Lihat ke Halaman Asli

Benarkah Artificial Intellegence Bersahabat?

Diperbarui: 1 Agustus 2024   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: https://www.kompas.id/

Google memang dibuat kelimpungan dengan munculnya SearchGPT. Google sebagai mesin pencari yang telah berkibar sendirian, kini mencuat saingan baru SearchGPT, kendatipun masih dalam taraf uji coba. Tapi kehadirannya sangat diminati oleh user, dan lambat laun menggerogoti pengguna Google.

Artificial Intellegence (AI), saat ini tengah melakukan percobaan pada kanal pencari, yang menggabungkan real time (waktu nyata) ke dalam produk ChatGPT. Sebagai user tentu saja mencoba-coba mesin pencari terbaru yang lebih fresh dibandingkan yang lama. SearchGPT menjawab keinginan pengguna.

Dari sekian banyak percobaan yang dilakukan oleh pengguna internet aktif, muncul kegembiraan dan keresahan. Mereka senang karena apa yang diidam-idamkan terfasilitasi di AI. Sedangkan kelompok sebelah, justru mengkhawatirkan kehadiran AI. Pasalnya, mereka tahu persis, apabila AI ini jatuh ke tangan yang tak bertanggungjawab, akan memicu keresahan, bahkan dapat menyebabkan konflik sosial.

Pertanyaan yang mengemuka adalah, apakah AI merupakan berkah atau petaka?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu saja berpulang kepada user dan tentu saja negara dalam hal ini kementrian Komunikasi dan Informasi.

Tujuan utama diciptakannya AI adalah menjadi asisten pribadi dalam membantu tugas sehari-hari. Bahkan AI dapat membantu pengguna yang sebelumnya tidak diketahui sama sekali. Boleh dikatakan AI sebagai mitra dalam menjalankan tugas personal performance.

AI dapat pula sebagai media untuk belajar, mengasah skill untuk kemaslahatan. Pengalaman belajar yang selalu dicari, bagi mereka yang memiliki motivasi yang tinggi.

Sebaliknya, di belakang AI yang demikian besar kemanfaatannya, AI juga menyimpan potensi untuk merusak. Semakin modern AI diciptakan, maka manusia tidak lagi membutuhkan tenaga manual. Semakin berkurangnya tenaga manusia. AI hanya butuh perintah lewat kode-kode tertentu. Setalah kode terbaca, dengan kecepatkan dan ketepatan, AI mampu menggantikan pikiran dan tenaga manusia. Artinya banyak manusia menjadi pengangguran.

AI tidak memiliki naluri. AI hanya bekerja sesuai perintah. Maka akan tumbuh diskriminasi secara melebat. Kedigdayaan AI dalam mengolah data semakin cepat dan akurat. Akibatnya data pribadi menjadi bahan konsumsi AI. AI akan menyebarkan data ke setiap lorong yang diprogramkan. Olah karenanya, data pribadi sebaiknya digunakan secara hati-hati, bila masuk dalam ranah AI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline