Lihat ke Halaman Asli

Amirudin Mahmud

TERVERIFIKASI

Pendidik dan pemerhati sosial-politik

PPDB Kembali Menguji Kejujuran Dunia Pendidikan

Diperbarui: 13 Juli 2015   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Masa Penerimaan Peserta Dididk Baru (PPDB) kembali menguji kejujuran dunia pendidikan. Kegiatan menyeleksi dan menerima calon peserta didik itu rawan kecurangan, manipulasi data, serta ketidakjujuran. Upaya tidak bermoral itu bertujuan untuk memasukan anak-anak ke sekolah yang diinginkan. Biasanya sekolah-sekolah unggulan atau favorit menjadi ajang pertaruhan , yang menguji, menggoda dunia pendidikan. Sebab semua orang berebut masuk ke sekolah yang diunggulkan, difavoritkan. Praktek-praktek kotor nan keji pun mewarnai PPDB tahun ini. Berbagai modus dilakukan, sampai membawa nama sejumlah institusi baik di dunia pendidikan sendiri seperti Kemendikbud, LSM, juga PWI.

          Adalah Diah Haerani, Kepala SMAN 3 Depok ketika menerima kunjungan dari tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbud di Depok, Kamis (9/7/2015) menceritakan, sekelompok orang datang dan mengaku dari tim penyiaran Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Mereka ingin melakukan shooting Program Indonesia Pintar di SMAN 3 Depok dengan syarat kami harus menerima anak-anak yang mereka bawa. Tim tersebut datang dengan membawa surat berkop Kemdikbud. Namun, Diah menolak memasukkan anak-anak tersebut karena nilai mereka tidak mencukupi persyaratan. Apalagi, mereka tidak terdaftar di dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru 2015. Setelah diperiksa tim Itjen, ternyata ditemukan pemalsuan tanda tangan dan pencatutan nama pejabat dalam surat dari tim (gadungan) itu.

            Lain lagi, Kepala SMAN 1 Bogor Sri Eningsih melaporkan, sekolahnya pernah didatangi oleh orang-orang yang mengaku pegiat lembaga swadaya masyarakat dan wartawan yang meminta untuk menerima sejumlah anak sebagai siswa baru. Apabila menolak, mereka akan menuntut sekolah karena mengabaikan hak anak mendapat pendidikan. Setelah ditelusuri, ternyata orangtua anak-anak tersebut diminta membayar Rp 3 juta hingga Rp 7 juta dengan iming-iming anaknya akan diterima di sekolahnya. (diringkas dari http://print.kompas.com 11-Juli 2015)

            Dari Bandung, Ridwan Kamil memberi pengakuan bahwa modus kecurangan dalam PPDB di daerahnya tahun ini meliputi tiga hal yaitu 1)penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) 2) jual beli nilai bimbingan belajar 3) penyalahgunaan domisili tempat tinggal. Ia menduga, ada warga yang tiba-tiba pindah Kartu Keluarga (KK) ketika musim penerimaan murid baru tiba. Mereka sengaja pindah ke lokasi sekolah-sekolah favorit. (http://www.merdeka.com, 7 Juli 2015) Ini terkait dengan rayonisasi yang diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mewajibkan 55 persen dari total peserta didik baru, harus dari rayon yang sama dengan sekolah tujuan. Hal tersebut menambah kesempatan anak untuk bisa diterima di sekolah yang berada di rayonnya.

          Sebaliknya, bagi sekolah-sekolah yang sepi calon peserta didik, mereka berani mengeluarkan uang berapa pun untuk memberi uang jasa bagi mereka yang datang dengan membawa calon sisiwa baru. Bahkan, mereka berani mematok persiswa hingga ratusan ribu. Kalkulasinya, uang seratus ribu sebagai modal yang mendatangkan uang lebih banyak dalam wujud BOS ke sekolah nantinya.

Penyebab dan Solusi

           Fenomena di atas sebenarnya bukan hal baru, paling tidak berdasarkan temuan Ombudsman Republik Indonesia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2014, telah tercatat setidaknya 242 temuan maladministrasi di 33 provinsi pada periode Juni-Agustus 2014. Dari angka itu, praktik kutip-mengutip uang secara tidak resmi atau biasa disebut pungutan liar (pungli), menjadi temuan nomor wahid. (http://www.kompasiana.com ) Ini tetntu menyedihkan kita semua. Dan tentu harus segera disikapi oleh kita, sebagai bangsa yang ingin memajukan pendidikan di satu sisi dan menjungjung kejujuran di sisi lain. Terkadang civitas pendidikan gelap mata mengejar prestasi, nama baik, dengan mengesampingkan kejujuran.

            Menurut hemat saya ada beberapa hal yang melatar belakangi praktik-praktik kotor dalam PPDB, pertama, budaya hidup instan, menghalalkan segala cara. Hidup instan menjadi pilihan banyak orang saat ini. Seiring dengan kemajuan jaman, dimana manusia dimanjakan tekhnologi membiasakan kita hidup tak mau sulit. Tekhnologi yang melayani setiap keinginan menjadikan kita tidak mau berusaha, bersusah-susah. Hal tersebut mendorong untuk menghalalkan segala cara. Menjadi tugas sekaligus tantangan kita (orang tua, guru, pemerintah) untuk menanamkan lebih dalam lagi karakter bangsa kita seperti kerja keras, bertanggung jawab. Sehingga kemudahan yang diperoleh dari kebaikan tekhnologi tidak akan berpengaruh apa-apa. Penanam nilai-nilai agama juga harus lebih dikokohkan lagi agar bangsa kita tidak cepat putus asa kemudian beralih dengan menghalalkan segala cara.

             Kedua, lemahnya pengawasan. Pengawasan tidak maksimal dilakukan. Kemendikbud seharusnya sudah mengantisipasi lebih jauh dengan menyiapkan team pengawasan secara ketat. Sebenarnya untuk di Jawa Barat ada Pergub No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Penerimaan Peserta didik, hanya di dalamnya tidak membahas secara khusus tentang teknis pengawasan dan tentu sanksinya. Dalam Pergub itu, Pasal 12 dan 13 hanya disebutkan bahwa penyelenggara PPDB terdiri dari dewan pembina, panitia pelaksana, team pengaduan. Team pengaduan terdiri dari pengawas internal yang merupakan pengawa sekolah, dan pengawas eksternal yang merupakan kaloborasi dewan pendidikan dan pemangku kepentingan pendidikan.

            Ketiga, lemahnya penegakan hukum. Bagi para pelanggar seharusnya dikenakan sanksi yang tegas dan berat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Saat hukum tak berdiri tegak, tegas maka kecenderungan orang melakukan pelanggaran semakin menguat. Ini menjadi tugas penegak hukum. Tentu harus dibarengi dengan komitmen , dorongan dari kita semua, baik guru, orang tua, pengelola sekolah, juga dinas terkait.

             Akhirnya, upaya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum dalam PPDB tauhn inii menjadi ujian berat bagi dunia pendidikan. PPDB telah menguji kembali kejujuran dunia pendidikan. Dan kasus-kasus di atas menambah deretan permaslahan pendidikan di Indonesia setelah sebelumnya ijazah palsu, dosen palsu, bocoran UN. Permasalahan-permasalahan tersebut harus segara dibenahi dan disikapi oleh kita semua. Pemerintah dalam hal ini kemendikbud harus bekerja cepat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Tentu kita masih optimis bahwa kejujuran akan segera datang. Dan saatnya orang jujur berbicara melawan ketidakjujuran karena ketika mereka diam secara tidak langsung menanam andil keseburan kepalsuan dan ketidakjujuran.Wa allahu alam

 

 

 

         

         




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline