Lihat ke Halaman Asli

AMIR EL HUDA

Laki-laki biasa (saja)

Klarifikasilah Berita, Supaya Tidak Seperti Anjing Tetangga

Diperbarui: 14 Oktober 2016   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

    Dijajah 3,5 abad oleh Belanda, ditambah 3.5 tahun oleh Jepang membawa dampak yang sedemikian hebatnya bagi masyarakat kita. Pikiran dan jiwa nenek moyang yang masih tertawan oleh penjajah ternyata menitis dan menurun kepada kita sebagai anak cucunya. Percaya atau tidak percaya atmosfer indonesia Kini dipenuhi rasa curiga, rasa curiga yang upgrade menjadi rasa benci antar manusia, tidak hanya kepada bangsa lain akan tetapi juga curiga dan benci kepada bangsanya sendiri.

                Berbicara soal politik, pro dan kontra dalam perpolitikan adalah hal yang wajar. Membela pihaknya dan membenci pihak lain adalah juga sebuah keniscayaan. Juga ketika mencintai, mendukung dan fanatik kepada calon bupati/gubernur/presiden atau bahkan ketua kelas yang diidamkannya, itu adalah suatu kewajaran. Namun akan sangat konyol ketika mereka tidak tahu alasan kenapa mendukung, kenapa menolak; kenapa membenci, kenapa mencintai; juga kenapa pro, dan kenapa kontra. Konyol atau bodoh kita menyebutnya ?

                Begitu juga halnya dengan aura di pilgub jakarta yang sekarang. Sering saya merasa kasihan melihat kawan-kawan, ataupun masyarakat di media sosial yang saling berdebat tentang pemilu gubernur jakarta yang sekarang. Rame-rame mengshare kelebihan calon yang didukungnya, dibarengi dengan rame-rame mengshare aib musuh-musuhnya. Ketika ditanyakan bagaimana sikapnya terhadap para calon,  Ada yang dengan logis menyampaikan dasar-dasar alasan dukungan atau penolakan, Ada juga yang dengan polos mengatakan, “yang penting bukan si Anu gubernurnya”. Aaah jawaban macam apa ini.

                Bangsa kita tidak bosan-bosannya ditipu, dan dibodohi oleh berita-berita tidak valid yang di share di media sosial. Salah satunya masih ingatkah ketika  beberapa waktu lalu publik ramai mengshare photo anak sd yang tidur seranjang- seselimut  dengan seorang perempuan kecil yang diduga pacarnya? Komentar negatif bermunculan. mengejek dan bahkan tidak sedikit yang melaknat perbuatan si bocah. “waaah, kelakuan anak kecil jaman sekarang !. wah keparat ! wah orang tua tak peduli”, kira-kira seperti itu publik berkomentar.  Dan beberapa hari kemudian muncul berita mengejutkan kalau mereka ternyata sudah resmi menikah. Muka kita ditaruh dimana ? apakah setelah itu ada peng-share yang berinisiatif dan sadar diri meminta maaf secara personal kepada mereka berdua yang sudah difitnahnya ?

                Kebanyakan dari kita malas untuk meneliti dan menelusiri asal usul dan awal mula sebuah berita muncul. Sebagian besar dari kita juga tidak mau peduli apakah berita itu bohong atau betul. Sebagaian besar dari kita tidak mau bertanggungjawab terhadap harga diri dan kehormatan orang yang di jelek-jelekkan, padahal isu itu hanya ngawur. Tahukah anda ? di balik berita buruk, isu jahat, dan kabar tentang aib orang lain yang belum pasti kebenarannya , ada  orang lain yang sedang berjuang mempertahankan kehormatan serta harga diri dari berita hina yang sudah merusak citra dirinya. Yang berhak menentukan salah atau tidak bersalah hanyalah pengadilan, dan Tuhan. Kalau semuanya ingin menjadi hakim, rusaklah alam. Kalau semua ingin menjadi Tuhan, binasalah semesta.

                Kebiasaan mengshare berita tanpa mengklarifikasi dan tanpa mencari sumber lain adalah sebuah kebodohan. Langsung sepakat, copy-paste dan tulis ulang sebuah judul berita adalah kedunguan. Kita sering menemui sebuah judul berita yang setelah dibaca ternyata isinya tidak ada sangkut pautnya dg isi di dalamnya; ibaratnya kambing berkepala tikus . padahal sekali lagi, dari sebuah keburukan orang yang kita share, kita bicarakan, ada seseorang yang sedang berjuang membela kehormatan dan harga dirinya serta kebenaran fakta sesungguhnya.

                “Fenomena share menshare berita ini mengingatkan aku kepada anjing tetanggaku yang selalu  ikut menyalak, ikut menggonggong, akibat gonggongan anjingku ketika aku membuka pintu dini hari  pascangopi bersama Tukidi,” tutur Cak Mbeling. “Padahal anjing tetangga tak pernah tahu kenapa anjingku menggonggong, yang penting ikut-ikutan saja”.

Salam Cinta

Amir El Huda

                

                 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline