Kamu harus hapal. Kamu harus bisa ini. Ini penting buat masa depanmu. Jangan kau lakukan itu, akan merugikanmu. Kata-kata semisal itu sering didengar di dalam kelas waktu pembelajaran berlangsung zaman saya sekolah dulu.
Kata-kata tersebut menunjukkan betapa dominan seorang guru di kelas. Guru merupakan sosok power full. Guru sangat dominan mengendalikan para peserta didik. Guru satu-satunya sumber ilmu, informasi bagi anak didik di sekolah. Guru dianggap sebagai sosok yang dapat mencetak generasi muda sesuai yang diinginkannya.
Kebebasan peserta didik terbelenggu oleh dominasi guru di kelas. Mereka diposisikan sebagai manusia yang selalau membutuhkan guru selamanya.
Kemandirian mereka tak berkembang secara maksimal karena dibayangi-bayangi kebesaran ketokohan sang guru di kelas.
Mereka diminta patuh, taat pada semua titah guru. Keadaan seperti itu menjadikan peserta didik pasrah. Mereka tak punya pilihan pada kehendak orangtua di sekolah yakni guru juga ayah-bunda di rumah.
Dulu posisi peserta didik memang seperti itu. Bagaimana dengan sekarang? Keadaanya sudah berbeda. Perbedaanya sangat jauh sejauh langit dan sumur. Perubahannya 180 derajat.
Sangat berbeda. Paradigma pendidikan mengalami perkembangan, kemajuan. Pendidikan memang dinamis, berubah seiring dengan kemajuan dan perubahan zaman.
Guru pun sepatutnya bisa memposisikan diri secara tepat. Siap berubah. Tak arif jika guru masih bertahan pada paradigma atau konsep mendidik tempo dulu. Akan ditinggal zaman.
Paradigma-paradigma baru dalam pendidikan ada yang diperoleh dari menggali pemikiran-pemikiran para pakar luar juga dari dalam negeri. Yang menarik sekarang muncul kesadaran terhadap budaya dan literatur lokal masa lalu. Ya, sebenarnya kita memilki tokoh-tokoh hebat di bidang pendidikan di masa lalu yang pemikirannya masih sangat relevan dengan zaman. Salah satunya adalah Ki Hadjar Dewantara (KHD)
Ki Hadjar Dewantara adalah bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagikaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.