Lihat ke Halaman Asli

Suparmin

Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Pentingnya Pembelajaran Bermakna di Sekolah

Diperbarui: 23 Maret 2022   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Tangkapan Layar Video Tugas Laporan Hasil Observasi Peserta Didik. Dokumen Pribadi

Kurikulum merdeka menjadi titik puncak gonjang ganjing dugaan perubahan kurikulum yang terus bergulir selama ini. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Anwar Makarim, telah mengumumkan secara resmi kurikulum yang sebelumnya dikenal sebagai kurikulum prototipe menjadi kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka memang tidak menjadi paksaan. Sekolah bisa memilih, apakah menerapkan kurikulum merdeka, kurikulum 2013, atau memilih menerapkan kurikulum darurat Covid-19. Salah satu perubahan besar yang dicanangkan pada kurikulum merdeka adalah keinginan melahirkan Profil Pelajar Pancasila. Dalam konteks pembelajaran, pembelajaran berbasis proyek menjadi hal yang  sangat diutamakan.

Sekolah-sekolah, pendidik mata pelajaran diharapkan merancang pembelajaran yang mengarah ke proyek. Mengapa harus berbasis proyek? pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dalam kurikulum prototipe, sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah. Pembelajaran berbasis proyek dianggap penting untuk pengembangan karakter siswa karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman (experiential learning). "Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi, bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi esensial dari berbagai disiplin ilmu." Hal ini diucapkan oleh Supriyatno, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbudristek.

Lalu bagaimana pendidik menerapkannya.

Baik, saya akan sedikit berbagi pengalaman. Pengalaman ini saya tulis sebagai pendidik sekaligus orang yang terlibat dalam program guru penggerak, sebagai pengajar praktik. Pada program guru penggerak, pendidik bergelut memahami 10 modul selama 9 bulan. Sembilan bulan berlaku untuk angakatan 1-4. Angkatan ke-5 dan seterusnya dikurangi menjadi 6 bulan dengan beberapa penyesuaian program. Jika ingin tahu, silakan bergabung pada program tersebut. Angakatan 7 sudah terbuka saat ini untuk seluruh wilayah di Indonesia.

Sekolah saya bukan sekolah penggerak. Artinya, sudah pasti juga belum menerapkan kurikulum merdeka. Akan tetapi, setiap rapat dan diskusi dengan pendidik, kami senantiasa mendiskusikan kurikulum merdeka sesuai dengan apa yang kami pahami (setelah mengikuti seminar dan diskusi daring). Selain itu, kami pun senantiasa berdiskusi mengenai hal yang diharapkan pada program guru penggerak. Diskusinya selalu hangat dan mengesankan.

Nah, sebagai pendidik yang tergabung dalam program guru penggerak, sedikit demi sedikit saya berupaya menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam praktik nyata di ruang-ruang kelas. Penerapan budaya positif senantiasa saya upayakan dalam komunikasi dengan peserta didik. Menumbuhkan kesadaran pribadi tentang pentingnya belajar menjadi hal yang utama. Peserta didik diajak memahami dirinya sendiri, memahami rancangan masa depan, memetakan apa yang harus dilakukan sesuai dengan keinginan dan minatnya.  Pendidik hadir sebagai pengayom memastikan bakat dan minat tersebut tetap berjalan sesuai dengan koridornya.

Terbaru, saya belajar menerapkan pembelajaran berdiferensiasi pada peserta didik kelas XII. Diferensiasi produk saya serahkan secara merdeka kepada mereka. Mengapa produk? Karena saat ini, kelas XII saya tugasi melaksanakan proyek sebagai kewajiban untuk menuntaskan ujian praktik. Jika tahun-tahun sebelumnya, saya sebagai pendidik selalu menentukan apa yang harus mereka tampilkan sebagai produk, kali ini tidak. Misalnya, tiga tahun lalu sebelum pandemi, puisi menjadi ujian praktik wajib bagi seluruh peserta didik yang saya ajar. Tahun ini, saya diferensiasikan. Peserta didik berhak memilih kompetensi dasar apa saja, dari kelas X---XII, yang akan mereka rancang sebagai proyek ujian praktik. Walaupun setelah didiskusikan dan dipilah, memang hanya 5 yang paling banyak dipilih, yakni demonstrasi teks biografi, teks laporan hasil observasi, teks ceramah, teks puisi, dan teks anekdot.

Jadilah mereka merdeka merancang proyek sendiri sesuai dengan batas waktu yang disepakati. Akhirnya batas waktu pun selesai. Dari 137 orang yang saya ajar, hanya 6 orang yang tidak menyelesaikan ujian praktiknya. Enam orang tersebut akan mendapatkan pendampingan khusus menganalisis mengapa hal itu bisa terjadi. Peserta didik yang telah selesai mengirim tugasnya dengan baik. Saya membaca dan menonton satu demi satu hasil kerja mereka. Menilainya sesuai dengan panduan penilaian. Respons balik saya sampaikan di grup whatsapp.

Setelah semuanya saya nonton dan berikan penilaian, saya memilih satu video teks laporan hasil observasi untuk saya unggah di media sosial, facebook. Saya memilih video tersebut dengan beberapa pertimbangan. Pertama, durasi waktu sesuai dengan kesepakatan. Kedua,  kualitas gambar bagus. Ketiga, juga menjadi alasan kunci, kebermanfaatan tugas tersebut nyata dalam kehidupan. Laporan hasil observasi peserta didik saya saya anggap berhasil menjadi media promosi salah satu objek wisata di kecamatan sekolah saya berada. Tepat. dugaan saya benar. Setelah saya mengunggahnya di media sosial, beberapa warga net bertanya di mana tempat yang yang ada dalam video tersebut. Bahkan ada yang meminta untuk mengirimkan dalam bentuk maps. Benar saja, sore hari, unggahan saya dibalas dengan kiriman foto rekan yang mengunjungi tempat tersebut setelah menonton video peserta didik saya.

Foto: Kiriman Foto Kunjungan Pengguna FB Setelah Menonton video peserta didik saya. Dokumen pribadi 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline