Kesejahteraan Guru Honorer menjadi pembahasan banyak pihak. Para guru honorer pun pernah berdemo untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Dan permasalahan terkait guru honorer pun tak luput dari politisasi.
Ada yang menyatakan guru honorer digaji tidak layak. Ada yang menyebutkan gaji guru honorer 500 ribu, 300 ribu, bahkan 100 ribu per bulan. Ada yang menyatakan guru honorer yang pembayaran gajinya telat. Seperti ilustrasi yang digunakan dalam Topik Pilihan: "Guru Honorer Kapan Sejahtera?" di mana salah seorang membentangkan spanduk yang seolah menyamakan Guru Honorer dengan Kuli Macul.
Di sisi lain, sejak tahun 2017 pemerintah memberikan Tunjangan sertifikasi guru non PNS yang jumlah relatif lebih baik dari sebelumnya. Untuk guru non PNS yang belum melakukan inpassing (penyetaraan) diberikan tunjangan Rp1.500.000 setiap bulan. Untuk guru non PNS yang telah inpassing, mendapatkan tunjangan yang lebih besar lagi, yaitu setara gaji pokok PNS sesuai golongan pangkat.
Tampaknya ada ketidakseragaman pemahaman tentang apa atau siapa guru honorer itu. Apakah persepsi kita tentang guru honorer adalah sama dengan guru honorer menurut ketentuan dan peraturan legal formal yang berlaku. Jangan-jangan, apa yang kita anggap guru honorer ternyata bukanlah termasuk guru honorer yang semestinya, yaitu yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan pemerintah.
Secara umum, berdasarkan status kepegawaiannya guru terdiri dari guru PNS dan Guru Non PNS. Dan Guru Non PNS itulah yang sering disebut sebagai guru honorer.
Guru Non PNS ini terbagi lagi menjadi yang sudah tersertifikasi dan yang belum tersertifikasi. Guru Non PNS yang menerima tunjangan sertifikasi bukan hanya yang mengajar di sekolah negeri saja. Yang mengajar di sekolah swasta pun menerima tunjangan sertifikasi di luar gaji yang diterimanya dari sekolah swasta.
Meskipun begitu, kesejahteraan Guru Non PNS tetap diperhatikan oleh Pemerintah (Pusat). Hanya yang membedakan adalah proses pembayarannya. Ada yang melalui Pemerintah Pusat (mekanisme APBN) seperti guru-guru di Kementerian Agama. Ada yang melalui Pemerintah Daerah (mekanisme APBD) yaitu guru-guru sekolah non Kementerian Agama. Dan tentu saja masing-masing pemda memiliki aturan dan mekanisme sendiri yang bisa mengakibatkan berbedanya tanggal maupun kecepatan dan ketepatan pembayaran gaji/tunjangan guru.
Ada pula guru honorer yang diangkat langsung oleh pihak sekolah. Tentu saja gaji/tunjangannya tidak berasal dari APBN ataupun APBD. Guru honorer tersebut mendapatkan penghasilan berdasarkan kebijakan masing-masing sekolah yang ditetapkan oleh Kepala Sekolah. Sangat mungkin jumlahnya relatif sedikit atau sangat jauh dibandingkan penghasilan yang diterima oleh guru non PNS.
Sepertinya banyak yang menyamaratakan antara guru non PNS yang sesuai dengan aturan legal formal pemerintah, dengan guru honorer yang diangkat oleh pihak sekolah. Kadang juga guru honorer yang diangkat oleh pihak sekolah, tidak menyadari bahwa kedudukannya berbeda dengan guru non PNS yang mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.
Yang dilihat hanya posisinya yang sama-sama bukan PNS. Padahal berdasarkan peraturan legal formal, tidak lah sama meskipun sama-sama mengajar di sekolah yang sama. Mekanisme dan proses rekrutmennya pun sangat jauh berbeda. Guru non PNS yang mendapatkan sertifikasi guru rekrutmennya dilakukan oleh pemerintah, sedangkan guru honorer melalui mekanisme sekolah yang tentu saja belum tentu sesuai dengan standar yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jadi, dalam membahas tentang guru honorer harus dipastikan dulu guru honorer yang mana yang dimaksud? Apakah guru Non PNS yang rekrutmennya secara resmi oleh pemerintah, ataukah guru yang rekrutmennya melalui mekanisme sekolah masing-masing. Peraturan yang mengikatnya jelas berbeda, yang otomatis juga membedakan penghasilan yang diterimanya. Dan tentu saja pembahasannya termasuk solusinya akan berbeda.