Jika masuk rumah orang kemudian kita tanya, apa bisa numpang salat? Jawabannya pasti bisa. Rumah dalam masyarakat Indonesia biasa disiapkan ruangan khusus untuk salat. Menyediahkan tempat salat dalam rumah menjadi kewajiban. Rumah menjadi tak sempurna jika tak memilki tempat salat. Tempat salat menjadi bagian pokok rumah seperti halnya kamar tidur.
Tapi coba anda tanya, apa ada buku bacaan? Atau apa ada ruang baca? Saya yakin jawabanya tidak ada. Mugkin seribu satu rumah yang menyediahkan ruang baca terlebih perpustakaan yang menyimpan koleksi buku. Ini fakta. Masyarakat kita belum menganggap penting buku bacaan, apalagi perpustakaan dalam rumah. Kenapa? Sebab budaya literasi bangsa kita masih sangat lemah.
Sebuah laporan penelitian menempatkan Indonesia pada posisi 60 dari 61 negara. Indonesia hanya setingkat lebih tinggi dari Botswana, sebuah negara miskin di Afrika. Penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di New Britain, Conn, Amerika Serikat, menempatkan lima negara pada posisi terbaik yaitu Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia (The Jakarta Post, 12 Maret 2016).
Lebih jauh UNESCO menyebutkan persentase minat baca bangsa Indonesia hanya 0,001 persen. Dari persentasi tersebut dapat dipahami bahawa dari 1000 orang hanya satu yang terbiasa membaca. Ini sangat minim sekali. Juga memprihatinkan. Minat baca bangsa kita masih lemah.
Membaca fakta dan data di atas, nampaknya kita semua harus bekerja keras dalam mendorong budaya baca atau membangun budaya literasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, yang dimaksudkan dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan tulis-menulis. Dalam konteks kekinian, literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Dalam kajian kontemporer, Kirsch dan Jungeblut (1993) dalam bukunya Literacy: Profiles of America’s Young Adults, seperti dikutip Mutia Zata Yumni literasi dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam memanfaatkan infiormasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas. (http://www.kabarindonesia.com/)
Wikipedia.org mengartikan budaya literasi sebagai sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan literasi dalam Kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan tulis-menulis. Dalam konteks kekinian, literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Maka secara sederhana, budaya literasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan menulis dan membaca masyarakat dalam suatu Negara.
Mulai dari rumah
Darimana kita mulai?Dalam membangun budaya literasi, menurut hemat saya harus dimulai dari rumah. Sebab rumah atau keluarga merupakan sekolah atau lembaga pendidikan pertama dan utama. Peran keluarga sangat penting dalam mencetak sebuah generasi berbudaya literasi.
Idris Apandi (2016) mengilustrasikan rumah ideal sebagai tempat berkumpulnya keluarga inti yang meliputi ayah, ibu, anak, atau ditambah anggota keluarga yang lainnya. Selain tempat berkumpul, rumah juga merupakan tempat berlindung dari cuaca panas, terik, dan binatang buas. Rumah yang aman, nyaman, penuh kedekatan dan kehangatan dalam hubungan anggota keluarga tentunya sangat diharapkan oleh semua orang.(Kompasiana.com)
Nah, rumah seperti di atas mustinya bisa berperan lebih dalam membangun budaya literasi. Dalam rumah, orang tua harus menjadi teladan. Orang tua kudu mencontohkan semua hal yang baik termasuk membaca. Sebelum memerintahkan anak membaca buku, orang tua sudah terbiasa dulu membaca. Pemahaman dari membaca diceritakan, dikomunikasikan, didiskusikan ke anak. Ketika mereka mulai tertarik baru memerintahkan mereka untuk membaca. Anak tak mungkin akan menolak. Justru sebaliknya, mereka akan bersemangat mencari buku bacaan yang direkomendasikan oleh orang tua.