Lihat ke Halaman Asli

Ammar Kadafi

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Arti Cinta dalam Buku "Cinta Tak Pernah Tepat Waktu"

Diperbarui: 24 November 2024   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi: Pixabay.com

Dalam buku "Cinta Tak Pernah Tepat Waktu" karya Puthut EA, cinta digambarkan sebagai sesuatu yang kompleks, mendalam, dan penuh dengan berbagai warna kehidupan. Bagi Puthut, cinta bukanlah sekadar perasaan romantis atau fantasi kebahagiaan yang sempurna, melainkan kekuatan yang sering hadir dalam bentuk ketulusan, pengorbanan, penerimaan, dan keberanian untuk terus bertahan meski dihadapkan pada kenyataan yang tidak selalu mudah.

1.   Cinta yang Tulus dan Tidak Terikat oleh Syarat

Menurut Puthut, cinta sejati bukanlah tentang memiliki atau menuntut kesempurnaan dari orang lain. Ia menekankan bahwa cinta yang tulus tidak membutuhkan syarat atau alasan. Dalam pandangan nya, cinta adalah perasaan yang hadir apa adanya, tanpa perlu dibuat-buat atau dipaksakan. Kekuatan cinta sejati terletak pada ketulusannya, yang tak memerlukan imbalan atau pengakuan.

"Cinta tidak perlu selalu diungkapkan, karena sering kali yang paling dalam adalah yang tak terlihat atau terucapkan. Ia hanya ada, bertahan di hati dengan ketenangan."

Puthut melihat bahwa cinta tidak harus diucapkan atau diumbar untuk menjadi kuat dan nyata. Justru cinta yang paling tulus sering kali tidak membutuhkan pengakuan; ia hadir secara sederhana, dalam bentuk perhatian dan kehadiran yang konsisten.

2.  Cinta Sebagai Keberanian untuk Menerima dan Melepaskan

Cinta dalam buku ini bukan sekadar tentang kebersamaan, melainkan juga tentang keberanian untuk menerima dan melepaskan. Puthut menganggap bahwa cinta sejati harus siap untuk menghadapi ketidakpastian, termasuk kemungkinan perpisahan dan kehilangan. Dalam cinta, seseorang perlu memiliki keteguhan untuk terus memberikan yang terbaik tanpa jaminan atau kepastian akan kebahagiaan abadi.

"Cinta itu bukan hanya soal memiliki, tapi juga soal melepaskan. Menerima kehadiran, dan juga menerima kehilangan."

Melalui pandangan ini, Puthut mengajarkan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang apa yang kita dapatkan, tetapi juga tentang apa yang kita rela lepaskan. Cinta bukanlah sekadar kepemilikan, melainkan kemampuan untuk menghargai kehadiran orang yang dicintai sambil tetap siap merelakan jika harus berpisah.

3.  Cinta dan Ketidaksempurnaan

Dalam pandangan Puthut, cinta bukanlah tentang mencari kesempurnaan atau seseorang yang "melengkapi" kita. Ia melihat cinta sebagai proses untuk menerima kekurangan masing-masing dan tumbuh bersama melalui ketidaksempurnaan itu. Cinta yang tulus adalah cinta yang menerima segala kekurangan dan kelebihan, bukan cinta yang menuntut kesempurnaan dari pasangan.

"Cinta bukan tentang saling melengkapi karena masing-masing dari kita sudah sempurna, tetapi tentang menerima ketidaksempurnaan dan tumbuh bersama."

Di sini, Puthut menyoroti bahwa cinta sejati adalah tentang belajar menerima dan bertumbuh bersama, tidak mencoba mengubah atau memperbaiki satu sama lain. Cinta tidak seharusnya menjadi tekanan untuk berubah menjadi "sempurna" di mata pasangan, tetapi tempat yang aman untuk menjadi diri sendiri.

4.  Cinta dan Keberanian Menghadapi Luka

Puthut juga menggambarkan cinta sebagai keberanian untuk menerima risiko terluka. Cinta sejati, menurutnya, bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga kesiapan untuk menerima rasa sakit dan kekecewaan yang mungkin datang bersamanya. Cinta bukan sekadar janji kebahagiaan, tetapi juga kesiapan untuk tetap bertahan meskipun menghadapi luka dan ketidakpastian.

"Cinta adalah keberanian untuk mengambil risiko, untuk menerima kemungkinan terluka, dan tetap melangkah dengan tulus. Karena tanpa risiko, cinta hanyalah kata-kata tanpa makna."

Melalui pandangan ini, Puthut mengajarkan bahwa cinta yang mendalam membutuhkan keberanian untuk menerima kenyataan, bahkan jika itu berarti menghadapi rasa sakit. Tanpa keberanian, cinta akan kehilangan maknanya karena hanya menjadi angan-angan yang lemah.

5.  Cinta yang Ditemukan dalam Hal-hal Sederhana

Puthut EA sering kali menekankan bahwa cinta sejati dapat ditemukan dalam hal-hal sederhana. Cinta tidak selalu hadir dalam bentuk yang dramatis atau besar, tetapi justru dalam bentuk-bentuk kecil yang tak kentara namun memiliki arti mendalam. 

Seperti memberi perhatian dalam keseharian, mendukung pasangan dalam diam, atau bahkan sekadar menikmati kebersamaan tanpa banyak kata-kata. Dalam kehidupan sehari-hari, cinta yang sejati ditemukan dalam perhatian-perhatian kecil yang tulus.

"Kita tidak butuh hal besar untuk bahagia. Cukup temukan kebahagiaan dalam apa yang sudah ada, yang kecil, yang dekat. Dari situ, hidup jadi lebih penuh dan utuh."

Cinta, bagi Puthut, adalah tentang menghargai kehadiran orang lain dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan yang sederhana. Kebahagiaan dalam cinta tidak perlu dicari dalam hal-hal yang jauh atau muluk; ia hadir dalam momen-momen kecil yang tulus dan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline