Ada sebuah kisah yang saya dapatkan dari seseorang peserta training Pumping Power. Beliau bertutur ‘pak saya terkesan sekali dengan senyum 127 yang bapak ajarkan’ karena saya punya masalah serius dengan senyum ini. Setiap pagi saya berlatih senyum didepan kaca, didepan istri dan anak-anak saya, untuk kemudian saya gunakan dikantor untuk senyum pada atasan saya. Kebetulan saya baru pindah divisi, dan konon teman-teman telah bercerita bahwa divisi saya sekarang ini memiliki seorang atasan yang sulit sekali tersenyum, dan cenderung marah bila bawahannya tersenyum pada dia.
‘Pernahkah Anda melihat wajah orang yang tidak pernah tersenyum? Bagaimana perasaan Anda? Yang pasti, apa pun perasaan kita, pada dasarnya, memandang wajah orang yang tidak mau tersenyum amatlah menjengkelkan’. Ya, saya membenarkan. Itulah, yang setiap hari saya rasakan. Yang pada akhirnya semua orang merasa tertekan dengan pekerjaannya, semua menunjukkan wajah tidak ramah, dan saya merasakan energi negatif yang luar biasa bila berada diruangan tempat kami bekerja.
Bila sudut bibir kita tertarik ke atas, wajah kita akan lebih nampak cerah dan membuat orang-orang di sekeliling kita merasa aman. Sebaliknya, bila sudut bibir kita turun ke bawah, maka seluruh rona muka kita akan tampak kusut dan membuat orang-orang di sekeliling kita enggan mendekat. Bisa saja orang beranggapan, "Orang itu judes. Orang itu jahat. Orang itu galak. Orang itu menyeramkan."
Senyum menunjukkan keramahan yang terpancar dari dalam. Selain itu, senyum juga melegakan hati diri sendiri. Dengan tersenyum, kita akan merasa lebih santai dan jauh dari perasaan tegang. Kita memerlukan senyum, bukan hanya untuk membahagiakan orang lain, melainkan juga untuk menenangkan hati kita sendiri. Senyum selalu memiliki arti keindahan, ketenangan, kedamaian dan kasih sayang. Apa pun yang sedang kita alami saat ini -susah atau senang, santai atau tegang-berusahalah untuk tetap tersenyum. Tersenyumlah memandang semua hari-hari kita dan rasakan keramahan itu tidak hanya kita dapatkan dari luar pribadi kita, melainkan dari dalam diri kita sendiri.
Cukup banyak kejahatan, kekerasan dan angkara murka yang terjadi di sekeliling kita. Semua itu disebabkan karena banyak orang yang enggan untuk mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya. Semua orang enggan untuk bersikap ramah terhadap diri sendiri (merasa selalu benar), dan akibatnya, manusia enggan pula bersikap ramah pada sesamanya. Tak ada lagi senyum yang tersungging di bibir. Apakah kita juga ingin menyemarakkan suasana penuh kekerasan dan tanpa keramahan ini?
Dengan situasi yang makin memburuk sekarang ini, nampaknya senyum telah menjadi harta yang mahal harganya. Senyum makin langka dan makin sulit dicari. Dalam senyum keramahan, tak ada kekerasan dan angkara murka. Adakah kita mau tersenyum dan mengembalikan kedamaian dunia melalui kasih Allah dalam hidup kita?
Mengapa terkadang kita tersenyum tetapi tidak menghasilkan energi positif yang kuat untuk mempengaruhi orang lain disekitar kita, seperti kasus seorang karyawan menghadapi atasannya yang sulit senyum? Menjembatani ini kami mencoba merangkaikan senyum ikhlas dalam satu rangkaian rumusan, yakni senyum 127. Apa arti senyum 127, senyum yang memiliki akar yang kuat yakni bersumber dari satu hati terdalam (hati nurani), memiliki tiang (batang yang kokoh) yakni selebar 2 cm kekanan dan 2 cm kekiri serta waktu (durasi) yang tepat selama 7 detik.
Senyum 127 akan mampu menghasilkan energi positif yang akan mengalahkan energi negatif disekitarnya sehingga suasana yang paling kering sekalipun akan dibasahi oleh kekuatan epos dari senyum tersebut. Senyumlah...senyum 127.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H