Lihat ke Halaman Asli

AMIR EL HUDA

Laki-laki biasa (saja)

Geliat Pekerja Seks Komersial ( PSK ) di Pelacuran Stasiun Kereta Api Rambipuji Jember

Diperbarui: 4 April 2017   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia malam selalu saja menawarkan inspirasi dan beraneka pemikiran baru, tentu saja bagi mereka yang mencintai berpikir dan bagi mereka yang mencintai permenungan. Tapi bagi para wanita ini, dunia malam merupakan sumber penghasilan tambahan bagi mereka, ya benar mereka para wanita malam (kita sebut saja PSK) di kawasan stasiun rambi puji, Jember.

Keberadaan tempat pelacuran ini saya ketahui setidak-tidaknya pada akhir Desember 2014. Berawal dari hobi berjalan malam, entah kemana saja, yang penting berjalan saja, ingat yaa “berjalan” dan “bukan berjalan-jalan”. Kedua kata ini mempunyai arti yang berbeda, berjalan mengandung keseriusan untuk mempelajari, “mencintai” dan menganalisa apa-apa yang ditemui di sepanjang jalan, sedangkan kata “berjalan-jalan” mengandung makna “menikmati” keindahan jalan. Berjalan malam ini termasuk sebuah agenda meniru beberapa guru spiritual yang berprinsip saafir tajid I’wadon Amman tufaariquhu, berjalanlah kamu akan menemukan pengganti dari apa yang kamu tinggalkan. ”poke’e mlakuo ae lee”.

Jumlah tenaga PSK di kawasan stasiun tua ini tidak jelas, karena disamping belum ada pendataan dari dinas sosial, polsek maupun polres setempat, juga karena para PSK tidak terkait kontrak kerja dengan klien dan membernya maupun out sourching dengan perusahan penyalur lainnya, jadi status mereka bebas transfer dan wirausaha mandiri.. namun jumlahnya akhir-akhir ini semakin meningkat saja dengan semakin tingginya arus PHK yang terjadi di beberapa perusahaan.

Usia para PSK beraneka ragam, mayoritas berusia 30-50an tahun meskipun ada di antara mereka yang berusia di atas 50 tahun, alias nenek-nenek. Tentu saja ini mempengaruhi pelayanan atau service yang diberikan, namun hal ini tak menjadi masalah bagi para klien yang tampaknya sangat lilo, ikhlas, mensyukuri dan bisa menerima kondisi fisik PSK maupun tempat yang digunakan untuk melampiaskan gelora nafsu mereka. “Apalah arti bentuk, yang penting rasanya cuy”, mungkin begitu cara berfikir mereka.

Make-up bedak tebal, lipstik merah menyala, wewangian mencolok adalah khas para PSK. Dibantu dengan pencahayaan minim semakin menyembunyikan bentuk dan warna asli mereka. kegelapan dan ketiadaan cahaya di lokasi mengup-grade usia mereka dari yang aslinya, 30 tahun menjadi seperti 21 tahun, 37 menjadi 24, dan 50 menjadi 32. Gaya bicara yang di sexy-sexy kan ditambah sedikit desahan halus dari mulut adalah salah satu trik untuk memancing gairah para calon pelanggan, tidak ketinggalan sentuhan-sentuhan lembut pada tubuh juga sering dilayangkan.

Para PSK yang mengaku datang dari daerah di sekitar Jember; Arjasa, Mayang, Kaliputih, Ledokombo, Rembangan, dll saban harinya datang di lokasi sekitar jam 7 malam dan meninggalkan selepas tengah malam atau menyesuaikan kondisi tubuh mereka. tarif yang dipasang berbeda-beda tergantung lokasi yang digunakan dan durasi waktu, untuk permainan yang di lakukan di sekitar rel kereta api ditarik tarif sekitar Rp 30.000- Rp 75.000,-, biasanya dilakukan di sawah-sawah warga, di dekat rel, di bawah pohon, di kebun warga dengan beralaskan plastik tipis maupun karpet. Sementara untuk pelayanan di hotel tarifnya bisa mencapai Rp 200.000 bahkan lebih, tentu saja dengan permainan yang lebih fun pastinya.

Klien yang datang-pun dari beragam usia, mulai remaja sampai kakek-kakek semuanya ada, namun yang sering membuat PSK kecewa para pengunjung datang tidak memanfaatkan jasa mereka, hanya duduk-duduk melihat-lihat saja.

Jember adalah kota seimbang, selain julukannya sebagai kota santri, jember juga menyandang penghargaan sebagai kota terbesar ke dua penyumbang HIV/AIDS di Jawa Timur. Membicarakan tentang fenomena pelacuran tidak akan ada habisnya, akan terus berubah modus, trik, dan cara mengikuti perkembangan masa. Untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan pelacuran dibutuhkan pikiran yang arif, da’wah yang kaffah, dan isi kepala yang bijaksana, sejalan dengan salah satu kata mutiara “laa takun rothban fatu’shoro, walaa yaabisan fatukatssaro”, yang artinya jangan bertindak terlalu lemah sehingga kamu diremehkan, dan jangan terlalu keras/kaku sehingga kamu akan dihancurkan, meskipun pelacuran jelas-jelas sudah melawan seluruh sila pancasila, dari sudut Sila ketuhanan Yang Maha Esa, maupun dari kemanusiaan yang beradab, bertuhankah dan berabkah para PSK atau siapapun yang menggunakan jasa PSK untuk melampiaskan nafsu birahi mereka. kita doakan saja masalah sosio-religio seperti ini cepat terselesaikan dengan terus meningkatkan penerapan quu anfusakum wa ahlikum naaron, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

Jember 02 November 2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline