Kearifan lokal adalah bentuk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan sebagai pegangan hidup. Begitu pula Grebeg Sudiro. Salah satu budaya Indonesia yang merupakan akulturasi kebudaaan Jawa dan Tionghoa. Grebeg Sudiro adalah tradisi perayaan untuk menyambut datangnya tahun baru Cina atau Imlek di Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Tradisi Grebeg Sudiro dimulai pada tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan yaitu Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya selaku pendiri dan penggagas utama dalam grebeg ini. Kegiatan ini bukan hanya terdiri dari satu acara saja, akan tetapi terdiri dari beberapa rangkaian acara. Kegiatan pertamanya adalah Umbul Mantram. Umbul Mantram merupakan ritual yang digelar sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan Yang Maha Esa.
Kegiatan selanjutnya adalah karnaval budaya yang menunjukkan potensi-potensi yang ada di Sudiroprajan dan dinaungi oleh Dinas Pariwisata kota Surakarta. Potensi tersebut meliputi kuliner, keagamaan, dan kesenian. Oleh karena itu, dalam kegiatan karnaval ini banyak menampilkan pokdarwis-pokdarwis yang ada di lingkup Surakarta, tentunya dipilih sesuai dengan tema yang sebelumnya telah ditentukan.
Setelah karnaval terlaksana, biasanya diikuti dengan kegiatan-kegiatan lain seperti lomba cipta Kreasi Lampion, wisata perahu hias Sungai Pepe, bazar potensi Sudiroprajan, dan di tutup dengan perayaan kembang api yang dilaksanakan pada malam hari sebelum tahun baru Cina atau Imlek. Grebeg ini berisi sarat akan makna keberagaman, karena masyarakat dari berbagai kalangan khususnya etnis Jawa dan Tionghoa berbaur menjadi satu dalam kerukunan dan keharmonisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H