Saya membelikan printer untuk memudahkan anak yang sudah SMP dalam melaksanakan tugas-tugas dari sekolah. Juga sekaligus bisa dipakai bersama-sama sebagai sarana belajar dan berkreasi menggunakan komputer. Tak disangka ternyata printer tersebut digunakan oleh anak saya yang baru kelas dua SD untuk keperluan lainnya.
Ia mencetak aneka gambar hitam putih yang biasa digunakan untuk kegiatan mewarnai di sekolah. Kebetulan murid kelas 1 dan 2 di sekolahnya ada kegiatan mewarnai gambar. Selain itu, banyak anak-anak yang mengisi waktu istirahat atau waktu kosong dengan kegiatan mewarnai gambar. Gambar-gambar hitam putih yang akan diwarnai dibeli dari abang penjual yang mangkal di sekitar sekolah, harganya seribu rupiah.
Entah belajar dari mana, anak saya memiliki ide untuk menjual aneka gambar untuk diwarnai pada teman-teman di sekolahnya. Ia mencari gambar-gambar untuk mewarnai yang menarik dari internet lalu mencetaknya. Ia sengaja mencari gambar-gambar yang berbeda dengan yang dijual di sekolah. Hasil cetakan tersebut ditawarkan ke teman-temanya.
Saking semangatnya, ia mencetak lumayan banyak gambar. Beberapa gambar terjual, namun lebih banyak yang tidak laku. Akhirnya gambar-gambar tersebut sebagian dibagikan secara gratis kepada teman-teman dekatnya dan sebagian dipakai sendiri untuk diwarnai di rumah.
Secara nyata kegiatan "bisnis" kecil-kecilannya mengalami kerugian. Namun ide dan upayanya untuk berbisnis sejak kelas 2 SD membuat saya takjub. Hal tersebut akan menjadi pengalaman berharga untuk kehidupan di masa depan. Tidak mengapa tinta printer menjadi cepat habis karena dipakai sang anak untuk berbisnis.
Kegiatan berbisnis ternyata juga dilakukan sang kakak yang sudah SMP. Cara berbisnisnya jauh lebih maju lagi. Ia memanfaatkan toko online yang menjual barang-barang secara grosir dengan harga murah.
Ia menjual pensil dan pulpen dalam bentuk yang unik dan berwarna-warni. Pinsil dan pulpen dibeli dari salah satu toko online. Kemudian dijual ke anak-anak tetangga rumah dan teman-teman di sekolahnya.
Ia minta modal sebesar seratus ribu rupiah dan menjanjikan akan dikembalikan sekaligus berbagi keuntungan penjualan. Harga pokok barang dagangannya seribu rupiah. Pensil dan pulpen dijual seharga dua ribu rupiah. Artinya secara hitung-hitungan bisnis ala sang anak, ia akan mendapatkan untung mencapai 100 persen.
Keinginan anak untuk berbisnis cukup mengejutkan saya. Tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang mengajari, juga tidak ada yang mencontohkan. Saya adalah karyawan administrasi biasa sedangkan istri seratur persen ibu rumah tangga. Bisa jadi hal tersebut berasal dari pengaruh temannya, atau informasi dari media sosial dan televisi.
Sebagai orangtua, kami mendukung penuh usahanya tanpa memikirkan apakah akan untung atau tidak. Yang penting hal tersebut tidak mengganggu kegiatan belajar di sekolah dan kegiatan bantu-bantu di rumah. Tak lupa juga kami memberikan apresiasi dan pujian atas niat dan usahanya.
Pada akhirnya kegiatan usahanya tidak berjalan mulus sesuai rencana. Masih banyak stok barangnya yang belum terjual. Namun tetap saja upaya sang anak memberikan kebanggaan tersendiri bagi orangtua.