Lihat ke Halaman Asli

Amirudin Mahmud

TERVERIFIKASI

Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Biarlah Hukum Berbicara (Refleksi Pasca 4 Nopember)

Diperbarui: 7 November 2016   05:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kemaren (4/11) aksi damai dilakukan oleh berbagai organisasi umat Islam. Demontrasi yang digelar setelah salat Jumat itu diikuti oleh ribuan massa. Aksi damai dipusatkan di Jakarta, tepatnya di kawasan istana merdeka. Aksi dimulai dari masjid istiqlal dan berakhir di depan gedung DPR/MPR. Aksi damai ini menuntut pemerintahan Jokowi-JK memproses kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta non aktif, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

 Aksi damai 4 Nopember  tak hanya di Jakarta, di beberapa  daerah pun dilgelar. Seperti di Surabaya, tak kurang dari 5000an umat Islam turun ke jalan dengan berjalan kaki dari meeting point di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya.
 Rencananya dari meeting point tersebut,   massa akan berjalan menuju ke Polda Jawa Timur. Dalam aksinya, mereka menyerukan pendapat terkait penistaaan agama yang diduga dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat kunjungannya di depan warga kepulauan seribu.
 Harapannya aparat penegak hukum dan pemerintah segera memproses kasus hukumnya.

 Walau terjadi kerusuhan kecil, secara umum demontrasi dinilai kondusif dan tertib. Dalam penilaian Presiden Jokowi, aksi damai sampai sebelum waktu Isya’. Setelah Isya’ aksi disusupi kepentingan politis. Ada aktor politik dibalik kericuan di depan istana merdeka itu. Jokowi tak menyebut siapa aktor politik dimaksud. Dalam dialog dengan pemerintah yang diwakili Wapres Jusuf Kalla dan beberapa menteri kabinet kerja, para pengunjuk rasa menyepakati untuk membubarkan diri setelah pemerintah melalu Kapolri menjanjikan akan menuntaskan kasus dugaan penistaan agama tersebut dalam kurun waktu dua minggu.

Pasca 4 Nopember

Seperti harapan masyarakat luas, setelah aksi damai semua pihak diminta menahan diri. Sekarang kita semua harus mempercayakan permasalahan ke penegak hukum. Biarkan hukum yang berbicara, memutuskan.  Penegak hukum dalam hal ini kepolisian dituntut bekerja profesional, tidak boleh terpengaruh oleh tekanan dari manapun, baik tekanan penguasa maupun pendemo. Kasus ini harus berjalan sesuai koriodor hukum.

Menurut hemat saya, penegakan hukum yang adil, tranparan dan akuntabel kudu diberlakuan kepada semua pihak yang terkait. Jangan menindak salah satu, membiarkan yang lain. Sebab jika itu yang dilakukan, pihak yang dirugikan akan melakukan protes kembali. Ada tiga pihak yang musti diproses secara hukum. Pertama, pemicuh masalah, dalam hal ini saudara Buni Yani. Buni Yani adalah orang yang pertama kali mengunggah video kemudian menyebarluaskannya lewat Facebook. Menjadi sesuatu yang viral di media sosial, menyulut kemarahan publik.

Buni Yani dilaporkan oleh kelompok relawan pendukung Ahok, Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja), karena dianggap secara sengaja mengedit rekaman video Ahok tentang petikan salah satu ayat suci Al Quran yang kemudian diartikan sebagai tindakan penghinaan terhadap Islam.

Dalam sebuah program talkshow yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta, pengunggah pertama rekaman video Basuki Tjahaja Purnama di hadapan warga Kepulauan Seribu itu mengakui ada kesalahan saat mentranskrip kata-kata Ahok dalam video hasil tayang ulangnya. Kesalahan yang dimaksud adalah tidak adanya kata "pakai". Dengan membuang kata “pakai” pengertian kaliamat bergeser jauh dari ungkapan aslinya. Kesalahan tersebut  disengaja atau tidak, kepolisian yang berkewajiban mengungkapnya.

Kedua,Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Sebagai orang yang diduga melakukan penistaan agama Ahok segera dituntaskan pemeriksaanya. Seperti diketahui, Ahok dilaporkan oleh sejumlah tokoh agama karena pernyataannya di hadapan warga Kepuluaan Seribu, beberapa waktu lalu. Dalam pernyataannya itu, Ahok dianggap melecehkan agama, karena menganggap isi Surat Al Maidah ayat 51 bohong.

Terkait Ahok, Kepolisian sepantasnya menjalankan perintah presiden untuk melakukan gelar perkara secara terbuka. Hal ini bertujuan agar proses yang dilakukan oleh Polri dapat dilihat seacara transparan. Sehingga tidak ada prasangka buruk kepada kepolisian. Untuk kasus hukum sang petaha, sebenarnya Kepolisian telah memeriksa 22 orang saksi. Dan rencananya, Senin ini (7/11) Bareskrim Polri akan melakukan pemeriksaan  pada Ahok. Sebelumnya, Ahok telah berinisiatif mengklarifikasi apa yang dikatakannya di pulau Seribu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline