Lihat ke Halaman Asli

Dukungan Politik Golkar Sebagai a Blessing in Disguise bagi Ahok (?)

Diperbarui: 18 Juni 2016   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: creeksidepizza.com

Golkar secara resmi menyatakan dukungannya untuk Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada 2017. Dengan keputusan itu, Golkar melengkapi Teman Ahok (TA), Nasdem dan Hanura sebagai jangkar atau kekuatan pendukung Ahok.

Empat kekuatan pendukung Ahok memiliki cita-cita politik yang sama. Cita-cita politik mereka adalah Ahok bisa di-maju-kan dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta 2017, dan kalau bisa Ahok terpilih kembali sebagai gubernur DKI Jakarta.

Empat jangkar pendukung Ahok memiliki kekuatan dan daya tawar masing-masing di jelang Pilkada 2017. TA dengan 976. 000 KTP, periode 15 Juni 2016. Sedang, jumlah gabungan kursi dari Nasdem (5 kursi), Hanura (10 kursi) dan Golkar (9 kursi) di DPRD DKI Jakarta adalah 24 kursi.

Dengan TA, Ahok bisa maju dalam Pilkada lewat jalur perseorangan. Atau, dengan koalisi Nasdem, Hanura dan Golkar, Ahok juga bisa maju dalam Pilkada lewat jalur partai politik (parpol). Ini adalah pilihan politik paling variatif-alternatif yang dimiliki seorang bakal calon gubernur (balcagub) dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta. Mengapa?

Sebab, kempat pilar pendukung Ahok memiliki daya dan kekuatan yang sama untuk memajukan Ahok sebagai calon gubernur, entah jalur perseorangan ataupun jalur parpol, dan keempatnya bersama-sama ada pada kubu Ahok.

Berpijak pada peta kekuatan dan dukungan yang dimiliki oleh empat jangkar pendukung Ahok, pun kesamaan cita-cita politik yang mereka miliki, kita punya cukup alasan untuk mengatakan bahwa empat poros kekuatan itu semacam a blessing in disguisebagi Ahok dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Mengapa empat jangkar kekuatan pendukung Ahok dilihat sebagai a blessing in disguise bagi Ahok?

Pertama, pressing atau keterjepitan politik yang diciptakan Ahok dan atau lawan politik Ahok.

Sebagai gubernur dan politisi non-parpol, Ahok "diserang" habis-habisan oleh para kolega dan lawan politiknya di Provinsi DKI Jakarta. Sekalipun demikian, ia tidak pernah mati gaya di tengah kepungan dan manuver politik partner dan kompetitor politiknya. Ia tetap berdiri tegak dan memegang kendali arah pembangunan Provinsi DKI Jakarta.

Untuk alasan di atas, kemudian lahirlah propaganda berikut. Oleh kelompok ABA (Asal Bukan Ahok), Ahok dinilai gagal mengemban tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta.

Penilaian kegagalan Ahok dipijakkan pada: (1) Ahok terlampau kasar dan tidak santun dalam setiap tutur katanya sebagai seorang pemimpin. (2) Ahok tidak ingin berdamai dan mengakomodasi kepentingan para anggota dewan terhormat, DPRD DKI Jakarta. (3) Ahok tidak ingin diinisiasi ke dalam salah satu parpol manapun sebelum dan jelang Pilkada DKI Jakarta 2017.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline