Lihat ke Halaman Asli

Mahmud Budi Setiawan

Guru Ngaji Kampung

Islam & Nusantara

Diperbarui: 29 Juni 2015   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

               SANTERNYA gagasan ‘Islam Nusantara’ di Sosmed(Sosial Media), menuai penasaran warga Jumeneng. Terlebih ketika dua tetangga desa(Mangkubumi dan Mangkulangit), hampir-hampir perang gara-gara pro dan kontra seputarnya. Penduduk Mangkubumi menilai gagasan ‘Islam Nusantara’ sangat elegan dan representatif terhadap wajah Muslim Indonesia. Sedangkan penduduk Mangkulangit, menolak dengan tegas gagasan yang dinilai ngelantur, ‘prematur’ dan ora jelas.

                  Supaya warga tidak terpecah belah, maka P3P(Paijo, Pardi, Paiman, dan Ponco) menginisiasi terselenggaranya diskusi berlatar agama plus budaya yang akan mengangkat tema, ‘Islam & Nusantara’. Sarikhuluk pun didapuk sebagai mediator sekaligus moderator bagi kedua pihak yang sedang berseteru.

            Acara diselenggalarakan pada hari Ahad 28 Juni 2015. Semula diskusi akan diselenggarakan di Pendopo Al-Ikhlash, namun mengingat peserta yang begitu banyak, maka tidak memungkinkan jika ditempatkan di sana. Panitia pun bersepakat menyelenggarakan acara di lapangan sepak bola Nyunggi Wakul(lapangan sepak bola desa Jumeneng). Tepat pukul 08.00 pagi, acara pun dimulai.

              Setelah engucapkan salam, Sarikhuluk dengan gaya khasnya menyapa hadirin, “Dolor-dolor sekalian! Sebelum kita memulai diskusi, monggo disantap dulu makanan yang sudah disediakan panitia. Meski sederhana, semoga bisa mengawali diskusi kita kali ini dengan kesejukan, bukan kepanasan. Kemudian, Aku mengingatkan, kita di sini bukan mencari kemenangan pribadi, tapi kebenaran sejati. Kita di sini bukan menghakimi, tapi saling menglarifikasi. Jadi, tolong tehan emosi, lapangkan dada, jaga ukhuwah!”.

            Setelah lima belas menit para audiens diberi kesempatan menikmati konsumsi, acara pun bisa dimulai. Acara di-setting bukan dengan gaya hadap-hadapan layaknya orang sedang debat. Masing-masing kampung diwakili oleh lima pembicara. Diskusi tidak memakai meja, hanya lesehan yang beralas terpal. Para pembicara duduk melingkar, di tengah-tengah ada Sarikhuluk. Suasananya sangan ganyeng lebih kental kekeluargaannya ketimbang musuhan.

             “Baik. Bismillah, kita mulai acara diskusi ini. Pertama-tama kita akan memberi kesempatan kepada wakil dari desa Mangkubumi untuk menyampaikan klarifikasinya terkait gagasan nusantara. Kemudian disusul dengan penjelasan-penjelasan dari wakil penduduk Mangkulangit yang tidak setuju dengan gagasan tersebut. Selanjutnya, kita akan berdiskusi, memberi masukan, dan mengambil sikap terkait polemik gagasan ‘Islam Nusantara’. Mudah-mudahan ini menjadi oase di saat penduduk desa lain sedang geger karena ndak mau cek dan ricek.” Tukas Sarikhuluk membuka acara.

Wakil Mangkubumi(Pro Islam Nusantara):

            Ngatiman selaku wakil desa Mangkubumi mengawali, “Cak, yang kami maksud dengan Islam Nusantara adalah Islam yang toleran, terbuka, akomodatif, santun, sopan, ramah budaya, tak emosional, mampu bersinergi dengan budaya setempat, merangkul berbagai pihak, tak suka menghakimi. Islam adalah agama yang turun dari langit. Sedangkan Nusantara adalah penduduk bumi. Jadi Islam Nusantara adalah ajaran langit yang membumi. Ini sangat berbeda dengan Islam Arab yang dikenal emosional, tak ramah budaya, terlalu hitam-putih, in-toleran, suka perang, suka kekerasan, gampang mengklaim dan menghakimi orang yang tak sependapat. Islam Nusantara adalah Islam yang dibawa oleh para Wali Songo, yang berdakwah dengan sangat santun dan elegan. Dakwah yang membuat tentram, bukan terancam; dakwah yang mengajak, bukan mengejek; mencerahkan, bukan menyalahkan; mengayomi buka menghakimi; mencerdaskan, bukan mengenaskan; melestarikan, bukan menghancurkan. Begitu kira-kira gambaran singkat mengenai Islam Nusantara Cak.”

            Bambang Sujatmoko menambahkan, “Hanya di nusantara Cak, dakwah disampaikan dengan kesejukan. Di saat dakwah-wakwah di Timur Tengah kebanyakan disebar dengan kekerasan, di nusantara ditebarkan dengan kelembutan. Hati penduduk nusantara direbut oleh Para Wali dengan keteladanan pejuang, bukan dengan pedang. Dengan hati, bukan dengan intruksi yang menyayat hati. Dengan hikmah, bukan marah-marah.” Sarmuji juga mengutarakan, ‘Jangan sampai Islam Nusantara diarabisasi Cak. Bedakan antara Islam dengan Arab. Meskipun Islam lahir di Arab, bukan berarti semua yang kearab-araban pasti Islam, seperti: sorban, gamis, jubah, jenggot, baju cingkrang, dll. Kita kan dilahirkan di nusantara, bukan dilahirkan di Arab. Jadi Islam kita merefleksikan Islam ala Nusantara, bukan Islam Arab.”

            Sudarmono menambahkan, “Yang paling representatif dan contoh paripurna bagi gambaran Islam Nusantara ialah NU. Dengan ulama seperti, Hadratussyaikh Hasyim Asy`ari, Kh. Wahab Hasbullah, Kh. Sahal Mahfud dll. Islam Nusantara mampu dipelihara hingga saat ini. Jauh sebelum itu ada ulama seperti Syekh Nawai al-Bantani, Syekh Yusuf al-Makasari, dan lain sebagainya yang menginisiasi dakwah ala Islam Nusantara.”. Subarjo memungkasi, “Ciri khas Islam Nusantara ialah yang berakidah Asyariah-Maturidia, dan bermadzhab Syafi`i. Bukan berakidah Wahabi dan bermadzhab Hanbali ala Timur Tengah. Saya optimis Cak. Jika Islam Nusantara dilestarikan dan dijaga eksistensinya, maka akan menjadi rujukan bagi umat Islam di dunia. Menurutku ‘Islam Nusantara’ adalah cerminan riil dari Islam yang rahmatan lil `alamin(rahmat bagi seantero alam).

            Setelah masing-masing dari wakil desa Mangkubumi memaparkan pendapatnya, Sarikhuluk mempersilahkan wakil desa Mangkulangit memaparkan pendapat-pendapatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline