Lihat ke Halaman Asli

Islam, Antara Cita dan Fakta

Diperbarui: 7 Maret 2024   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Islam, Antara Cita Dan Fakta

Hari ini kita menyaksikan sebuah fenomena yang menyedihkan, betapa keindahan dan kemuliaan Islam tidak menjadi magnet power (daya tarik) bagi lingkungan sosialnya? Mengapa Islam yang secara tekstual sebagai rahmat bagi seluruh alam dan ya'lu wa la yu'la 'alaihi ini tidak dinantikan kehadirannya? Justru, Islam yang menyejukkan dan mencerahkan pikiran dan hati itu mendapatkan citra buruk (stigma negatif), menyimpan keshalihan ritual sekaligus criminal secara sosial?

Inilah sebuah pertanyaan yang memilukan hati kita sebagai seorang Muslim.
Kalau boleh menjawab dengan logika sederhana dan mudah, meminjam sebuah statemen seorang 'alim dari Mesir, Syeikh Muhammad Abduh: "Al Islamu mahjubun bil muslimin" (keimuliaan Islam ditutupi oleh perilaku oknum orang Islam itu sendiri).

Saya yakin, pernyataan yang diucapkan 63 tahun yang silam itu tidak muncul secara spontan, tetapi melewati sebuah penelitian yang panjang. Bahwa, perilaku yang salah dalam berislam diakibatkan oleh pemahaman yang salah secara fatal tentang islam.

Kesalahan dalam memahami dinul Islam (agama Islam) berefek pada kesalahan krusial dalam mengkomunikasikan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Saya pernah mendengar cerita ekonom Islam, Dr Syafii Antonio di salah satu forum diskusi, bahwa ayah beliau siap masuk Islam dengan beberapa persyaratan, jika orang Islam berhenti dari sikap mental jorok, menghindari korupsi, sandal aman ketika pergi ke masjid, waktu haji berhenti dari berbicara pornografi (rafats) dan meninggalkan kebiasaan senang berdebat. 

Kebanyakan mereka masuk Islam sebelum menyaksikan perilaku pemeluknya. Kita yakin kesalahan krusial dalam membumikan Islam karena kesalahan fundamental dalam memahami subtansi Islam itu sendiri. Bukankah kita memiliki saham yang besar dalam menodai kemurnian ajaran Islam?

"Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. 

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah (9) : 121-122).

"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan pada sesorang, maka ia memahamkannya dalam urusan agamanya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Bukankah hari ini kita menyaksikan orang yang menyatakan dirinya Nasrani yang jarang pergi ke gereja, orang islam setahun sekali ke masjid, orang Hindu yang sering absen di kuil, orang yang Yahudi yang tidak pernah menyentuh tempat ibadahnya Sinagog kecuali kepepet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline