Lihat ke Halaman Asli

Suparmin

Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Terkadang Bahasa Hanya Dimaknai oleh Penuturnya

Diperbarui: 23 April 2020   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Berita Satu.Com

Kata mudik dan pulang kampung tiba-tiba menjadi teks yang banyak diperbincangkan. Kepopuleran dua teks tersebut, minimal untuk hari ini, mengalahkan pemberitaan mengenai Covid-19. 

Dua teks tersebut muncul dalam diskusi antara Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)  dan Najwa Shihab pada acara Mata Najwa, 22 April 2020. Najwa menanyakan perihal kontroversi mudik kepada presiden. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, hampir 1 juta orang telah mencuri star mudik.

Presiden Jokowi menjawab, "Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di Jabodetabek, di sini, tidak ada pekerjaan, ya mereka pulang karena anak istrinya ada di kampung. Kalau mudik itu di hari lebarannya."

"Beda. Untuk merayakan Idulfitri. Kalau yang pulang kampung itu bekerja di Jakarta, tetapi anak istrinya ada di kampung."

Sebelum melanjutkan, saya mengilustrasikan beberapa pertanyaan berikut. Mudik atau pulang kampungkah jawabannya? Silakan disimak.

  1. Saya berasal dari Kalimantan. Saat ini menetap di Bali. Orang tua saya tinggal Kalimantan hingga saat ini. Jika saya kembali ke sana (Kalimantan) sebelum bulan Ramadan, apakah saya mudik atau pulang kampung?
  2. Saya berasal dari Jawa Barat. Jawa Barat merupakan kota kelahiran saya. Saat ini saya tinggal dan bekerja di Papua. Orang tua dan keluarga tidak ada lagi yang tinggal Jawa Barat. Jika sebelum Ramadan, saya berkunjung Jawa Barat, apakah saya mudik atau pulang kampung?
  3. Saya seorang perantau. Saya lahir di Sulawesi Selatan. Saat ini saya sudah bertahun-tahun menetap dan bekerja di Kota Bandung. Saya hanya sesekali pulang ke Sulawesi Selatan. Tahun ini, saya berencana ke Sulawesi Selatan sebelum Ramadan. apakah saya mudik atau pulang kampung?
  4. Saya berasal dari Manado. Sejak lahir hingga dewasa tinggal di Manado. Saya menikah dengan seorang perempuan asli Manado. Setelah menikah, kami memutuskan untuk merantau ke Kota Jambi. Setelah merantau, sesekali kami berkunjung ke Manado. Biasanya kami berkunjung setiap tahun. Entah menjelang Idulfitri atau Iduladha. Apakah ketika kami berkunjung ke Manado bisa disebut mudik atau pulang kampung?

Empat pertanyaan di atas cukup pembaca jawab dengan pilihan masing-masing. Tidak ada paksaan. Toh, tujuannya sama. Sama-sama berpindah tempat dari suatu daerah ke daerah lain. 

Persoalan apakah kita akan kembali lagi ke tempat/daerah semula, itu terserah. Saya tidak ingin berpolemik siapa yang benar atau siapa yang salah. Hari ini, kita semua sudah begitu banyak membaca perbedaan mudik dan pulang kampung. 

Mulai dari perpedaan yang diutarakan presiden, perbedaan yang dituliskan oleh beberapa ahli bahasa,  perbedaan dari pengguna bahasa, hingga perbedaaan yang berupa perdebatan dari pengguna media sosial. 

Pun ada di antara kita yang sebelumnya tidak pernah membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, tiba-tiba hari ini belajar menjadi ahli bahasa, lalu menafsirkan teks tersebut.  Jika kita melihat atau membaca hasil perbincangan antara Jokowi dan Najwa, kedua teks tersebut jelas perbedaannya. 

Jelas apa yang dimaksud 'mudik' dan yang dimaksud 'pulang kampung' oleh Presiden Jokowi. Inilah bahasa. Bahasa terkadang bersifat arbitrer. Pada sisi yang lain bahasa dipahami karena adanya konsensus.  

Lalu mengapa saat ini kita begitu ramai membincangkan perbedaan antara mudik dan pulang kampung? Ya, karena kata tersebut (yang sebagian orang menganggapnya bersinonim) diucapkan oleh presiden. Coba jika yang mengucapkannya saya atau Anda. Pasti tidak akan menimbulkan multitafsir bukan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline