Lihat ke Halaman Asli

AMIR EL HUDA

Laki-laki biasa (saja)

Kematian Adalah Akhir Penderitaan

Diperbarui: 17 Desember 2015   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                            sumber gambar:   http://www.jejakislam.com/2013/10/hukum-adzan-dan-iqamah-di-kuburan.html

                 Beberapa abad lalu, manusia yang oleh peneliti Yahudi dinobatkan diposisi tertinggi sebagai manusia paling berpengaruh di dunia berujar,” bagaimanakah perumpamaanku dengan dunia ? sesunggungguhnya perumpamaanku dengan dunia adalah sebagaimana seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon, (ketika sudah selesai berteduh) kemudian meninggalkan pohon itu dan pergi”, dialah manusia yang oleh Tuhan dinobatkan sebagai nabi akhir zaman, Muhammad SAW.

                “berteduh”, istilah yang dipilihnya untuk menunjuk tempo wakto yang amat singkat bagi para pengembara. Ia tidak memilih kata “mendirikan kemah”, “istirahat”, ataupun “tidur” untuk menganalogikan dua buah kata. Manusia dianalogikannya sebagai pengembara dan kehidupan dunia diibaratkannya dengan pengembaraan, berarti dunia adalah medan atau wilayah kembaraan. Kalimat sastra yang sangat elok dan sarat makna.

                Konon panjang umur manusia dari tahun ke tahun, dari satu periode ke periode setelahnya semakin menurun, hingga sampailah pada masa kanjeng Muhammad SAW sebagai nabi dengan umur paling pendek, sekitar 63 tahun saja, Coba kita bandingkan dengan usia kanjeng Musa yang sekitar 400 tahun, atau bahkan kanjeng Adam yang mencapai 1000an tahun.

Muhammad SAW di usianya yang ke 63 bisa jadi merupakan gambaran masa kecil Adam AS, ya tepat sekali, mari kita hitung, usia balita yaitu usia 1-5 tahun, 63 tahun dari usia kanjeng Muhammad SAW kita bagi lima dan hasilnya 12,6. Sekarang kita bagi usia kanjeng Adam yang 1000 tahun dengan 12,6 dan ternyata hasilnya 79,37 tahun, kesimpulan sementara saya bahwa masa balita Adam AS adalah sampai usia 79,37 tahun. Waaah waah.

                Kembali lagi ke topik utama bahwa kehidupan di dunia ini dipenuhi kemungkinan-kemungkinan, ketidakpastian, dan kerelatifan. Tidak ada satupun makhluk yang bisa menebak apakah satu jam kedepan nyawanya masih menyatu dengan badan, tidak ada yang bisa menebak apakah pacar yang selama ini dikencani bakal menjadi istri/suaminya nanti, tidak ada yang bisa menebak apakah pendidikan yang didapatkan dari sekolah ataupun pengalaman adalah jaminan bagi penghasilannya di masa depan, sekali lagi tidak ada yang bisa menebak, karana di dunia ini tidak ada yang pasti selain kematian. Yaa, kematian adalah sebuah kepastian.

                Jika kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi, pasti dialami oleh semua orang, mengapa banyak yang takut mati ? kalau misalnya Izroil berbaik hati menawarimu perpanjangan umur/ usia, barapa banyak yang kau mau ? “ooh, aku ingin hidup sampai 100 tahun”, lalu Izroil menawarimu tambahan 50 tahun lagi dan kau jawab, “iya, aku mau”, lalu ditawarinya tambahan 100 tahun lagi dan kau masih mau, usiamu sekarang 250 tahun. Kemudian Izroil memberimu lagi dorprize sebanyak 750 tahun dan kamu benar-benar hidup 1000 tahun , apa yang bisa kau perbuat dengan 1000 tahun ?

                1000 tahun yang penuh dengan ketidak pastian, mungkin kau akan bunuhdiri di usiamu yang ke 150 gara-gara stress. Banyak faktor pemicu stress, hutang menumpuk, penyakit yang tak kunjung sembuh, gaji kecil, anak durhaka, keluarga kacau balau, dll. Lalu kenapa masih menginginkan hidup lama di dunia jika dunia penuh dengan penderitaan, penuh dengan masalah yang tidak akan pernah terselesaikan, penuh dengan angkara dan amarah, penuh dengan jebakan-jebakan.

Bukankah dengan kematian kita akan mengucapkan good bye kepada seluruh masalah itu, kita akan bebas sebebas-bebasnya, kita akan berteriak lantang “Im free” aku bebas. Kalau begitu, bukankah kematian seharusnya ditanggapi dengan kegembiraan, dengan sukacita, dengan ikhlas seikhlas-ikhlasnya ? tak heran jika sufi legendaris Jalaluddin Rumi menggubah dalam bait syairnya, “duhaai, jangan pernah menangis di atas pusaraku, karena tidak ada tempat bagi orang yang bersedih di sisi Tuhanku”.

Sayangnya hanya sedikit orang yang bisa legowo dan ikhlas menerima kematianny, atau , mungkin karena mereka tidak menyiapkan bekal mati dengan sebaik-baiknya, atau mungkin juga mereka belum paham arti dan substansi kehidupan yang hanya “mampir teduh”, berhenti sejenak untuk berteduh; dan mati adalah kehidupan yang sebenarnya. Siapkan bekalmu dari sekarang.

               

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline