Lihat ke Halaman Asli

Apa yang Kau Tanam, Itu yang Akan Kau Tuai

Diperbarui: 1 Oktober 2015   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

apa yang kau petik sekarang itu adalah hasil dari apa yang selama ini kau tanam. Benih-benih yang kau sirami dalam hidup mu secara terus menerus akan tumbuh dan menghasilkan buah yang nantinya akan kau petik dan nikmati.

Seperti hal nya dengan sikap mu selama ini. jika saja kau bebuat baik niscaya kau akan selalu mendapatkan kebaikan dari sekitarmu. Saya pernah ingat ada salah satu ayat di alqur’an yang menjelaskan bahwa berbuat baiklah, mudahkan seseorang yang sedang kesulitan maka lihatlah kau pun akan dimudahkan oleh Allah. Jika kita berbuat baik kepada sesama tanpa kita sadari kebaikan selalu ada di sisi kita. Tergantung bagimana hati kita menyikapi suatu hal, akan lebih baik bila kita terus berprasangka baik terhadap sesama terutama kepada Sang Pencipta kita.

Bagaimana jika kita dijahati seseorang? Pasti ada rasa geram dan seperti teriris pisau bila kita disakiti oleh seseorang, ada rasa anyeri yang luar biasa dalam jika itu terjadi pada kita. Solusinya bila kita menghadapi situasi tersebut adalah dengan rasa sabar dan jangan pernah mencoba untuk membalasnya. Sampai benar semesta menghukum perbuatan keji tersebut, alangkah baiknya kita stand on the right side. Biarkan alam yang bekerja, biarlah waktu yang akan membela. Namun, jangan sampai kita mau terinjak-injak begitu saja.. kejujuran dan ketulusan pada kita akan menjadi pelajaran yang akan menampar seseorang yang telah menyakiti kita. Teruslah berbuat baik, tulus ikhlas dalam membantu sesama.

Seseorang melakukan suatu hal pasti ada alasannya. Seperti kasus yang terjadi dengan seorang wanita separuh baya yang hidupnya jauh dari rasa syukur. Harta yang cukup selama ini selalu dianggapnya kurang. Padahal, orang lain memandang bahwa dia sudah berkecukupan. Namun, dia selalu menggerutu merasa kurang. Bila mendapatkan rezeki, selalu dipergunakan untuk membeli sampah. Misalnya saja, untuk beli tas, sepatu, baju, boneka, guci, dan sederet barang-barang sekunder yang tak ada nilai investasinya. Rumah yang dihuninya pun sesak dan penuh oleh barang-barang tersebut. Tas berjibun diletakkan dilemari kaca supaya terlihat bahwa dia adalah pengoleksi tas. Sepatu berjibun dilemari kaca dan tertata rapi. Sepatu-sepatu tersebut beraneka macam warna dan bentuk. Entah itu di pakainya kapan, who knows? Boneka-boneka pun banyak terpajang ditiap sudut rumah. Vas bunga banyak berdiri diatas lemari dan meja. Baju berjubel dilemari. Dan sederet barang-barang yang kurang penting ada dirumahnya. Tv pun ditiap ruangan ada. Dia suka membelanjakan apa yang sudah dia punyai. Saya kurang tahu maksud tujuannya apa. Mungkin saja kebahagiaan hadir dalam setiap uang selalu dia hamburkan untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier. Penghasilannya pun cukup. Tidak lebih dan tidak kurang.

Bila memang itu kebahagiaanya, kenapa selalu saja masih kurang? Mungkinkah karena sering mendongak keatas dan merasa kurang dengan apa yang dia punyai selama ini. rasa iri telah menjelma menyelimuti hatinya. Buktinya saja, ketika ada sodaranya memiliki barang-barang mewah (maklum, horang kaya) dia selalu saja kepanasan bak terbakar api, dan tanpa babibu keesokan harinya dia membeli barang yang sama persis dengan sodaranya itu. Ditangannya rentetan emas bergelambir di kulit. Dileher pun bentuk kalung berubah-ubah. Hutang dimana-mana dan terus saja gali lubang tutup lubang.

Untuk sikapnya selama ini, ada satu yang kurang berkenan di hati orang lain. Sebab, mulutnya hanya satu tapi sudah bercabang kemana-mana. apa yang selama ini diasumsikan tersebar luas di khalayak publik. Entah itu berita benar atau rekayasanya, dia beberkan untuk mendapatkan perhatian orang. Nah, sikap ini yang paling tidak disukai oleh orang-orang terdekatnya. Terkadang memicu konflik karena menyebarkan informasi-informasi yang sering ditambah-tambahi ataupun dikurangin.

Manusia memang tak pernah terlepas dari rasa salah karena manusia hanyalah sebatas mahluk Tuhan dan jauh dari kata sempurna. Akan lebih ksatria bila salah mau mengakui kesalahannya. Namun,dia memang unik. Sudah jelas tertangkap basah melakukan kesalahan tapi tak mau mengakui. Ujung-ujungnya nangis tersedu-sedu karena sepenangkap saya,dia selalu berpikir berlebihan. Hati yang terlalu sensitif dipadukan dengan pemikiran yang mengada-ada dan berlebihan menjurus ke pikiran negatif. Istilahnya adalah terlalu berpikiran sempit.

Terkadang geram dengan sikapnya selama ini karena terus membual apa yang tidak ada. Kuping para pendengar pun sudah kebal. Sulit membedakan dimana ketika dia berbicara jujur atau bohong. Sebab, kepercayaan dari seseorang akan hancur bila pernah berbohong berkali-kali.

Dan sekarang, sikap yang ia tanam pun akhirnya berbuah. Dia bisa memetik buah yang selama ini dia pelihara. Namun sayang, buahnya tidak manis melainkan kecut. Dia sekarang kalangkabut dengan tragedi yang menimpa dirinya. Karena hedonisme yang tinggi dalam dirinya, tak segan menyeret suami kedalam lubang kegelapan. Untuk menuruti kemauan istrinya, sang suami pun terseret dalam kasus penggelapan uang. Hatinya tertutup rapat untuk menuruti kemauan istrinya yang berwatak keras dan harus dituruti apa kemauannya.

Sekarang dia dan suami pun berusaha mengumpulkan pundi-pundi uang untuk mengganti apa yang sudah ia makan dan menjadikan barang-barang konsumsi pribadi. Uang mudah dicari, tapi kepercayaan dari orang terdekat akan sirna dengan kejadian ini. hasilnya, sang suami dan istri ini pun sudah tidak bisa dipercaya lagi oleh orang-orang yang telah memberikannya amanat. Tentu saja itu mencoreng nama baik keluarga besarnya. Saudara-saudaranya pun sangat malu nama keluarga besar tercoreng dimata umum karena kelakuannya.

Kejadian ini sebagai pelajaran bagi kita semua; bukankah hidup sederhana dan bercukupan lebih indah daripada ingin selalu terlihat mewah dimata orang? Sebab, hidup yang indah adalah dikala rasa syukur menyelimuti hati kita dan melindungi rumah kita. Bagaimana rasa syukur itu tercipta? Terus berterima kasih atas rejeki yang telah diatur oleh Tuhan untuk kita dan tak perlulah tengok kanan kiri melihat harta tetangga kita. Syukuri apa yang kita punya. Sebab rejeki orang kan berbeda-beda. Tuhan mengaturnya sedemikian rupa karena kemampuan kita dalam menjaga harta yang telah dititipkanNya. Harta sama juga dengan amanat dari Tuhan. Tentu akan dilihat bagaimana kita menggunakan harta itu untuk apa dan nantinya pun akan di pertanggung jawabkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline