ada seorang buta pergi sendirian. Dalam hati,saya berharap  bisa membantu dia paling tidak sedikit saja. Ternyata doa saya dikabulkan, sesampainya di Stasiun Jatinegara, dia awalnya dituntun oleh polsuska, tetapi cuma sampai luar gerbong. kemudian dia kebingungan karena tidak ada yang membantu dia. Awalnya hati saya bimbang antara hendak membantu atau tidak, tapi saya teringat niat saya tadi, bodo amat mau dibilang sok pahlawan saya coba menawarkan bantuan.

Saya (a): mbak, mau kmana?
Perempuan (b) : oh saya mau ke rawamangun kak..
a : kalo boleh saya bantu mbak ya.
b : oh terima kasih banyak, saya bingung ga ada yang bantu saya...
a : (saya gandeng dia, jujur, ada rasa malu ketika jadi perhatian orang2 disitu, tapi udah dari tadi saya tekad bantu dia) sambil jalan saya ngobrol sedikit sama dia..
b :kakak pasti orang dari kereta tadi ya?
saya kaget kok dia bisa tau..
a : kok tau mbak?
b : oh bener kan, kakak pasti orang jogja ya?
a : oh bukan, saya orang bekasi, kenapa ngira saya orang jogja? mbak jogja ya? (walaupun dari logatnya jelas dia bukan orang jogja)
b : Oh saya kira orang jogja, ga soalnya kakak baik, saya tadi baru pulang dari jenguk kakak saya, pas di jogja saya terkesan sekali, pas waktu saya sampai jogja, banyak orang ganti2an nolong saya sampe ketemu kakak saya, awalnya saya kira mereka minta imbalan, waktu mau saya kasih duit mereka nolak, makanya saya kira kakak orang jogja.. emang kakak ngapain di jogja?
a : saya kuliah mbak
c : dimana? kakak saya juga kuliah di jogja
a : saya di UGM, kakaknya mbak kuliah dimana?
c : Oh kalo kakak saya di UII...
a : coba mata saya normal, saya mau kuliah disana. Susah kak kalo jadi orang cacat di jakarta, harus punya duit buat cari yang mau bantuin kemana2. kalo ga punya duit pasti jadi gelandangan....
Selanjutnya kami bicara sampai dia naik bajaj. Saya pun hanya bisa membantu sampai disitu karena saya waktu itu benar-benar harus segera pulang ke rumah

Saya tertegun. banyak hal yang saya dapetkan dari kejadian ini, keberaniannya dan tentunya refleksi buat kita semua terutama orang Jakarta. Apakah orang buta ini benar-benar mencerminkan ke individualisan kita? dan apakah keramahan dan bantuan tanpa imbalan harus dicari jauh-jauh ke luar jakarta? Saya sedih ketika harus merenungi ini semua, ketika dulu semasa SD kita diajarkan bahwa orang Indonesia ramah, ketika kita selalu dielu-elukan sebagai negara dengan tingkat senyum tertinggi. ah.. sepertinya kita harus semakin berusaha mengoreksi diri kita masing-masing.

Begitulah apa yang saya alami, mudah-mudahan berguna bagi pembaca semua. mohon maaf kalau tata bahasa cerita ini kacau karena hanya saya ubah sedikit dari apa yang saya tulis di forum kaskus.us. Karena ini postingan saya yang pertama saya mohon maaf juga kalau cara penulisan saya ada yang salah dan mohon koreksinya. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline