Kontra Pemerataan Pendidikan yang Berkualitas Di Indonesia
Pemerataan Di Indonesia bisa dibilang cukup sulit untuk di atasi. Pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan dalam melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan . Sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan yang sama. Tanpa adanya perbedaan baik dari suku, ras, dan agama karena semuanya wajib merasakan pendidikan yang sama. beberapa faktor tersebut belum terimplementasi secara maksimal. Kesenjangan pendidikan masih kerap ditemui terutama di daerah pelosok, 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), bahkan di kota besar sekalipun. Kondisi ekonomi masyarakat, minimnya akses, serta kualitas pengajar yang belum memadai menjadi penyebab utama. Hal ini pun berdampak pada kualitas pendidikan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil laporan Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, Indonesia mendapatkan capaian skor 74 dari 79 negara yang berpartisipasi. Laporan tersebut tentu menjadi catatan menohok bagi pendidikan kita, selain aspek kualitas dan mutu, hasil laporan tersebut menyebutkan bahwa aspek literasi para siswa pun masih rendah.
Penerapan sistem pembelajaran jarak jauh secara daring menuntut guru dan siswa mampu beradaptasi secara cepat. Namun, banyak faktor yang menghambat terlaksananya sistem pembelajaran. Beberapa guru dan siswa mengalami kesulitan karena terbatasnya akses penunjang seperti akses internet, listrik, dan perangkat digital. Tidak semua siswa maupun guru memiliki perangkat telekomunikasi yang memadai untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Alhasil materi yang disampaikan terhambat dan proses belajar tidak berjalan efektif.
Menurut hasil survey The SMERU Research Institute hanya sekitar 25 persen siswa memiliki akses komunikasi dan mampu mengikuti proses belajar daring secara penuh. Sisanya tidak dapat mengikuti karena ketiadaan perangkat maupun jaringan. Ironisnya hal ini juga terjadi di beberapa sekolah yang notabenenya berada di tengah kota.
Masing-masing sekolah memiliki cara tersendiri menyikapi perubahan sistem pembelajaran daring. Penerapan yang bervariasi dan tidak merata ini yang kemudian membuat jembatan kesenjangan semakin panjang. Beberapa sekolah mampu memanfaatkan jaringan internet dan melakukan inovasi dengan platform yang ada. Namun, persentasenya justru masih banyak yang mengalami hambatan terkait sarana prasarana tersebut. Hal ini berdampak pada semakin runyamnya pemerataan kualitas pendidikan. Para siswa terancam kehilangan kesempatan belajar sebagaimana mestinya. Kebijakan pemerintah terkait sarana maupun sistem pengajaran harus dikaji kembali.
Hampir semua sekolah saat ini menyelenggarakan proses belajar mengajar secara daring. Bisa dikatakan bahwa sistem daring menjadi sistem yang memiliki sifat kekinian, modern, mengikuti perkembangan teknologi. Hanya saja sarana prasarana yang belum memadai membuat efektifitas penggunaannya terkendala.
Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk segera membenahi sistem pendidikan agar dapat terintegrasi dengan perkembangan zaman. Beberapa hari lalu kementerian terkait mengeluarkan wacana bahwa nantinya sistem daring ini akan diterapkan permanen. Sebuah wacana yang menarik. Hanya saja pemerintah perlu mengkaji secara komprehensif. Mengingat, sebelum terjadi pandemi dan diberlakukan sistem daring pun pendidikan di Indonesia masih mengalami masalah ketimpangan yang cukup tinggi.
Jika menelisik perjalanan panjang pendidikan Indonesia, pendidikan formal mulai diperkenalkan pada abad ke-16. Sistem pendidikan yang digunakan pun mengalami berbagai perubahan. Kurikulum terus diperbaharui hampir setiap masa kepemimpinan. Sejak masa penjajahan Belanda kemudian Jepang, hingga saat ini ada kurang lebih 10 model kurikulum yang sudah pernah diterapkan.
Sudah saatnya kita melakukan pembenahan terkait pendidikan yang lebih serius. Membentuk sistem pendidikan yang berkualitas serta adaptif terhadap segala bentuk perubahan. Tentu saja dalam proses pembenahan tersebut tidak bisa dilakukan oleh tenaga pendidik saja. Perlu dilakukan dalam bingkai kolaborasi. Bagaimanapun pendidikan adalah hak dan kebutuhan setiap orang bukan hanya pemerintah saja atau guru saja.
Peran dan kolaborasi antara pemerintah, guru, dan tentu saja masyarakat terutama orang tua sebagai pendamping siswa sangat dibutuhkan. Setidaknya rantai kesenjangan pendidikan yang ada dapat diminimalisir atau diputus lewat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Fokus membenahi sarana prasarana yang ada, memastikan semua anak mendapatkan akses pendidikan setara.
Memberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dan yang paling penting memahami secara kolektif arah tujuan pendidikan kita. Hal ini lazimnya menjadi catatan bersama untuk direnungkan. Karena pada dasarnya, pendidikan bukan sekadar sarana transfer keilmuan. Melainkan, sebagai ruang untuk merealisasikan perubahan melalui potensi-potensi generasi yang ada.