Lihat ke Halaman Asli

Suparmin

Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Pendidikan yang Memerdekakan

Diperbarui: 23 Mei 2023   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Dokumentasi Penulis

Perjalanan dari Gowa ke Makassar (Sulawesi Selatan) bersama beberapa rekan guru kami selingi dengan diskusi singkat nan hangat di atas mobil. Sambil sesekali bercanda dan mengomentari sisi kiri kanan jalan, salah seorang rekan memantik "Bagaimana pendidikan yang memerdekakan itu". Jadilah diskusi kami agak serius. Baik, hasil diskusi saya rangkum dan kaitkan dengan filosofi pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hajar Dewantara.

Sebelum Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh zaman kolonial. Sebagian anak-anak pribumi diberikan kesempatan mengenyam dunia pendidikan dalam ranah yang sangat terbatas. Mereka sekadar diajarkan kemampuan membaca dan berhitung. Tujuannya pun bukan untuk pribadi dan bangsa, tetapi lebih pada bagaimana orang-orang pribumi membantu kepentingan mereka dalam cengekeraman kekuasaan terhadap bangsa kita. Ah, belum bangsa sih karena saat itu kita belum bernama Indonesia. Sepertinya. Miris juga, ya. Akan tetapi, begitulah situasinya saat itu. Kodrat zaman yang mengantar padanya. Lalu diskusi kami lanjutkan bagaimana KHD mengawali perjuangan untuk membangun fondasi peradaban pendidikan kita hingga kini.

KHD memulainya dengan analogi yang luar biasa. KHD meyakinkan bahwa setiap anak yang lahir telah membawa kodrat dan potensi masing-masing. Pendidik hadir sebagai penuntun memastikan tumbuh dan berkembangnya kodrat yang telah dimiliki oleh setiap anak. Dalam menuntun, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh petani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal. (Modul 1 PGP).

Di sini, pendidik memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensinya. Pendidik hadir sebagai pamong yang menuntun agar perkembangan potensi tersebut tidak salah arah atau bertentangan dengan zamannya. KHD juga menjelaskan bahwa pertumbuhan anak terkait dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Saat ini, zaman pendidikan mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan abad 21. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kodrat alam juga harus disesuaikan. Perkembangan zaman di negara-negara barat belum tentu sama dengan situasi bangsa kita. Oleh karena itu, konteks lokas sosial budaya Indonesia harus diperkuat dan pastinya konteks tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Diskusi semakin hangat, tetapi kendaraan telah mencapai tujuan. Kami lalu turun, merapikan pakain adat yang kami kenakan lalu bergabung pada upacara memeringati Hari Pendidikan Nasional tahun 2023.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline