Covid-19 telah menjelajah hingga lebih 200 negara. Semua tidak berdaya. Hingga kini, obat atau vaksin untuk mencegah virus tersebut belum ditemukan. Kematian setiap hari terjadi. Ratusan orang yang positif dinyatakan meninggal. Setiap negara saling berbagi info bagaimana cara menangani dan yang harus dilakukan dalam menghadapi pandemi virus ini. Pembatasan wilayah (lockdown) menjadi istilah familier dan dianggap sebagai solusi terbaik saat ini untuk mencegah penularan virus yang bermula dari Wuhan, China tersebut. Akan tetapi, ada yang berbeda menyangkut jenazah korban covid-19 ini.
Yang aneh dan paling berbeda terjadi di Indonesia. Negara yang mengakui enam agama tersebut memperlakukan jenazah korban covid-19 dengan sangat tidak beragama. Masih segar dalam ingatan kita pemberitaan mengenai penolakan penguburan jenazah korban covid-19 di Pemakaman Desa Tumiyang, Kecamatan Pikuncen, Banyumas, Jawa Tengah.
Kita juga masih ingat bagaimana warga sekitar Pemakaman Pannara, Jalan Antang Raya, Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan (31/3) menolak proses pemakaman korban covid-19. Masih di Sulawesi Selatan, masyarakat Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa memblokade jalan menggunakan balok dan batu karena menolak wilayahnya digunakan sebagai lokasi pemakaman pasien covid-19. Penolakan ini bahkan berujung kericuhan dan beberapa warga harus diamanakan oleh pihak kepolisian karena dianggap sebagai provokator (Kamis, 2/4/2020).
Yang terbaru dan membuat hari teriris serta mata berkaca-kaca adalah penolakan terhadap jenazah seorang perawat yang meninggal dunia pascamerawat korban positif covid.
Malah, yang terakhir ini, penolakan itu dipimpin langsung oleh ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Alasan penolakan warga sama, mereka menganggap jenazah covid akan menularkan virus melalui tanah terhadap warga di lingkungan mereka.
Padahal, sudah dijelaskan oleh beberapa ahli (dokter) bahwa pemakaman terhadap pasien korban corona/covid-19 memiliki prosedur yang jelas. Jenazah sebelum dibawa ke pemakaman sudah dalam keadaan steril dan tidak akan menularkan virus.
Jenazah ketika dibungkus oleh pihak rumah sakit sebelumnya telah disemprot kemudian dibungkus plastik, lalu dimasukkan ke dalam peti. Peti tersebut pun dilem lalu dipaku.
Bahkan, Dr. Panji Hadisoemarto MPH, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran mengatakan bahwa jenazah yang sudah dimakamkan, tidak ada lagi ada potensi virus untuk menular dan menyebar melalui tanah.
Virus memerlukan sel inang hidup untuk bertahan hidup. Sel inang untuk virus Corona, SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 ini adalah reseptor ACE2 dalam sel RNA manusia (www.kompas.com, 9/4/2020)
Lalu apa yang dikhawatirkan? Apa yang ada dalam pikiran para penolak jenazah tersebut. Bukan juga sesuatu yang tidak mungkin, apabila para penolak itu besok, lusa, tulat, atau beberapa hari ke depan akan meninggal karena covid-19. Pernahkah mereka berpikir ketika jenazahnya yang mengalami nasib seperti itu? Sungguh sesuatu yang tidak tercerna oleh akal sehat. Bahkan akal orang gila sekalipun.