Lihat ke Halaman Asli

Sepenggal Realita Anak Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1414482098899427660

Wahyu Nugroho adalah seorang anak berusia 12 tahun yang duduk di kelas 2 Sekolah Dasar Niten, kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Untuk anak berusia 12 tahun sepertinya, seharusnya ia sudah duduk di kelas 6 SD. Anak-anak sebayanya sudah mampu membaca, menulis, dan berhitung dengan baik, namun tidak demikian dengan anak ini. Jangankan membaca dan menulis, menghitung angka dari 1 sampai 10 pun masih belum begitu benar. Ia juga belum mampu menghafal nama-nama hari dalam satu minggu dan tak mampu mengenal warna-warna dengan baik. Hal tersebut terjadi dikarenakan ia sulit mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya, sebab anak ini memiliki kekurangan mengenai daya tangkap dalam pelajaran, salah satunya disebabkan oleh kurangnya nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya setiap hari sejak kecil. Ditambah lagi dengan kurangnya bimbingan, perhatian, dan pendidikan dari keluarganya, diperparah dengan keadaan rumahnya yang tidak teraliri listrik sehingga  menghambat ia untuk belajar dimalam hari.

Ibunya bernama Sarinah, wanita paruh baya yang mengalami sedikit gangguan mental namun masih dapat berkomunikasi dengan orang lain, meski sedikit lambat menangkap perkataan lawan bicara. Hal ini menyebabkan Wahyu kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya.. Ayahnya pun tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Menurutnya, ayahnya hanya sesekali datang ke rumahnya. Ayahnya hampir pasti tidak diketahui keberadaannya. Lingkungan sekitar Wahyu memang kurang membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pelajaran berharga ini saya dapatkan ketika mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di dusun Grigak, desa Giripurwo, kecamatan Girimulyo, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Berawal dari program kelompok mengenai pendataan warga miskin di dusun tersebut, akhirnya kelompok kami menemukan keluarga Wahyu Nugroho. Sungguh miris melihat kehidupan keluarganya. Rumah yang ditempati Wahyu dan ibunya adalah rumah sederhana hasil bedah rumah dari pemerintah, dengan perabotan seadaanya dan sanitasi yang tidak memadai, yang terletak di tengah hutan kecil yang sepi, gelap, dan tidak teraliri listrik.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak anak-anak lain di Indonesia yang bernasib sama dengan Wahyu, namun semangat, kerja keras, pantang menyerah dan sifat rendah hatinya patut kita acungi jempol. Ia adalah anak Indonesia yang kurang beruntung, terabaikan oleh pemerintah dan masyarakat, namun justru dari sosok seperti Wahyulah kita bisa banyak belajar. Di tengah kisah hidupnya yang problematik, ia masih bisa tersenyum bahagia dan bersyukur atas apapun yang Tuhan berikan. Terlepas dari segala keadaan hidup yang dilematis, ia masih punya harapan untuk menjadi sosok generasi penerus bangsa yang lebih baik.

Sebagai generasi penerus bangsa, kita sebagai pemuda wajib memperhatikan dan membantu nasib sesama. Terlebih dalam hal pendidikan yang sangatlah penting bagi setiap orang. Setiap warga Negara di Indonesia berhak menerima kehidupan yang layak dan pendidikan yang memadai agar lebih bisa memajukan bangsa ini. Saya memiliki impian agar seluruh anak di Indonesia mendapat pendidikan yang layak untuk memperbaiki mental dan moral bangsa ini, baik pendidikan formal maupun pendidikan dari dalam keluarga serta lingkungan sekitar. Saya tidak ingin melihat anak-anak di Indonesia putus sekolah ataupun memiliki mental lemah yang selalu pesimistis. Saya yakin Indonesia pasti mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusianya terutama pada generasi mudanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline