sebuah tambang batubara di Berau, sumber :http//google.com
Tulisan ini saya buat sebagai opini saya setelah membaca sebuah harian nasional yang memuat berita tentang para pengusaha tambang yang sedang melakukan renegosiasi kontrak tambang dengan pemerintah.
Dalam berita harian nasional itu disebutkan bahwa Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association/IMA) mengusulkan besaran royalti mineral rata-rata sebesar 2% dari harga jual agar proses renegosiasi kontrak tambang dengan pemerintah bisa terus berlanjut.
Angka tersebut muncul berdasarkan studi IMA, studi Bank Dunia dan sudah dibandingkan dengan besaran royalti di negara-negara lain (seperti dikatakan oleh Ketua Umum IMA). Tetapi pemerintah bersikukuh mengambil sikap bahwa besaran royalti harus sesuai dengan PP. No.45 Tahun 2003, diantaranya royalti untuk tembaga 4%, emas 3,75% dan perak 3,25%. Dan ini sepertinya adalah sumber penerimaan negara bukan pajak.
Melihat kondisi tersebut di atas, saya jadi bertanya-tanya apakah tidak BUMN Pertambangan yang bisa mengeksplorasi semua Sumber Daya Alam di negeri ini dan memanfaatkan hasilnya (berupa hasil tambang/ hasil penjualan) sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat? Ataukah kalaupun ada, BUMN Pertambangan tersebut sengaja dikebiri untuk kepentingan modal asing?
Bukankah sudah tertulis dengan jelas dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi, Air, Udara dan kekayaan yang terkandung didalamnya DIKUASAI OLEH NEGARA DAN DIPERGUNAKAN SEBESAR-BESARNYA UNTUK KEMKAMURAN RAKYAT. Jadi selama ini rakyat yang mana, yang dianggap sebagai rakyat yang memiliki negara ini. Apakah menunggu setelah negeri ini BANGKRUT SUMBER DAYA ALAMNYA baru dikembalikan kepada rakyat yang sebenarnya?
Jadi seperti yang telah ditulis oleh teman kita Aunurrafiq Abdullah bahwa Cadangan Batu Bara Indonesia Hanya Cukup Untuk 40 Tahun Saja, sungguh menyedihkan sekali. Apakah nanti anak cucu kita menjadi obyek dari kemiskinan dan penderitaan masa depan? Lalu dimanakah KEWAJIBAN NEGARA (PEMIMPINNYA) TERHADAP RAKYATNYA SENDIRI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H